Tanpa menunggu lebih lama, mereka mempercepat langkah. Tapi anehnya, suara tangisan itu terus mengikuti mereka, seakan berbisik di telinga mereka. Â
Di sisi lain hutan, Tari dan Guntur menemukan sesuatu yang aneh. Jejak-jejak kaki kecil terlihat di tanah lembap, tapi jejak itu tiba-tiba terputus, seolah pemiliknya lenyap begitu saja. Â
"Ini gak masuk akal," gumam Guntur, berlutut untuk mengamati. Â
Tari menelan ludah. "Mungkin cuma jejak binatang?"Â Â
"Tidak," sahut Guntur. "Ini jejak kaki manusia... tapi kenapa hilang begitu saja?"Â Â
Tiba-tiba, angin berembus kencang, membawa suara bisikan. Lela, yang menjaga titik awal, merasa bulu kuduknya meremang. Ia menggenggam peluit erat-erat, siap meniupnya kapan saja. Â
Kemudian, dari balik rumpun bambu, cahaya kebiruan berpendar. Tari refleks meniup peluitnya tiga kali. Â
Tak lama, Raka dan Dimas muncul dengan napas memburu. Â
Di hadapan mereka, dua belas rumpun bambu raksasa membentuk lingkaran sempurna. Di tengahnya, sebuah kolam kecil berpendar dengan cahaya biru lembut. Airnya berkilau seperti ribuan bintang yang terperangkap dalam genangan. Â
"Kita menemukannya..." bisik Raka tak percaya. Â
Namun sebelum mereka sempat mendekat, angin kembali berhembus kencang. Dari balik bambu, sesosok bayangan tinggi muncul. Matanya merah menyala, wajahnya tertutup kabut hitam. Â