Anti klimaks dari novel ini adalah ketika Tania memutuskan untuk berdamai dengan perasaanyanya sendiri dan ingin berudaha melepaskan bayang-bayang Danar di benaknya.
- Resolusi/Penyelesaian
Resolusi dari cerita ini adalah ketika Tania akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Danar dan kembali melanjutkan hidupnya dengan kembali ke Singapura.
Latar
- Latar tempat
Yang menjadi latar tempat dalam novel ini adalah daerah di negara Indonesia dan Singapura. Seperti ketika di Indonesia, novel ini mengambil latar tempat di:
- Rumah kardus Tania: "Dan akhirnya sampailah kami kepada pilihan rumah kardus." (Hal. 30)
- Lingkungan rumah kardus Tania: "Aku, adikku, dan Ibu sering duduk dibawah rumah kardus kami, menatap pohon yang mekar tersebut dibawah bulan purnama, seperti malam ini." (Hal. 232)
- Toko buku favorit Danar: "Lantai dua toko buku terbesar kota ini. Sudah setengah jam lebih aku terpekur berdiam diri dissini. Mengenang semua kejadian itu. Mengenangnya." (Hal. 104)
- Rumah Sakit: "Menyuruh kami mandi di kamar mandi rumah sakit." (Hal. 57)
- Pusara Ibu: "Aku tersenyum sambil bersibak, agar mereka berdua bisa merapat ke pusara ibu." (Hal. 195)
- Kontrakan Danar: "Sehari setelah ibu meninggal, aku dan adikku pindah ke kontrakannya." (Hal. 67)
- Bandara: "Ketika tiba di Bandara, Dia dan Dede sudah menjemputku di lobi kedatangan luar negeri." (Hal. 78)
Novel ini juga mengambil latar tempat di Singapura yaitu di:
- Bandara Changi: "Pukul 15.00 aku mengantar mereka ke Bandara Changi." (Hal. 102)
- NUS (National University of Singapore): "Aku mengajaknya jalan-jalan di Kampus National University of Singapore (NUS)." (Hal. 100)
- Toko buku terbesar di Singapura: "Buktinya, saat Dede ingin membeli buku-buku di salah satu toko buku terbesar di Singapura, ia hanya mengangguk, mengiyakan." (Hal. 96)
- Latar Waktu
- Pagi hari: "Besok pagi-pagi, ibu mengganti perban itu dengan lap dapur, saputangan itu dicuci." (Hal. 24)
- Siang hari: "Kami makan siang di kantin mahasiswa." (Hal. 101)
- Sore hari: "Aku ingat sekali, sore hari Minggu itu seperti biasa aku dan adikku pulang lebih lama dibandingkan anak-anak lain." (Hal.38)
- Malam hari: "Malam-malam duduk didepan kontrakan berlalu percuma." (Hal. 37)
- Latar Suasana
- Menyenangkan: "Pesta sweet seventeen-ku hanya seperti itu. (meski bagiku itulah pesta terbaik selama ini)" (Hal. 95)
- Menyedihkan: "Kak.. kenapa Ibu dibungkus?" aku hanya menggeleng lemah. Usianya delapan tahun, dan ia belum mengerti benar tentang kata kematian. (Hal. 62)
- Mengharukan: "Tahukah kau. Danar tadi sempat berkaca-kaca mendengar pidatomu." (Hal. 130)
- Mengagetkan: "Mukaku memang terlanjur memerah. Semua ini mengejutkan." (Hal. 131)
Sudut Pandang
Sudut pandang dalam novel ini adalah sudut pandang orang pertama pelaku utama. Cerita ini dikisahkan melalu sudut pandang Tania, sang tokoh utama dari novel ini. Tercermin dalam kutipan berikut ini:
- "Aku mencintainya. Itulah semua perasaanku." (Hal. 154)
- "Aku menimpuk kepala anne dengan gumpalan tisu." (Hal. 177)
- "Dia menoleh padaku. Kami bersitatap sejenak. Ya tuhan, mata itu redup. Redup sekali." (Hal. 237)
Gaya bahasa
- Simile
- "Seseorang yang bagai malaikat adir dalam kehidupan keluarga kami..." (Hal. 128)
- Asosiasi
- "Mobil beringsut seperti keong." (Hal. 65)
- Hiperbola
- "Seseorang yang membuatku rela menukar semua kehidupan ini dengan dirinya." (Hal. 129)
- "Demi untuk membaca e-mail yang berdarah-darah itu, esoknya aku memutuskan untuk pulang segera ke Jakarta." (Hal. 230)
- Personofikasi
- "Hujan deras turun telah membungkus kota ini." (Hal. 13)
- "Daun yang jatuh tak pernah membenci angin." (Hal. 63)
- "Angin malam memainkan anak rambutku." (Hal. 236)
- Metafora
- "Bagian tajamnya menghadap ke atas, kemudian tanpa ampun menghujam kakiku yang sehelai pun aku tak beralas saat melewatinya." (Hal. 22)
AMANAT
   Amanat yang terkandung dalam novel ini adalah terkadang hal yang harus kita lakukan adalah menerima. Menerima, bahwa segala hal yang kita inginkan tidak selalu harus terjadi. Menerima, dan belajar untuk mengikhlaskan. Jika sesuatu itu memang bukan hadir untuk kita, meski seberapapun besar usaha yang kita perbuat, meski seberapa susahnya pun kita berjuang, meski seberapa sakitnya pun kita bertahan, dan meski seberapapun indahnya memori yang ada bersama seseorang tersebut, kita tidak akan bisa mendapatkannya. Karena yang terbaik menurut kita, belum tentu yang terbaik menurut kehendak Tuhan.
   Ketika kita menghadapi suatu musibah, suatu masalah, atau apapun yang negatif, hendaknya kita tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Karena sedih dan senang itu datangnya satu paket. Tuhan maha adil, dan tidak akan membiarkan hambanya bersedih kecuali apabila hambanya memang sanggup untuk menanggungnya. Alih-alih bersedih, sebaiknya kita semakin mengembangkan diri kita dan menjadi lebih baik lagi, seperti yang dilakukan Tania. Meski Danar tidak jadi bersamanya, ia tetap melanjutkan hidup dan menjadi seseorang yang sukses di Singapura.