Mohon tunggu...
syahmardi yacob
syahmardi yacob Mohon Tunggu... Dosen - Guru Besar Manajemen Pemasaran Universitas Jambi

Prof. Dr. Syahmardi Yacob, Guru Besar Manajemen Pemasaran di Universitas Jambi, memiliki passion yang mendalam dalam dunia akademik dan penelitian, khususnya di bidang strategi pemasaran, pemasaran pariwisata, pemasaran ritel, politik pemasaran, serta pemasaran di sektor pendidikan tinggi. Selain itu, beliau juga seorang penulis aktif yang tertarik menyajikan wawasan pemasaran strategis melalui tulisan beberapa media online di grup jawa pos Kepribadian beliau yang penuh semangat dan dedikasi tercermin dalam hobinya yang beragam, seperti menulis, membaca, dan bermain tenis. Menulis menjadi sarana untuk menyampaikan ide-ide segar dan relevan di dunia pemasaran, baik dari perspektif teoritis maupun aplikatif. Gaya beliau yang fokus, informatif, dan tajam dalam menganalisis isu-isu pemasaran menjadikan tulisannya memiliki nilai tambah yang kuat, khususnya dalam memberikan pencerahan dan solusi praktis di ranah pemasaran Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Menelisik Aplikasi Coretax: Benarkah Mampu Meraup 1.500 Triliun Rupiah?

16 Januari 2025   14:47 Diperbarui: 17 Januari 2025   07:44 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
coretaxdjp.pajak.go.id

Sistem ini tidak hanya mempercepat proses administratif, tetapi juga memberikan kemampuan analitik yang lebih canggih untuk mendukung pengambilan keputusan strategis dalam kebijakan perpajakan.

Salah satu fitur utama Coretax adalah pemanfaatan teknologi berbasis data besar (big data) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Dengan teknologi ini, Coretax mampu menganalisis data dalam jumlah besar dari berbagai sumber secara otomatis dan sistematis.

Teknologi big data memungkinkan pemerintah untuk mengidentifikasi pola perilaku wajib pajak, memetakan sektor-sektor ekonomi yang selama ini kurang tergarap, serta mendeteksi potensi kebocoran pajak.

Sebagai contoh, dengan mengintegrasikan data dari perbankan, transaksi e-commerce, dan catatan kependudukan, Coretax dapat mengenali wajib pajak yang belum melaporkan pendapatannya secara benar.

Kecerdasan buatan, di sisi lain, membantu meningkatkan efisiensi dalam proses pengawasan dan penegakan hukum. Teknologi ini memungkinkan sistem untuk mendeteksi anomali dalam pelaporan pajak, memprediksi risiko penghindaran pajak, dan memberikan rekomendasi tindak lanjut kepada petugas pajak.

Misalnya, jika ada wajib pajak yang secara konsisten melaporkan pendapatan jauh di bawah rata-rata industri, Coretax dapat menandai kasus tersebut sebagai prioritas untuk diaudit.

Dengan demikian, sumber daya manusia di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat dialokasikan secara lebih efektif untuk menangani kasus-kasus yang berpotensi besar.

Pemerintah menaruh harapan besar pada Coretax untuk mengatasi berbagai tantangan yang selama ini menghambat optimalisasi penerimaan pajak. Salah satu momok utama dalam pengelolaan pajak di Indonesia adalah rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan data dari DJP, pada tahun 2023, tingkat kepatuhan formal wajib pajak hanya mencapai 72%.

Hal ini menunjukkan bahwa hampir 30% dari wajib pajak yang terdaftar tidak memenuhi kewajiban mereka sesuai peraturan yang berlaku. Selain itu, sektor informal yang mendominasi perekonomian Indonesia sering kali berada di luar jangkauan sistem perpajakan formal.

Melalui Coretax, pemerintah berharap dapat memperluas basis pajak dengan lebih baik, termasuk menjangkau pelaku usaha di sektor informal. Dengan integrasi data lintas sektor dan kemampuan analisis yang lebih tajam, Coretax dapat membantu mengidentifikasi wajib pajak potensial yang sebelumnya tidak terdata.

Sebagai ilustrasi, data dari International Monetary Fund (IMF) menunjukkan bahwa penerapan teknologi digital di administrasi perpajakan di negara-negara berkembang mampu meningkatkan basis pajak hingga 15% dalam lima tahun pertama. Jika tren serupa diterapkan di Indonesia, maka potensi tambahan penerimaan negara dari basis pajak baru akan sangat signifikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun