Kurangnya penekanan pada aspek ini dalam kurikulum dan proses pembelajaran menyebabkan sebagian mahasiswa mengabaikan pentingnya menghormati martabat manusia dan memilih jalan kekerasan sebagai solusi. Padahal, sebagai calon aparat negara, mereka seharusnya menjadi pelopor dalam menegakkan hak asasi manusia dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Ketiga, lemahnya pengawasan dan tindakan tegas dari pihak lembaga pendidikan terhadap pelanggaran yang terjadi. Meskipun peraturan dan sanksi telah ditetapkan, namun apabila tidak diimplementasikan dengan konsisten, maka potensi terjadinya tindak kekerasan akan terus berlanjut.Â
Pihak lembaga seharusnya bertindak tegas tanpa pandang bulu terhadap pelaku kekerasan, tanpa membedakan apakah mereka adalah mahasiswa senior atau junior.Â
Kurangnya konsistensi dalam menerapkan peraturan dan memberikan sanksi yang sepadan dengan pelanggaran yang dilakukan memberi kesan bahwa lembaga pendidikan kedinasan masih mentolerir praktik kekerasan tersebut. Hal ini tentu saja memberi ruang bagi terciptanya lingkungan yang tidak aman dan membiarkan budaya kekerasan terus berkembang.
Keempat, kurangnya pendidikan karakter dan penekanan pada nilai-nilai kemanusiaan dalam kurikulum lembaga pendidikan kedinasan. Fokus yang terlalu besar pada aspek fisik dan kemampuan teknis seringkali mengabaikan pentingnya pembentukan karakter yang kuat dan penghargaan terhadap martabat manusia.
Pendidikan karakter yang menekankan empati, toleransi, dan penyelesaian konflik secara damai harus menjadi prioritas utama dalam kurikulum tersebut. Tanpa adanya pondasi karakter yang kokoh, para mahasiswa rentan terjerumus dalam tindakan kekerasan dan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.Â
Lembaga pendidikan kedinasan harus memastikan bahwa kurikulum yang diberikan tidak hanya menghasilkan lulusan yang kompeten secara teknis, tetapi juga memiliki integritas moral dan menghargai hak asasi manusia.
Terakhir, kurangnya keterlibatan dan partisipasi mahasiswa dalam menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan. Para mahasiswa seharusnya dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan pencegahan tindak kekerasan.Â
Dengan demikian, mereka akan merasa memiliki tanggung jawab dan komitmen yang lebih besar dalam mewujudkan lingkungan pendidikan yang kondusif dan bebas dari kekerasan.Â
Selain itu, keterlibatan mahasiswa juga dapat memberikan perspektif yang lebih dekat dengan realita yang mereka hadapi, sehingga kebijakan yang dihasilkan akan lebih relevan dan efektif.Â
Kurangnya partisipasi mahasiswa dalam proses ini dapat menyebabkan kebijakan yang dibuat menjadi kurang sesuai dengan kebutuhan dan tidak mendapat dukungan penuh dari mahasiswa itu sendiri.