Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Balik Senyuman Ibu Guru

1 Desember 2024   19:53 Diperbarui: 1 Desember 2024   20:06 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: sumsel.kemenag.go.id

"Ibu, boleh saya bantu?" tanya Siti dengan hati-hati, saat melihat Ibu Dinda yang masih terdiam dengan tatapan kosong.

Ibu Dinda terkejut, sejenak matanya yang lelah menatap Siti. "Kamu nggak usah repot-repot, Siti. Cuma sedikit capek saja," jawabnya dengan senyum tipis yang tak sepenuhnya bisa menutupi kelelahan di wajahnya.

Namun, Siti bisa melihat lewat mata Ibu Dinda yang berkaca-kaca. Ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kelelahan fisik. Siti merasa perlu untuk berbicara lebih banyak.

"Begini, Siti," akhirnya Ibu Dinda membuka suara, meski dengan nada yang sedikit patah. "Sebenarnya bukan hanya soal tugas dan pekerjaan yang nggak ada habisnya. Aku juga... aku merasa kelelahan, Siti. Banyak hal yang harus aku tangani, dan kadang aku merasa nggak dihargai. Kamu tahu kan, kalau di rumah aku juga harus mengurus keluarga? Belum lagi masalah administrasi sekolah yang tak ada habisnya. Kadang, rasanya ingin berhenti sejenak, tapi... nggak bisa."

Siti mendengarkan dengan seksama. Ia merasa terenyuh. Ia tahu bahwa Ibu Dinda bukan hanya seorang guru yang mengajar di sekolah, tetapi juga seorang ibu, istri, dan wanita yang menghadapi tekanan kehidupan sehari-hari. Siti merasakan empati yang dalam. Tanpa banyak kata, ia menggenggam tangan Ibu Dinda.

"Kamu tahu, Siti, di sekolah ini aku memang merasa dihargai sebagai guru, tapi banyak hal yang tak bisa aku bagi dengan siapa pun. Kadang, rasanya semua beban itu ada di pundakku. Ketika aku merasa tak mampu mengontrol diri, aku bisa jadi lebih cepat marah atau emosional, padahal itu bukan berarti aku tidak sabar atau nggak peduli. Itu hanya karena aku sudah terlalu lelah, Siti."

Siti mengangguk dengan pelan, matanya menyiratkan rasa pengertian yang mendalam. "Ibu juga manusia, kan? Kalau capek, ya harus istirahat. Semua orang pasti juga butuh waktu buat diri sendiri," ujar Siti dengan lembut.

Ibu Dinda terdiam, dan tatapannya yang tadinya kosong kini mulai tampak lebih hangat. Ada rasa lega yang mulai meresap, meskipun tubuhnya masih lelah. "Terima kasih, Siti. Kamu benar, kadang aku terlalu keras pada diriku sendiri. Mungkin aku lupa bahwa aku juga butuh istirahat, butuh dukungan dari orang lain."

Hari itu, setelah sekolah berakhir, Siti berencana untuk melakukan sesuatu. Ia ingin memberikan dukungan kepada Ibu Dinda dengan cara yang sederhana. Ia tahu, kadang-kadang hal-hal kecil bisa membuat perbedaan besar.

Suatu pagi, seminggu setelah percakapan itu, Siti datang lebih awal ke sekolah. Ia membawa sebungkus nasi goreng hangat yang masih beruap, hasil dari sarapan paginya. Tanpa banyak bicara, Siti meletakkan nasi goreng itu di meja Ibu Dinda.

"Ibu, sarapan dulu ya. Aku lihat Ibu pasti belum sempat sarapan kan?" kata Siti dengan senyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun