Dunia pendidikan yang semakin mahal ditambah beban moral yang belakangan seringkali menjadi sorotan masyarakat terhadap berbagai lembaga pendidikan, belum lagi ditambah soal kebutuhan hidup para guru yang semakin meningkat dan life style yang selalu mengikuti arus perubahan zaman, semakin membuka peluang lembaga pendidikan sebagai ajang bisnis yang serba pragmatis.Â
Wajar saja jika aspek moral terpinggirkan, relasi guru-murid terabaikan, dan bahkan pendidikan semakin tak dapat menjawab kebutuhan masyarakat, kecuali hanya sebatas saling menguntungkan secara keekonomian.
Saya justru membayangkan, betapa dulu tradisi pendidikan di pesantren yang memuliakan para guru sekaligus menyayangi para murid terasa sangat membekas setelah puluhan tahun berlalu.Â
Soal guru yang "menjewer" para murid tentu saja didasarkan atas rasa sayang agar para muridnya justru tetap fokus dalam menyelami setiap ilmu yang diajarkan.Â
Tak perlu ada rasa "direndahkan" terlebih "dihinakan" karena para guru tentu saja berbuat sesuai dengan kapasitas ilmu pengetahuan yang dimilikinya.Â
Ikatan batin antara guru-murid itu tak sebatas diterjemahkan secara emosional, namun lebih dari itu, ada nilai-nilai moral yang sedang ditancapkan sedemikian kuat agar satu sama lain saling menghormati, menjaga, dan memuliakan.Â
Mungkinkah tradisi pesantren ini dihidupkan di tengah dunia pendidikan modern saat ini? Atau paling tidak kita dapat mengadopsi nilai-nilai moralnya soal ikatan-ikatan emosional guru-murid untuk mengurangi bopeng wajah pendidikan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H