Dalam percakapan sehari-hari, sepertinya kita sudah tidak asing dengan kata netralitas. Menurut KBBI, net.ra.li.tas /ntralitas/ n keadaan dan sikap netral (tidak memihak, bebas). Penggunaannya sering diidentikkan dengan istilah tidak bias.
Netralitas memiliki kecenderungan untuk tidak berpihak pada konflik (fisik atau ideologis), bukan berarti menyarankan pihak netral untuk tidak berpihak sama sekali.
Saat melakukan moderasi dan mediasi, netralitas sering digunakan untuk menilai atau memfasilitasi dialog yang independen dari bias apa pun, lebih menekankan pada proses daripada hasilnya. Misalnya, pihak netral diposisikan sebagai pihak tanpa konflik kepentingan dalam suatu konflik, dan diharapkan beroperasi seolah-olah tidak memiliki bias. Pihak-pihak netral seringkali dianggap lebih andal, aman, dan dapat dipercaya.
Pasca debat capres kedua pada Minggu (17/02/19), menyisakan banyak kejanggalan yang muncul. Salah satunya yaitu terkait netralitas moderator debat yang dibawakan oleh Tommy Tjokro dan Anisha Dasuki.
Saat masyarakat hanya terfokus pada hal yang bersifat substansial dari perdebatan, soal kebenaran data atau pernyataan kontroversial yang dilontarkan masing-masing Calon Presiden. Saya justru lebih tertarik mengamati teknis dan aturan atau tata tertib debat yang banyak diabaikan oleh moderator dan tidak akan mengulas keunggulan Calon Presiden di setiap segmennya.
Sebelum membahas aturan-aturan apa saja yang diabaikan, berikut kita cermatiÂ
Tata Tertib Debat Kedua Calon Presiden :
1. Tema debat kedua adalah infrastruktur, energi dan pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup.
2. Pertanyaan seputar visi misi yang berkaitan dengan tema debat kedua dan tidak menyerang secara personal.
3. Durasi waktu dimulai ketika Calon Presiden mulai berbicara.
4. Calon Presiden diperkenankan membawa alat tulis, catatan dan data yang diperlukan.
5. Calon Presiden dilarang membawa atribut apapun yang tidak berkaitan dengan debat kedua.
Tata Tertib Pendukung saat debat :
1. Harus selalu tertib
2. Dilarang memprovokasi
3. Dilarang membawa benda berbahaya.
4. Tim kampanye bertanggung jawab terhadap ketertiban pendukung.
5. Dilarang meneriakkan yel-yel saat Calon Presiden berbicara.
Tata tertib debat untuk Calon Presiden yang diabaikan oleh Moderator
Pertama, pelanggaran yang paling mencolok adalah pernyataan yang dilontarkan Jokowi menjelang berakhirnya segmen ketiga, yaitu Jokowi menyinggung tentang kepemilikan lahan oleh Prabowo seluas 220 ribu hektare di Kalimantan Timur dan 120 ribu hektare di Aceh Tengah. Hal itu dia sampaikan saat dia dihadapkan pada pertanyaan ihwal reforma agraria.
Pertanyaan  itu jelas melanggar tata tertib ke-2, yaitu dilarang menyerang secara personal. Tommy Tjokro dan Anisha Dasuki justru membiarkan Jokowi berbicara menyerang atau menyinggung personal. Seharusnya jika kedua moderator ini bersikap netral, mereka berhak menyudahi ucapan Jokowi dan memberikan opsi kepada Prabowo untuk tidak menjawab pernyataan itu.
Kejadiaan ini yang memicu protes di jeda perdebatan oleh Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi kepada Komisioner KPU RI yang dianggap membiarkan singgungan personal dalam debat kepada Prabowo. Sempat terjadi perdebatan sengit dan kemarahan Luhut Binsar Panjaitan merespon protes yang disampaikan oleh Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi.
Ketegasan seperti ini wajib dimiliki moderator, terlebih Jokowi sudah dua kali melakukan hal serupa, saat debat pertama Jokowi menyerang Partai Gerindra, kedua menyerang Prabowo secara personal. Kebiasaan seperti itu harus dihentikan karena debat seharusnya untuk menguji gagasan dan program satu sama lain.
Kedua, yaitu ketidaktepatan durasi yang sering dilanggar oleh kedua calon. Moderator terlihat kurang tegas menghentikan pembicaraan para calon pada setiap peringatan yang mereka sampaikan, dan terkesan longgar.
Ketiga, yel-yel yang memprovokasi. Banyak video yang beredar di media sosial yang menunjukkan bahwa pendukung Jokowi-Ma'ruf meneriakkan yel-yel,
"Tukang bohong, tukang bohong, tukang bohong."
Seharusnya KPU RI sebagai penyelenggara tegas menegur pendukung Jokowi-Ma'ruf agar tidak meneriakkan yel-yel yang provokatif.
Apakah ada sanksi hukum jika melanggar tata tertib debat?
Sebenarnya, tidak ada sanksi hukum yang jika terjadi pelanggaran tata tertib debat. Dilansir dalam Kompas.com, Anggota Badan Pengawas Pemilu Rahmat Bagja, mengatakan bahwa aturan soal serangan pribadi tidak dimuat dalam peraturan perundang-undangan manapun.
Aturan tersebut, hanya dimuat dalam tata tertib debat.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar sebelumnya mengatakan, aturan soal serangan pribadi tertuang dalam aturan debat yang dibuat KPU bersama Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf maupun Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.
Jika ada pihak yang melanggar aturan kesepakatan tersebut, maka sanksinya sebatas sanksi etik.
"Jadi memang sanksinya apabila ada pelanggaran terhadap tata krama debat, aturan debat yg disepakati bersama, adalah sanksi etika ataupun norma antara TKN ataupun BPN," ujar Fritz.
Fritz menambahkan, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan adalah larangan menyebarkan kebencian dan menghina dalam debat maupun selama masa kampanye. Aturan itu tertuang dalam Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Berkaca dari beberapa pelanggaran tata tertib debat yang telah terjadi, KPU RI bertanggung jawab mengevaluasi kekurangan pada debat kedua. Jangan sampai aturan-aturan yang telah disepakati bersama dilanggar begitu saja. Yang paling penting adalah pemilihan moderator debat yang lebih kompeten, tegas dan mampu menjaga netralitas, sehingga mampu mengatur jalannya debat dengan baik dan tidak merugikan pihak manapun.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H