Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik featured

PPP dan Perjalanan Membangun Ishlah

7 Maret 2016   14:59 Diperbarui: 5 Januari 2020   09:37 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Bendera PPP. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Kerumitan akibat fusi partai dan ideologi keagamaan yang membentuk PPP ternyata pada tahap tertentu, menimbulkan beragam konflik tersendiri. 

Bahkan, konflik-konflik yang terjadi secara internal juga nampaknya tidak mampu dileraikan oleh nilai-nilai agama yang menjadi asas partai. Kasus pembagian kursi di DPR yang dibagi antar faksi di tubuh PPP setelah pemilu 1977 sebagai contoh kerumitan di tubuh partai berlambang Ka’bah ini. 

Belum lagi konflik perbedaan sejarah latar belakang keagamaan dari masing-masing unsur dalam tubuh PPP, semakin membuat partai ini tak sepi dari konflik. Konflik berkepanjangan antara NU-Masyumi yang ada dalam unsur partai ini menjadi contoh konkret dari konflik-konflik yang pernah ada. 

Dewasa ini, hampir satu tahun lebih, PPP dilanda konflik internal yang tak kunjung terselesaikan. Benih-benih konflik dimulai akibat manuver Ketua Umum PPP, Suryadharma Ali (SDA) yang mendukung pencalonan Prabowo sebagai kandidat presiden pada acara deklarasi presiden oleh Partai Gerindra, padahal internal partai belum membicarakannya dalam forum rapat resmi, sehingga timbul kegaduhan dalam tubuh partai. 

Muncul kemudian dua faksi terkait manuver SDA, faksi yang menganggap SDA melampaui wewenang partai sehingga harus dikenakan sangsi yang berujung kemudian dengan pemberhentian SDA sebagai ketua umum, satu faksi lagi tetap mendukung SDA agar PPP secara penuh berkoalisi dengan Partai Gerindra dan mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagi kandidat presiden pada pemilu 2014.

Konflik semakin meruncing setelah terbit surat pemberhentian SDA dari jabatan ketua umum partai dan jabatan ketua umum sementara diisi oleh wakil ketua umum, Emron Pangkapi sampai muktamar definitif dilaksanakan. Kedua faksi ini terus berseteru hingga puncaknya PPP menggelar dua muktamar sekaligus hanya dalam kurun waktu dua bulan dan masing-masing mengklaim sebagai muktamar yang paling mendapat legitimasi. 

Muktamar Surabaya lebih dahulu digelar pada Oktober 2014 dilakukan oleh kelompok pendukung Emron Pangkapi dan Romahurmuziy yang kontra SDA dan hasil muktamar ini memilih Romahurmuziy sebagai ketua umum, satu bulan kemudian digelar muktamar yang disokong kelompok pro SDA dan memilih Djan Farid secara aklamasi sebagai ketua umum PPP yang baru.

Dualisme kepemimpinan dalam tubuh PPP masih terus berlangsung hingga saat ini yang jika tidak diselesaikan niscaya akan menimbulkan kerugian tersendiri bagi partai Islam tertua di Indonesia ini. 

Kasus lahirnya Partai Bintang Reformasi (PBR) yang merupakan pecahan dari PPP adalah contoh kongkret akibat konflik internal partai yang tidak mampu diselesaikan. 

PPP nampaknya masih berharap konflik dapat diselesaikan melalui nilai-nilai agama yang dianut, melalui kompromi (islah) yang dimediasi oleh tokoh kharismatis PPP, KH Maimun Zubair, namun upaya islah yang digalang melalui mediasi ternyata menemui jalan buntu. 

Fungsi dan peran tokoh agama sebagai pijakan politik PPP nampaknya kian mandul dan hanya menjadi simbol partai yang difungsikan untuk menarik simpati massa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun