Mohon tunggu...
syahmardi yacob
syahmardi yacob Mohon Tunggu... Dosen - Guru Besar Manajemen Pemasaran Universitas Jambi

Prof. Dr. Syahmardi Yacob, Guru Besar Manajemen Pemasaran di Universitas Jambi, memiliki passion yang mendalam dalam dunia akademik dan penelitian, khususnya di bidang strategi pemasaran, pemasaran pariwisata, pemasaran ritel, politik pemasaran, serta pemasaran di sektor pendidikan tinggi. Selain itu, beliau juga seorang penulis aktif yang tertarik menyajikan wawasan pemasaran strategis melalui tulisan beberapa media online di grup jawa pos Kepribadian beliau yang penuh semangat dan dedikasi tercermin dalam hobinya yang beragam, seperti menulis, membaca, dan bermain tenis. Menulis menjadi sarana untuk menyampaikan ide-ide segar dan relevan di dunia pemasaran, baik dari perspektif teoritis maupun aplikatif. Gaya beliau yang fokus, informatif, dan tajam dalam menganalisis isu-isu pemasaran menjadikan tulisannya memiliki nilai tambah yang kuat, khususnya dalam memberikan pencerahan dan solusi praktis di ranah pemasaran Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Menelisik Aplikasi Coretax: Benarkah Mampu Meraup 1.500 Triliun Rupiah?

16 Januari 2025   14:47 Diperbarui: 17 Januari 2025   07:44 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
coretaxdjp.pajak.go.id

Selain itu, edukasi dan sosialisasi menjadi aspek yang tak kalah penting. Implementasi Coretax memerlukan pemahaman yang baik dari semua pihak, termasuk wajib pajak individu, pelaku usaha, hingga aparatur perpajakan. Dalam konteks Indonesia, di mana tingkat literasi digital masih beragam, edukasi menjadi tantangan tersendiri. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika (2023), hanya sekitar 20% masyarakat Indonesia yang memiliki kemampuan literasi digital tingkat lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak wajib pajak, terutama pelaku UMKM dan sektor informal, yang mungkin kesulitan untuk beradaptasi dengan sistem baru. Pemerintah perlu menyelenggarakan program edukasi dan pelatihan intensif yang menyasar kelompok-kelompok ini agar Coretax dapat diterapkan secara efektif.

Namun, salah satu tantangan terbesar dalam mencapai target 1.500 triliun rupiah adalah kesiapan infrastruktur teknologi. Coretax sangat bergantung pada ketersediaan internet yang stabil untuk mengelola data dan pelaporan secara real-time. Di Indonesia, kesenjangan infrastruktur teknologi antara daerah perkotaan dan pedesaan masih menjadi masalah serius. Berdasarkan laporan Speedtest Global Index (2024), kecepatan internet di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Di banyak daerah terpencil, koneksi internet bahkan tidak tersedia sama sekali, yang dapat menghambat penerapan Coretax secara merata. Pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur telekomunikasi untuk memastikan semua wajib pajak dapat mengakses sistem ini.

Melihat kompleksitas tantangan yang ada, pencapaian target 1.500 triliun rupiah memang mungkin, tetapi membutuhkan upaya luar biasa dari berbagai pihak. Pemerintah harus memastikan bahwa Coretax bukan hanya sebuah inovasi teknologi, tetapi juga bagian dari reformasi perpajakan yang menyeluruh. Reformasi ini harus mencakup penyederhanaan regulasi, penguatan pengawasan, edukasi intensif, serta penyediaan infrastruktur yang memadai.

Target ini juga harus dipandang sebagai pendorong semangat untuk membangun sistem perpajakan yang lebih modern, inklusif, dan adil. Jika pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dapat bersinergi, tidak hanya angka 1.500 triliun rupiah yang dapat dicapai, tetapi juga transformasi fundamental dalam sistem perpajakan Indonesia yang lebih transparan, efisien, dan terpercaya. Dengan begitu, Coretax bukan sekadar alat teknologi, tetapi simbol dari era baru reformasi perpajakan yang membawa manfaat nyata bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kesimpulan

Apakah Coretax benar-benar mampu mencapai target penerimaan pajak sebesar 1.500 triliun rupiah? Jawaban atas pertanyaan ini sangat bergantung pada bagaimana Indonesia mengelola dan memanfaatkan berbagai elemen pendukung yang ada. Coretax menawarkan potensi besar untuk mentransformasi sistem perpajakan dengan menghadirkan efisiensi, transparansi, dan pengawasan berbasis teknologi modern. Namun, realisasi potensi ini bergantung pada kesiapan infrastruktur digital, tingkat kepatuhan wajib pajak, serta efektivitas pengawasan dan implementasi di lapangan.

Transformasi besar yang dijanjikan oleh Coretax tidak cukup hanya mengandalkan kecanggihan teknologi. Tanpa dukungan infrastruktur yang memadai, terutama di daerah terpencil, kehandalan sistem ini akan sulit dirasakan secara merata. Demikian pula, teknologi seperti big data dan kecerdasan buatan hanya akan efektif jika didukung dengan data yang berkualitas dan komprehensif. Dalam konteks Indonesia, di mana data ekonomi informal masih banyak yang belum terintegrasi, upaya serius harus dilakukan untuk meningkatkan dokumentasi dan pengelolaan data.

Tingkat kepatuhan wajib pajak juga menjadi faktor kunci dalam menentukan keberhasilan Coretax. Dengan tingkat kepatuhan formal yang saat ini hanya mencapai 72%, ada ruang besar untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui kebijakan yang mendorong kepatuhan, seperti insentif bagi wajib pajak patuh dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggar. Namun, kepatuhan tidak hanya soal penegakan, melainkan juga tentang membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan. Coretax memiliki peluang untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, yang pada akhirnya dapat memperbaiki citra dan kepercayaan publik terhadap institusi perpajakan.

Implementasi Coretax juga membutuhkan edukasi dan sosialisasi yang masif. Sebagai sistem yang kompleks, Coretax memerlukan pemahaman yang baik dari semua pihak, terutama wajib pajak dari kalangan UMKM dan sektor informal. Tanpa edukasi yang memadai, banyak pelaku usaha mungkin kesulitan untuk beradaptasi dengan sistem baru ini, yang berisiko menurunkan kepatuhan dan efektivitas sistem.

Target 1.500 triliun rupiah adalah angka ambisius yang mencerminkan semangat untuk mereformasi sistem perpajakan Indonesia. Meskipun terlihat menantang, pencapaian angka tersebut bukanlah hal yang mustahil jika pemerintah mampu memastikan sinergi antara teknologi, regulasi, dan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan. Coretax hanya akan menjadi alat yang efektif jika didukung oleh komitmen politik, pengawasan yang ketat, dan partisipasi aktif dari masyarakat dan dunia usaha.

Tanpa upaya yang terkoordinasi, target ini berisiko menjadi sekadar mimpi di atas kertas. Namun, dengan persiapan yang matang, pembangunan infrastruktur yang memadai, serta reformasi kebijakan yang inklusif dan berorientasi pada keadilan, Coretax dapat menjadi simbol dari era baru perpajakan Indonesia—sebuah sistem yang modern, transparan, dan mampu mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun