Kaum hawa memang diistimewakan dalam banyak hal terkait pelaksanaan manasik haji, bahkan pernah Nabi Muhammad ketika ditanya mengenai status haji mereka.
Beliau menyebut bahwa haji dan umrah bagi setiap perempuan muslim setara dengan jihad---suatu entitas yang berkonotasi nilai perjuangan agama yang bernilai luhur di mata Tuhan. Hal ini dikarenakan medan berhaji pada masa lalu yang harus melewati padang tandus, hutan, lautan, gunung, dan sebagainya.
Mantapkan Persiapan
Meski secara spesifik memiliki seluk beluk persiapan yang berbeda, baik perempuan dan laki-laki sama-sama harus memenuhi unsur istitho'ah.Â
Pasalnya, beribadah haji sesungguhnya ternyata tak sekadar ibadah wajib, tetapi juga perlu memenuhi kriteria keimanan dan ketundukan. Apalagi medannya cukup berat, dalam rangka napak tilas perjalanan para nabi. Rangkaiannya seakan memberikan gambaran perjalanan manusia dari mulai hidup sampai mati.
Entitas Ka'bah sebagai "simbol Ketuhanan" seakan memiliki daya tarik bagi setiap orang untuk kembali kepada-Nya, kepada entitas Tertinggi Yang Maha Agung. Hal ini berkonotasi akan kesadaran Ketuhanan yang harus hadir pada diri setiap orang, di mana mereka adalah sepenuhnya milik Tuhan dan pasti pada akhirnya akan dikembalikan kepada-Nya.Â
Baik perempuan maupun laki-laki, jika tidak mampu bersiap fisik, mintalah bimbingan kepada orang yang lebih mampu dan cakap.Â
Bahkan dalam haji maupun umrah berlaku "badal" (menggantikan orang lain) dikarenakan terdapat syarat-syarat tertentu yang belum terpenuhi atau mungkin karena seseorang itu meninggal dunia sebelum selesai ritual hajinya.Â
Dengan istitho'ah ternyata berhaji menjadi lebih mudah, bahkan memungkinkan untuk digantikan karena situasi force majeur di kala berhaji.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H