Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Balada Pilpres, Kewarasan, dan Konflik Komunal

26 Desember 2018   16:20 Diperbarui: 26 Desember 2018   16:28 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Balada Pilpres ternyata tak sekadar "copras-capres" yang hampir setiap waktu memenuhi lini media, karena dalam sisi kehidupan nyata, setiap orang justru mengakrabkan dirinya dengan riuh kepolitikan yang sedikit banyak menjungkirbalikkan akal sehat. 

Wacana apapun yang dibangun---sekalipun itu tak terkait politik---pasti mau tidak mau harus rela dikaitkan dengan nuansa kepolitikan yang ketat, kepada pihak mana sesungguhnya dukungan politik anda berlabuh. 

Saya kira, rentetan musibah yang terjadi di berbagai belahan bumi pertiwi, yang dirasa mampu menyatukan setiap perbedaan, tentu saja tidak seluruhnya dapat dibuktikan. Cara berpikir masyarakat kita ternyata berubah, bahkan mindset publik kebanyakan bergeser sedemikian rupa menunjukkan adanya perbedaan antara "anda" dan "saya", bahkan "kami" dan "kalian".

Haruskah "yang waras jangan ngalah"? Atau sebaliknya, kita terus memupuk kewarasan berpikir kita agar tak ikut-ikutan menjadi pribadi yang "tak waras"? Atau memang kita kadung terlilit arus polemik yang semakin lama semakin mengikis kewarasan berpikir kita, sehingga kitapun terpapar dalam pusaran ketidakwarasan? 

Balada Pilpres memang telah menggiring sedikit banyak aspek kewarasan berpikir banyak orang yang jika terus dibiarkan mungkin saja akan berubah menjadi polemik berkepanjangan dan akhirnya memicu konflik komunal yang justru menghancurkan. 

Semoga rangkaian kontestasi politik kali ini hanya sebatas menjadi "balada", diingat banyak orang dan menjadi sejarah paling paling mengharukan sepanjang kepolitikan bangsa ini, tanpa harus mencabik-cabik idealitas kebangsaan dan keumatan yang sejauh ini telah terpelihara dengan baik.        

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun