Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Warung Kopi Kak Dayang

15 Desember 2024   15:52 Diperbarui: 15 Desember 2024   15:52 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kopi dan pisang goreng. Sumber foto: justmyhobby.wordpress.com

"Sama seperti suamiku dulu," Kak Dayang tiba-tiba menyahut sambil membawa nampan berisi pesanan. "Tiap ketahuan, tiap janji. Sampai saya bosan menghitung berapa kali dia mengucap janji."

Semua mata tertuju pada Kak Dayang. Meski sudah bertahun-tahun menjadi pelanggan, mereka jarang mendengar Kak Dayang bercerita tentang masa lalunya.

"Memangnya dulu suami Kak Dayang bagaimana?" tanya Bu Lisa penasaran.

Kak Dayang menarik kursi plastik dan bergabung dengan mereka. Warung sedang sepi, jadi ia bisa santai sejenak. "Dulu saya ini selingkuhannya suami orang," ucapnya santai.

"HAH?!" Empat perempuan itu berteriak bersamaan.

"Iya, saya dulu SPG kosmetik. Kenal sama dia karena dia sering beli kosmetik untuk istrinya. Lama-lama jadi dekat. Saya masih muda, lugu, termakan rayuan. Ya begitulah..." Kak Dayang tersenyum getir.

"Terus gimana ceritanya Kak Dayang bisa sadar?" tanya Bu Dewi.

"Suatu hari, istrinya datang ke counter tempat saya kerja. Tidak marah-marah, tidak membuat keributan. Dia cuma bilang, 'Mbak, kalau Mbak memang cinta sama suami saya, tolong jaga dia baik-baik ya. Saya sudah capek.'" 

Kak Dayang menyeruput kopinya sebelum melanjutkan. "Saat itu saya seperti ditampar. Istrinya begitu tegar, begitu dewasa. Sementara saya? Apa yang bisa saya banggakan selain jadi perusak rumah tangga orang?"

"Terus Kak Dayang langsung putus sama suaminya?" tanya Mbak Nining.

"Tidak semudah itu. Tapi kejadian itu membuat saya berpikir. Saya mulai memperhatikan bagaimana dia memperlakukan saya, bagaimana dia selalu punya alasan untuk tidak meninggalkan istrinya. Sampai akhirnya saya sadar, saya hanya dijadikan pelarian."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun