Mengapa perihal perenggangan shaf salat ini timbul perbedaan? Apakah merapatkan shaf itu wajib ataukah sunah? Andaikan wajib, apakah adanya wabah menjadi uzur untuk menggugurkan perkara yang wajib? Ulama yang membolehkan salat dengan shaf renggang di masa wabah, mereka berpegang pada pendapat jumhur ulama bahwa merapatkan shaf tidaklah wajib. Atau, andaikan wajib maka kewajiban ini gugur dengan adanya uzur berupa kondisi wabah. Sedangkan ulama yang melarang salat dengan shaf renggang berpegang pada pendapat bahwa merapatkan shaf hukumnya wajib. Dan adanya wabah tidak menggugurkan kewajiban ini.Â
Bang Harli dan Pak Zudi tergolong orang yang beranggapan bahwa menempelkan kaki saat salat jamaah pada kaki jamaah lain, tergolong sunah/dituntunkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, atau dalam kacamata hukum fikih, hukumnya wajib. Padahal ini kesimpulan yang kurang tepat. Kesimpulan ini berpijak pada pernyataan sahabat Nu'man bin Basyir radhiyallahu anhu yang berbunyi, 'Lantas aku melihat orang-orang (para sahabat Nabi) menempelkan pundak ke pundak temannya serta mata kaki ke mata kaki temannya'. Pemahaman yang benar terhadap pernyataan sahabat Nu'man bin Basyir di atas adalah, riwayat ini tidak tegas menyatakan perintah menempelkan kaki. Kandungan pesannya adalah pesan berita, yang disampaikan bukan dari Nabi shallallahu'alaihi wasallam, namun dari cerita sahabat. Sehingga, menempelkan kaki di barisan shaf, hukum yang tepat bukan wajib, tapi sunah.Â
Kemudian, anjuran menempelkan kaki ini, bukan ibadah yang berdiri sendiri. Namun tindakan itu dianjurkan karena membantu terwujudnya ibadah inti berupa meluruskan shaf. Jadi tujuan para sahabat menempelkan kaki, adalah sekadar untuk meluruskan shaf. Adapun bila shaf sudah lurus, tanpa harus dengan menempelkan kaki, maka itu sudah cukup. Karena tujuan telah tercapai. Tidak harus dengan menempelkan kaki apalagi berlebihan dalam hal ini. Yang terpenting adalah shafnya lurus.Â
Setelah kita tahu bahwa menempelkan kaki di barisan shaf salat hukumnya sunah, maka meninggalkan amalan sunah demi terlaksana ibadah yang wajib, adalah suatu tindakan yang dibenarkan oleh Islam. Menempelkan kaki hukumnya sunah. Sementara mencegah bahaya berupa tersebarnya virus Corona hukumnya wajib. Syariat kita mengizinkan meninggalkan amalan yang sunah demi terwujudnya amal wajib. Sebagaimana Nabi pernah melarang orang yang mengerjakan salat sunah saat ikamah sudah dikumandangkan. Tentu saja semua pemahaman ini aku dapat setelah membaca banyak ulasan para ulama seputar hal merenggangkan shaf salat berjamaah.
***
Maghrib ini, salat kami diimami Pak Haji Suman. Setelah salam, seperti biasa saya langsung zikir, dan selepas itu langsung bangkit dari duduk untuk pulang dan salat sunah di rumah. Baru saja aku mau keluar dari barisan shaf paling depan, pandangan mataku bertabrakan dengan pandangan Bang Harli.Â
"Alhamdulillah ....", ucapku seketika.
"Ada apa bang?", tanya Bang Harli kepadaku.
"Ah... nggak apa-apa, sudah lama nggak jumpa Bang Harli saja", jawabku.
Sejak sore itu, aku selalu melihat Bang Harli dan Pak Zudi salat berjamaah di masjid kampung Teratai. Aku berharap kerukunan ini terus terjaga. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, hanya karena izin-Nya jualah semua peristiwa ini dapat terjadi. Semoga masing-masing jamaah dapat mengambil hikmah di balik peristiwa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H