Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memahami Islam Moderat

8 Februari 2019   16:13 Diperbarui: 8 Februari 2019   16:48 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itulah sebabnya, prinsip "Islam wasathiyah" yang kerap kali identik dengan cara pandang keagamaan yang universal---tanpa sekat perbedaan-perbedaan sektarianisme ideologis---cenderung lebih terbuka, toleran, menghindari cara-cara kekerasan (moderasi) karena terdorong suasana keadilan yang harus diwujudkan dalam bentuk kepentingan bersama. 

Lalu, kenapa kemudian muncul berbagai penyebutan Islam secara dikotomis bahkan seolah memiliki peran antagonis di ranah sosial-politik dan bertentangan dengan konsep umat moderat? Dalam berbagai penelitian akademis, seringkali diungkap tipologi gerakan Islam yang membedakannya dengan prinsip-prinsip moderasi. 

Sebut saja misalnya gerakan Islam radikal atau fundamental yang bagi sebagian orang justru malah terkesan rumit. Menuju pembentukan masyarakat yang berkeadilan tentu saja tidak mudah, karena membutuhkan proses yang tidak instan. Munculnya berbagai gerakan yang mengatasnamakan "Islam" tetapi bertentangan dengan citra dirinya yang moderat, sebenarnya hal wajar dalam konteks besar masyarakat politik. 

Hasil penelitian akademis ketika masuk dalam suatu kepentingan besar politik, seringkali menjadi kerumitan tersendiri dalam memandang berbagai konotasi umat secara lebih utuh dan objektif.

Radikalisme Melawan Moderatisme 

Diskursus agama-negara selalu menjadi bagian terpenting yang tak terpisahkan dalam proses-proses pembentukan masyarakat politik yang berkeadilan. Untuk kasus Indonesia, diskursus ini sudah mulai muncul sejak bangsa ini merdeka dari berbagai tekanan politik dan terus mewarnai perjalanan panjang sejarah bangsa ini dalam menegakkan cita-cita umat berkeadilan. 

Berbagai perbedaan  muncul dalam masyarakat dalam memandang diskursus besar ini, dan tentu saja melahirkan banyak faksi dimana antara satu dan lainnya tampak kontradiktif. Sebagian besar memandang bahwa wujud Indonesia yang saat ini ada sudah cukup memenuhi rasa keadilan dan disisi lain sebagian kecil justru melihat keadilan yang sesungguhnya belum pernah terwujud dalam seluruh proses pembentukan masyarakat.

Bukan tidak mungkin, kemunculan gerakan radikal yang dituduhkan kepada sebagian kalangan Islam belakangan, juga terkait siklus keadilan yang kurang terpenuhi oleh negara. Munculnya kelompok-kelompok---meminjam istilah Martin Van Bruinessen---preman Islam yang menggunakan wacana jihadis dan mengajak pengikutnya untuk berjihad, paling tidak, menemukan momentumnya belakangan ketika dihadapkan pada konteks politik-kekuasaan. 

Radikalisme kemudian disebut sebagai gerakan atau kekuatan politik dengan mendukung cara-cara kekerasan untuk mencapai setiap tujuan yang jelas bertentangan secara langsung dengan prinsip-prinsip moderatisme Islam.

Bahkan, terminologi radikal malah semakin diperluas tak hanya sebatas cara pandang yang mendukung hal kekerasan, tetapi juga kepada mereka yang mendukung secara luas atas legalitas syariat dalam hukum ketatanegaraan. Anehnya, soal ritualitas peribadatan yang sangat personal seperti taat menjalankan salat atau selalu berpuasa di bulan Ramadan, masuk dalam kategori ukuran-ukuran radikalisme. 

Dikotomi Islam radikal dalam diktum umat moderat seolah terus  dipertentangkan, bahkan tampak keduanya saling berebut pengaruh dalam wacana besar masyarakat-negara. Mereka yang berseberangan dan dianggap radikal, seolah dituduh anti-mainstream, kelompok sempalan, atau bahkan dianggap aliran sesat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun