Mohon tunggu...
Syahla Nur fitri
Syahla Nur fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswi UIN JAKARTA JURUSAN JURNALISTIK

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Akhlak Muslim

15 Oktober 2023   17:36 Diperbarui: 15 Oktober 2023   17:38 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan Akhlak Muslim

Di dalam Al-Qur'an dan sunah, dikenal beberapa istilah yang berarti pen- didikan, seperti tarbiah (pendidikan), taklim (pengajaran), tadib (pendidikan budi pekerti), tahzib (pendidikan akhlak), dan tazkiyat (penyucian). Secara umum, kelima istilah tersebut mengandung arti pendidikan, tetapi masing- masing istilah memiliki makna dan nuansa tersendiri.

Tarbiah, menurut Al-Raghib al-Isfahani, secara etimologi berarti ilmu tentang asal-usul kata, berasal dari rabwah, ribwah, rubwah, ribawah, atau rabawah yang berarti bertambah, tumbuh, bukit, atau dataran tinggi.tarbiyah secara bahasa terbentuk dari kata kerja raba-yarba yang berarti bertambah dan berkembang. Demikian pula dari kata kerja raba-yarbu terbentuklah kata kerja rabba-yurabbi yang melahirkan kata tar biyah yang berarti tumbuh kembang. Dengan demikian, kosakata tarbiyah secara bahasa mengandung arti seputar makna tumbuh, berkembang, dan bertambah.

Berdasarkan penjelasan kebahasaan tersebut, dapat dirumuskan bahwa mendidik berarti menumbuhkembangkan potensi peserta didik agar bertambah matang, dewasa, dan fungsional guna mencapai derajat yang tinggi. Sementara itu, tarbiah dapat dirumuskan sebagai upaya sadar yang dilakukan setiap muslim untuk menumbuhkembangkan berbagai potensi manusia guna mewujudkan ubudiyah, yakni kehambaan manusia kepada Allah. Tujuan akhir pendidikan Islam adalah menyadarkan setiap orang bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang memelihara, membimbing, dan menumbuhkan manusia selain Allah. Kesadaran ini menguatkan setiap orang untuk menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah yang dibuktikan dengan kesadaran ber- ibadah kepada Allah sehingga salat itu tidak hanya diyakini sebagai beban kewajiban yang memberatkan, tetapi dirasakan sebagai kebutuhan hamba untuk curhat dengan-Nya, bahkan menjadi sesuatu yang paling dirindukan.

PROSES PENDIDIKAN AKHLAK

Proses pendidikan akhlak tidak bisa dipisahkan dari proses pendidikan agama secara keseluruhan, bahkan dari proses pendidikan secara umum. Proses pendidikan secara umum tercermin pada pesan dan narasi yang tersurat dan tersirat pada ayat Al-Qur'an berikut:

78

Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur

Proses pendidikan akhlak dalam lingkungan keluarga bersifat natural karena berlangsung alamiah dan bersifat autentik, seperti air yang meresap ke dalam lapisan-lapisan tanah, sehingga nilai-nilai akhlak itu terserap ke dalam ranah kognitif, muncul dalam ranah konatif, meresap ke dalam ranah afektif, dan aktual pada ranah motorik. Selain bersifat natural dan autentik, Proses pendidikan akhlak dalam lingkungan keluarga juga bersifat universal dan primordial. Disebut universal karena proses pendidikan akhlak tersebut berlangsung pada seluruh lingkungan sosial, yakni apa pun agama, budaya, dan bahasanya. Adapun disebut primordial karena proses pendidikan akhlak merupakan akar pembentukan kepribadian dan karakter manusia. Selain itu, disebut primordial juga karena merupakan budaya asal dan asli yang dialami setiap individu dalam berbagai lingkungan sosial.Singkatnya, proses pendidikan akhlak dalam keluarga terjadi secara natural, autentik, universal, dan primordial.

