Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jejak Masa Lalu

24 November 2024   12:38 Diperbarui: 24 November 2024   12:39 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tumpukan album lama. Sumber foto: freepik

Dia berhenti pada sebuah foto yang menampilkan sekelompok anak dengan berbagai usia, berdiri di depan gedung. Di tengah mereka, seorang wanita paruh baya tersenyum lembut.

"Ini Ibu Kartini, pengasuh utama panti asuhan ini," jari Bu Aminah menunjuk sosok wanita itu. Suaranya sedikit bergetar. "Beliau mengabdikan seluruh hidupnya untuk anak-anak di sini."

Reza yang sejak tadi diam mulai menangkap sesuatu. "Bu Aminah... Ibu sepertinya sangat mengenal tempat ini..."

Senyum Bu Aminah melembut. Matanya berkaca-kaca saat menatap foto itu lebih lama. "Karena saya salah satu dari mereka," jawabnya pelan. "Saya dibesarkan di panti asuhan ini."

Pengakuan itu membuat kelima siswa terdiam. Bu Aminah, kepala sekolah mereka yang selalu tampil berwibawa dan dihormati seluruh warga sekolah, ternyata memiliki masa lalu yang tidak pernah mereka duga.

 "Saya dibawa ke sini saat usia empat tahun," lanjutnya sambil memejamkan mata, seolah bayangan masa lalu itu kembali terhampar jelas di depannya. "Saya masih ingat hari itu -- hujan deras di luar, dan saya menggigil dalam balutan selimut tipis. Seorang polisi wanita menggendong saya, setelah menemukan saya terlantar di stasiun kereta. Tidak ada yang tahu siapa orangtua saya, atau dari mana saya berasal."

Bu Aminah menarik napas panjang, tangannya tanpa sadar mengusap permukaan foto yang sudah menguning itu. "Tapi Ibu Kartini... beliau tidak pernah memperlakukan saya seperti anak terlantar. Masih terekam jelas dalam ingatan saya, bagaimana di malam pertama itu, beliau duduk di tepi tempat tidur saya, mengusap kepala saya dengan lembut sambil menyanyikan lagu nina bobo. 'Mulai hari ini, ini rumahmu, Aminah kecil,' begitu katanya."

Matanya mulai berkaca-kaca. "Setiap pagi, beliau akan membangunkan kami satu per satu, memastikan kami sarapan sebelum berangkat sekolah. Di malam hari, beliau selalu menyempatkan diri mendengarkan cerita kami tentang apa saja yang terjadi di sekolah. Ketika saya sakit, beliau yang merawat dengan telaten. Saat nilai-nilai saya bagus, beliau yang pertama kali memeluk dan mengucapkan selamat."

"Ibu Kartini dan panti asuhan ini memberikan saya tidak hanya tempat berteduh, tapi juga pendidikan dan kasih sayang yang mengubah hidup saya. Beliau mengajari kami bahwa keterbatasan bukan alasan untuk tidak bermimpi. Setiap malam minggu, kami duduk melingkar di ruang tengah, dan beliau akan bertanya satu per satu tentang cita-cita kami. 'Anak-anakku semua bisa jadi apa saja,' begitu beliau selalu bilang, 'asalkan mau berusaha dan tidak pernah menyerah.'"

"Saya ingat di ulang tahun saya yang kesepuluh, ketika anak-anak lain mendapat hadiah mainan atau baju baru, Ibu Kartini memberikan saya sebuah buku cerita dan kacamata baca. Beliau tahu mata saya mulai bermasalah karena terlalu sering membaca dengan cahaya temaram. 'Aminah,' kata beliau waktu itu, 'Ibu tidak bisa memberimu harta, tapi Ibu bisa memberimu alat untuk mendapatkan harta yang lebih berharga -- ilmu.'"

Suara Bu Aminah sedikit bergetar saat melanjutkan. "Dan beliau benar. Berkat dorongan dan dukungannya, saya bisa masuk SMP negeri terbaik di kota ini dengan beasiswa. Lalu SMK, hingga akhirnya kuliah di fakultas pendidikan. Setiap pencapaian kecil saya, beliau rayakan seolah itu adalah prestasi terbesar di dunia. Dan setiap kali saya jatuh atau hampir menyerah, pelukan hangatnya selalu menjadi tempat pulang yang menenangkan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun