Konsep inilah yang seringkali dipergunakan oleh siapapun yang sudah berkuasa di negeri, bahkan jauh-jauh hari sebelum digelar pemilu, para penguasa politik sudah membuat strategi-strategi agar periode berikutnya bisa memenangkan pemilu walaupun harus menggunakan cara-cara yang tidak demokratis.
Dinamisasi politik memang dapat diukur meskipun terkadang arah pilihannya sulit ditebak. Seseorang yang mendukung si A bisa jadi dalam kenyataannya akan mendukung si B terutama ketika berada di bilik suara. Politik itu menuntut keberpihakan, sangat sulit jika berpolitik tetapi independen. Politik dan independen menyiratkan dua makna berbeda yang ketika digabungkan maka akan melahirkan makna yang absurd, apalagi ketika independen dihadapkan dengan politik kekuasaan.
Pilihan Ahok yang maju melalui jalur parpol adalah bentuk dinamisisasi politik sekaligus rasionalisasi politik, karena independen dalam politik tidak berarti sepenuhnya “bersih” dari unsur parpol atau kontra terhadap parpol. Ahok lahir dan besar secara politik adalah karena parpol, buka karena dirinya sendiri apalagi karena Teman Ahok yang selama ini setia mendukungnya.
Hanya saja, Ahok nampaknya belum berani untuk fight secara independen melawan, berkompromi, atau berkonflik secara terbuka dengan parpol, karena parpol-parpol merupakan kendaraan politik yang saat ini berjasa mengantarkan dirinya berkuasa. Intinya, alternatif dalam memperoleh kekuasaan politik melalui jalur independen di negeri ini lebih sering gagal daripada berhasilnya.
Wallahu a’lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H