Teori Pendidikan Akhlak dalam Keluarga Pendidikan akhlak dalam keluarga dibangun di atas tiga teori. Pertama, teori naturalisme yang menyatakan bahwa seorang anak menjadi pribadi yang baik atau pribadi yang bermasalah ditentukan oleh faktor pembawaan sejak lahir sehingga lingkungan keluarga tidak menentukan baik buruknya kepribadian anak. Kedua, teori empirisme yang menyatakan bahwa seorang anak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baik atau pribadi yang bermasalah ditentukan oleh faktor lingkungan keluarga. Ketiga, teori konvergensi yang menyatakan bahwa anak memiliki potensi untuk menjadi pribadi yang bermasalah berdasarkan faktor genetika, hereditas atau keturunan, dan pendidikan sebelum dilahirkan yang dibawa sejak lahir. Namun, faktor pembawaan ini bersifat potensial. Teori konvergensi juga mengakui bahwa ketika dilahirkan, anak berada dalam keadaan yang tidak mengetahui sesuatu pun. John Locke menyebut keadaan ini dengan teori tabularasi yang menyatakan bahwa jiwa anak seperti sehelai kain putih bersih. Interaksi anak dengan lingkungan keluarga menentukan warna, corak, dan goresan pada kain putih.

Metode Pendidikan Akhlak dalam Keluarga

 Berdasarkan teori pendidikan akhlak yang dijelaskan sebelumnya, berikut ini penjelasan mengenai metode-metode pendidikan akhlak dalam keluarga.

a.Metode konfirmasi. Metode ini bertitik tolak dari pandangan bahwa orang tua dalam keluarga merupakan pendidik pertama dan utama dalam menanamkan akhlak muslim kepada anak. Kewajiban pertama dan utama keluarga adalah menanamkan akhlak kepada anak bahwa Allah adalah Tuhan yang menciptakan, menumbuhkembangkan, mem bimbing, dan menyayangi manusia dengan kasih sayang yang tiada ter hingga, serta mengarahkan manusia menjadi khalifah Allah di muka bumi yang bertanggung jawab memakmurkan bumi untuk kesejahteraan manusia. Tidak ada Tuhan selain Allah dikonfirmasi sejak

Bayi lahir ke dunia.

Dengan membacakan azan dan ikamah yang di dalamnya terdapat kalimat tauhid. Dengan menyimak kalimat tauhid ketika azan dan ikamah dibacakan, maka terjadi konfirmasi terhadap kesadaran tauhid yang tersimpan di alam bawah sadar bayi sehingga kesadaran tauhid ini teraktualkan dengan baik dan benar. Anak-anak terus dikonfirmasi dengan pendidikan tauhid melalui kisah para nabi, cerita, dan pengamatan gambar dan wisata alam sehingga mereka tumbuh kembang menjadi pribadi yang meyakini tidak ada Tuhan selain Allah, menyadari bahwa dirinya merupakan hamba Allah, kemudian tergerak hatinya untuk sujud hanya kepada Allah.

b.Metode uswatun hasanah atau teladan yang baik. Metode ini bertitik tolak dari pandangan bahwa orang tua merupakan figur yang menginspi- rasi kehidupan anak secara menyeluruh, baik kehidupan intelek, emosi. Spiritual, pribadi, maupun kehidupan sosial. Tugas kepala keluarga dapat dirumuskan pada lima bidang, yaitu 1) mencari nafkah yang halal. 2) mendidik dan melindungi anak dalam hal fisik: 3) mendidikan dan melindungi anak dalam hal akidah dan akhlak: 4) menjadi teladan bagi anak-anak; dan 5) menjadi narahubung keluarga dalam interaksi sosial dengan masyarakat. Metode uswatun-hasanah bisa diwujudkan dengan beberapa langkah. Pertama, ayah dan ibu menyiapkan diri menjadi. Calon orang tua yang baik bagi anak-anak mereka jauh sebelum mereka lahir, bahkan sebelum memasuki kehidupan perkawinan. Kedua, ayah dan ibu hendaknya mewujudkan sikap, perilaku, dan kebiasaan baik yang diharapkan melekat pada jiwa anak-anak tersebut terlebih dahulu pada kehidupan mereka sehingga anak-anak tidak hanya mendengar kebiasaan baik tersebut, tetapi juga melihatnya. Ketiga, metode uswatun hasanah dalam pendidikan akhlak di lingkungan keluarga hanya bisa efektif apabila ayah dan ibu memperlihatkan sikap, perilaku, dan kebiasaan baik tersebut kepada anak-anak secara alamiah, autentik, konsisten, dan berkesinambungan sehingga mereka benar-benar hormat dan menjadi- kan mereka uswah dalam kehidupan mereka yang akan dikenangnya sepanjang hayat.

