Dari kutipan di atas, tokoh Wati digambarkan sebagai seseorang yang pasrah. Sikap Wati yang tidak menolak keputusan ayahnya, mencerminkan sebagai perempuan yang pasrah.
Kisah dalam cerita ini menggambarkan ketidakharmonisan hubungan saudara kembar ini. Keidakharmonisan ini terjadi karena persaingan untuk merebut hati seorang wanita bernama Wati. Namun, tidak seluruhnya dalam cerita ini menggambarkan ketidakharmonisan antara saudara kembar ini. Dalam hati mereka masih terselip kasih sayang antara keduanya. Hal ini tampak dalam kutipan berikut.
"Dia bertatapan dengan Nain yang sudah kapten yang menang perang, dihadapan Wati. Sebentar, ya sebentar saja mereka sama terpukau saling memandang, lalu mereka berangkulan sebagai dua orang saudara."
Konflik cinta segitiga antara ketiganya tidak berakhir sampai disitu saja. Setelah menikah dan mempunyai anak, Wati dan Nian berselingkuh dibelakang Nuan. Sebenarnya Nuan sudah curiga ada main diantara Nian dan Wati. Hati Nuan terluka dan ia marah sekali hingga menimbulkan dendam yang tidak terhapuskan. Nuan sangat marah tetapi tidak bisa berbuat apa-apa karena ia adalah seorang prajurit yang kalah perang. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
"Khianat. Semua khianat," teriak Nuan berulang-ulang.
Cerita ini ditutup dengan percakapan antara Si Dali dan Nuan yang merupakan tokoh utama. Meskipun waktu sudah berlalu, tetapi tidak bisa menghapus kenangan yang ada di masa lalu. Hal ini tampak pada kutipan tersebut.
"Sudah lama sekali ya, kita tidak bertemu?" Kata seseorang setelah sama menopang dagu ke pagar geladak kapal sambal memandang gelombang laut lepas.
"Ya, sudah laama sekali."
"Tiba-tiba saja kita telah menjadi tua."
"Meski begitu, kita tidak sepenuhnya lupa."
"Memang."