Air mata Mar'en mengalir deras mendengar adzan yang dikumandangkan murid-muridnya. Dalam diamnya, ia bersyukur kepada Allah yang telah membukakan mata hatinya. Ia menyadari bahwa kehilangan suaranya bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari sebuah perjalanan baru yang lebih bermakna. Allah telah memberinya cara yang berbeda untuk melayani umat, cara yang bahkan lebih dalam dampaknya dari sekadar menjadi seorang muadzin.
Melalui murid-muridnya, suara adzan yang ia rindukan akan terus berkumandang, membawa pesan tentang kekuatan hati yang melampaui keterbatasan fisik. Mar'en akhirnya memahami bahwa panggilan sejatinya tidak pernah hilang -- ia hanya berubah bentuk, dari suara yang memenuhi langit menjadi cahaya yang menerangi hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H