Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yang Kembali dan Berbahagia di Idul Fitri

9 Juni 2019   08:29 Diperbarui: 9 Juni 2019   08:34 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disinilah, saya kira, ulama memiliki arti dan peran sangat menentukkan dalam menafsir ulang, memperbaharui, memperkaya ide-ide kenabian. Para ulama jelas memiliki otoritas dalam menafsirkan ajaran para nabi, sebab tidak segala hal telah terpikirkan oleh para nabi di zamannya.

Dengan demikian, ketika para ulama Nusantara mempopulerkan istilah 'minal aidin wal faizin' dalam konteks Idul Fitri, berarti mereka memahami bahwa masyarakat muslim Indonesia hendaklah dikembalikan ke fitrahnya sebagai suatu komunitas dengan ikatan-ikatan kultural (umat) yang kuat, untuk mencapai kebahagiaan hakiki penuh kedamaian dan cinta persatuan.

Jika makna "taqabbalallahu minna wa minkum" (semoga Allah menerima ibadah kita dan kalian) seolah memberikan penekanan primordial dan bernuansa vertikal, maka 'minal aidin wal faizin' melampaui yang primordial, jauh menembus batas-batas vertikal dalam konteks kebaktian. 

Kalimat 'minal aidin' berarti memiliki konotasi vertikal, sebab setiap pribadi dikembalikan fitrahnya sebagai hamba Tuhan dan 'wal faizin' berkonotasi horizontal (ibadah mahdlah) yang memberi tekanan sosiologis.

Demikianlah cara berpikir para ulama Nusantara yang 'melampaui' banyak hal bahkan sanggup menyingkap apa yang 'belum terpikir' oleh para nabi pendahulunya. 

Itulah sebabnya, Nabi Muhammad secara tegas menyatakan, "al-ulamaa' waraatsat al-anbiyaa'" dimana otoritas kenabian secara legitimated dilanjutkan oleh para ulamanya. Jika ulama berhasil melanggengkan ajaran-ajarannya dan hidup kokoh dalam tradisi masyarakatnya, berarti itulah ajaran nabi yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun