Semua mengangguk-angguk. Ada logika dalam saran Kak Dayang yang terdengar tidak masuk akal itu.
"Tapi inget ya," Kak Dayang melanjutkan dengan nada serius. "Semua saran saya ini bukan untuk mempertahankan suami yang memang sudah tidak bisa diperbaiki. Kalau sudah keterlaluan, ya tinggalkan saja. Harga diri wanita lebih penting daripada status pernikahan."
"Seperti Bu Lisa ya?" celetuk Bu Yanti.
Bu Lisa tersenyum bangga. Minggu lalu ia resmi bercerai setelah mendapati suaminya menghamili anak buahnya sendiri. "Iya, sudah tiga kali dapat saran dari Kak Dayang, tapi suami tetap tidak berubah. Ya sudah, sekarang saya fokus sama butik saja."
"Yang penting kalian ingat," Kak Dayang bangkit dari kursinya karena ada pelanggan baru masuk, "tidak ada formula yang pas untuk semua masalah. Setiap kasus beda penanganannya. Makanya saya selalu bilang, curhat dulu baru kasih saran."
"Kak Dayang ini harusnya buka praktik konsultasi pernikahan saja," canda Bu Dewi.
"Ah, tidak usah. Begini saja sudah cukup. Lagipula..." Kak Dayang mengedipkan mata, "kopi dan pisang goreng saya kan yang terenak se-kompleks ini."
Mereka tertawa lepas, menggetarkan cangkir-cangkir kopi yang sudah setengah kosong di atas meja. Di warung kopi Kak Dayang, tawa memang selalu bisa menggantikan tangis, seperti awan kelabu yang perlahan berarak digantikan cahaya mentari. Suara tawa yang renyah itu memantul di dinding-dinding krem yang mengelupas, menciptakan melodi yang familiar bagi siapa saja yang pernah singgah di warung ini.
Mungkin itu sebabnya warung ini tidak pernah sepi, bahkan di jam-jam yang tidak lazim untuk minum kopi. Bukan karena kopinya yang enak dengan aroma menguar menggoda, atau pisang gorengnya yang renyah dengan balutan tepung krispy yang sempurna, tapi karena Kak Dayang selalu punya cara untuk membuat masalah berat terasa lebih ringan. Seperti seorang alkemis yang mengubah timah menjadi emas, Kak Dayang bisa mengubah setiap cerita pilu menjadi pelajaran hidup yang berharga, setiap isak tangis menjadi senyum penuh harapan.
Sore itu, seperti sore-sore sebelumnya, warung kopi Kak Dayang kembali dipenuhi tawa. Tawa yang mungkin terdengar aneh bagi orang-orang yang lewat, tapi tawa yang menyimpan sejuta cerita tentang perjuangan para perempuan mempertahankan - atau melepaskan - rumah tangga mereka.
Di balik dapur warung kopinya, Kak Dayang tersenyum. Setidaknya hari ini ia sudah membantu satu perempuan lagi menemukan jalan keluar dari masalahnya. Mungkin ini caranya menebus dosa masa lalu, atau mungkin ini memang