c.Metode cerita. Metode ini bertitik tolak dari pandangan bahwa anak- anak lebih senang mendengar cerita yang menarik perhatian mereka, membangkitkan rasa ingin tahu yang mendalam, dan merangsang daya

Imajinasi yang sesuai dengan kehidupan mereka.

d.Metode literasi. Metode ini bertitik tolak dari pandangan bahwa pendidikan dasar yang baik itu harus dimulai dengan memperkenalkan aksara kepada anak-anak sehingga mereka merasa akrab dengan aksara yang disus menjadi kata dan kalimat. Metode literasi adalah upaya menumbuhka minat baca kepada anak-anak sedini mungkin. Metode literasi dalam pe didikan akhlak dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama, dimula dengan memperkenalkan cerita bergambar, ensiklopedi flora dan fa ensiklopedi Islam untuk anak-anak yang berisi riwayat hidup pan ilmuwan, penemu sains dan teknologi, dan para pejuang muslim kepada anak-anak.

PENDIDIKAN AKHLAK DI SEKOLAH

Keberhasilan pendidikan akhlak di sekolah umum ditentukan oleh banyak faktor, seperti kualitas guru agama dan kualitas kurikulum pendidikan agama, baik yang tersurat dan maupun yang tersirat pada semua atmosfir lingkungan sekolah dan resapan pendidikan akhlak pada semua bidang studi. Singkatnya. Keberhasilan pendidikan akhlak di sekolah umum ditentukan oleh beberapa hal berikut.

1.Kualitas guru agama.

Guru agama tidak hanya mengajarkan agama, tetapi juga mendidik agama dan pengamalan beragama yang terpadu kepada peserta didik sehingga dapat menjadi orang beragama, memahami agama dan taat beragama. Guru agama dituntut menjadi uswatun-hasanah bagi peserta didik, sesama pendidik, dan tenaga kependidikan dan pustakawan sekolah sekaligus menjadi role model dalam penghayatan dan pengamalan akhlak Islam dalam kehidupan pribadi dan sosial.

2. Kurikulum pendidikan agama. Kurikulum pendidikan agama merupa- kan perencanan tertulis tentang a) materi pendidikan agama; b) proses pendidikan agama; c) sikap, wawasan, dan pengamalan agama peserta didik; d) tujuan pendidikan agama; e) indikator keberhasilan pendidikan agama; dan f) strategi penyampaian dan evaluasi proses pendidikan agama. Kurikulum pendidikan agama yang berkualitas, jika dipercayakan kepada guru berkualitas, akan memiliki integritas dan mendidik dengan ikhlas sehingga menentukan keberhasilan pendidikan akhlak di sekolah.

3.Kurikulum tersirat.

 Kurikulum terbagi dua, kurikulum tersurat dan kuri- kulum tersirat. Kurikulum pendidikan akhlak tertulis hanya diberikan seminggu satu kali dalam bidang studi Pendidikan Agama, sedangkan kurikulum pendidikan akhlak tersirat berlangsung setiap waktu di kantin sekolah, masjid, perpustakaan, lapangan basket, mobil jemputan, bahkan di dalam ponsel peserta didik. Kurikulum tersirat (hidden curriculum) lebih mengalir, autentik, alamiah, mudah, praktis, dan bersifat informal sehingga lebih efektif dalam memengaruhi peserta didik dibandingkan dengan kurikulum tertulis. Supir jemputan yang setiap hari memperlihatkan gambar-gambar tidak senonoh kepada anak-anak usia sekolah dasar lebih efektif memengaruhi jiwa anak dibandingkan guru agama. Dengan demikian, pendidikan akhlak di sekolah akan berhasil jika pihak sekolah mampu memadukan pendidikan akhlak di dalam kelas dengan budaya lingkungan sekolah yang menopang pendidikan akhlak.

4.Pendidikan akhlak dalam resapan bidang-bidang studi.

Muatan pendidikan akhlak bersifat fleksibel. Tidak hanya tertuang dalam bidang studi Pendidikan Agama, tetapi juga meresap ke dalam pori-pori seluruh bidang studi. Dengan demikian, pihak sekolah harus berusaha mengintegrasikan pendidikan akhlak dengan semua bidang studi sehingga para guru pengampu bidang studi umum bisa menyisipkan nilai-nilai akhlak pada bidang studi masing-masing, baik berhubungan dengan akhlak kepada Allah, sesama manusia, maupun akhlak terhadap alam dan lingkungan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun