Raka dan Dimas melangkah ke utara, menyusuri jalur kecil di antara pepohonan bambu yang semakin rapat. Langkah mereka bergema pelan di atas daun-daun kering. Â
"Raka..." bisik Dimas tiba-tiba, berhenti di tempat. Â
"Apa?"Â Â
Dimas menelan ludah. "Dengar gak?"Â Â
Raka memasang telinga. Sayup-sayup terdengar suara seorang anak menangis. Â
"Tolong... aku takut..."Â Â
Jantung Raka berdegup kencang. Suara itu terdengar seperti Naya. Tapi tidak mungkin. Naya ada di rumah. Â
Dimas mencengkram lengan Raka. "Jangan dengarkan," bisiknya. "Nenek bilang penjaga hutan bisa meniru suara orang yang kita kenal."Â Â
Tangan Raka gemetar saat ia meniup peluit satu kali. Beberapa detik kemudian, balasan datang dari arah timur---tanda bahwa Tari dan Guntur masih aman. Â
Namun suara tangisan itu tidak berhenti. Justru semakin dekat. Â
"Kita harus pergi," kata Dimas dengan suara serak. Â