Mohon tunggu...
Syahla Nur A
Syahla Nur A Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya adalah membaca, menulis dan mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cinta Segitiga dalam Cerpen "Penumpang Kelas Tiga"

21 Desember 2023   12:00 Diperbarui: 21 Desember 2023   12:19 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dari kutipan di atas, tokoh Wati digambarkan sebagai seseorang yang pasrah. Sikap Wati yang tidak menolak keputusan ayahnya, mencerminkan sebagai perempuan yang pasrah.

Kisah dalam cerita ini menggambarkan ketidakharmonisan hubungan saudara kembar ini. Keidakharmonisan ini terjadi karena persaingan untuk merebut hati seorang wanita bernama Wati. Namun, tidak seluruhnya dalam cerita ini menggambarkan ketidakharmonisan antara saudara kembar ini. Dalam hati mereka masih terselip kasih sayang antara keduanya. Hal ini tampak dalam kutipan berikut.

"Dia bertatapan dengan Nain yang sudah kapten yang menang perang, dihadapan Wati. Sebentar, ya sebentar saja mereka sama terpukau saling memandang, lalu mereka berangkulan sebagai dua orang saudara."

Konflik cinta segitiga antara ketiganya tidak berakhir sampai disitu saja. Setelah menikah dan mempunyai anak, Wati dan Nian berselingkuh dibelakang Nuan. Sebenarnya Nuan sudah curiga ada main diantara Nian dan Wati. Hati Nuan terluka dan ia marah sekali hingga menimbulkan dendam yang tidak terhapuskan. Nuan sangat marah tetapi tidak bisa berbuat apa-apa karena ia adalah seorang prajurit yang kalah perang. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.

"Khianat. Semua khianat," teriak Nuan berulang-ulang.

Cerita ini ditutup dengan percakapan antara Si Dali dan Nuan yang merupakan tokoh utama. Meskipun waktu sudah berlalu, tetapi tidak bisa menghapus kenangan yang ada di masa lalu. Hal ini tampak pada kutipan tersebut.

"Sudah lama sekali ya, kita tidak bertemu?" Kata seseorang setelah sama menopang dagu ke pagar geladak kapal sambal memandang gelombang laut lepas.

"Ya, sudah laama sekali."

"Tiba-tiba saja kita telah menjadi tua."

"Meski begitu, kita tidak sepenuhnya lupa."

"Memang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun