Mohon tunggu...
syahilabalqis
syahilabalqis Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi di Universitas Pamulang fakultas Ekonomi dan Bisnis

hobi mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemanfaatan Laporan Keuangan Neraca oleh Berbagai Pihak yang Berkaitan

2 Desember 2024   20:53 Diperbarui: 2 Desember 2024   23:57 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laporan keuangan neraca merupakan alat penting yang digunakan untuk menggambarkan posisi keuangan suatu perusahaan pada titik waktu tertentu. Berbagai pihak yang berkepentingan, baik internal maupun eksternal, memanfaatkan laporan ini untuk mengambil keputusan yang strategis. Dalam tulisan ini, kita akan membahas siapa saja yang berhak memanfaatkan laporan keuangan neraca dan bagaimana mereka menggunakannya untuk kepentingan mereka.

Siapakah yang Berhak Memanfaatkan Laporan Keuangan Neraca?

Laporan keuangan, khususnya neraca, adalah salah satu alat yang sangat penting dalam dunia bisnis dan akuntansi. Neraca memberikan gambaran tentang posisi keuangan perusahaan pada suatu titik waktu tertentu, dengan menunjukkan apa yang dimiliki perusahaan (aset) dan apa yang menjadi kewajiban atau utang perusahaan (liabilitas), serta kekayaan bersih atau ekuitas pemilik. Banyak pihak yang berhak dan membutuhkan laporan neraca ini untuk berbagai tujuan.

Berikut adalah beberapa pihak yang berhak memanfaatkan laporan keuangan neraca beserta penjelasannya:

1. Manajemen Perusahaan

  • Penjelasan: Pihak manajemen perusahaan, seperti CEO, CFO, dan direksi lainnya, menggunakan laporan neraca untuk menilai kesehatan keuangan perusahaan mereka. Dengan mengetahui jumlah aset dan kewajiban, mereka dapat mengambil keputusan strategis mengenai pengelolaan sumber daya, investasi, dan pembiayaan. Laporan neraca membantu manajemen mengetahui apakah perusahaan mereka memiliki cukup likuiditas untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
  • Contoh: Misalnya, jika manajer melihat bahwa perusahaan memiliki utang jangka pendek yang cukup besar dibandingkan dengan aset lancar, mereka mungkin memutuskan untuk mengurangi utang atau meningkatkan kas perusahaan.

2. Investor dan Pemegang Saham

  • Penjelasan: Investor atau calon investor menggunakan laporan neraca untuk menilai risiko dan potensi keuntungan dari investasi mereka. Mereka melihat sejauh mana perusahaan mengelola asetnya dan seberapa besar utang yang harus dilunasi. Neraca membantu mereka memahami apakah perusahaan cukup stabil secara finansial dan apakah layak untuk diinvestasikan.
  • Contoh: Jika seorang investor melihat bahwa perusahaan memiliki ekuitas yang kuat dan aset yang lebih besar daripada kewajiban, mereka akan lebih tertarik untuk berinvestasi karena perusahaan tersebut dianggap lebih aman dan memiliki potensi pertumbuhan yang baik.

3. Kreditur (Bank dan Lembaga Keuangan)

  • Penjelasan: Kreditur, seperti bank atau lembaga keuangan lainnya, menggunakan laporan neraca untuk menilai kelayakan kredit perusahaan. Mereka ingin memastikan bahwa perusahaan memiliki kemampuan untuk membayar kembali pinjaman. Laporan neraca memberikan informasi tentang aset yang dapat dijadikan jaminan serta kapasitas perusahaan untuk membayar utang.
  • Contoh: Sebelum memberikan pinjaman, bank akan memeriksa laporan neraca untuk melihat apakah perusahaan memiliki aset yang cukup untuk menutupi utangnya dan apakah perusahaan tersebut memiliki likuiditas yang cukup untuk melunasi pinjaman jangka pendek.

4. Pemerintah dan Regulator

  • Penjelasan: Pemerintah dan lembaga pengatur menggunakan laporan neraca untuk memantau ketaatan perusahaan terhadap peraturan perpajakan dan regulasi keuangan. Neraca juga membantu mereka dalam memahami kondisi ekonomi secara keseluruhan, termasuk bagaimana perusahaan menjalankan kegiatan bisnis mereka dalam kaitannya dengan kebijakan ekonomi nasional.
  • Contoh: Pemerintah akan menggunakan laporan keuangan untuk memastikan bahwa perusahaan membayar pajak yang tepat berdasarkan laba yang mereka hasilkan, serta mematuhi peraturan yang ada.

5. Karyawan

  • Penjelasan: Karyawan, terutama yang berada pada posisi manajerial atau yang terlibat dalam pengambilan keputusan, dapat menggunakan laporan neraca untuk mengetahui stabilitas keuangan perusahaan tempat mereka bekerja. Hal ini dapat mempengaruhi keputusan mereka dalam hal pengambilan bonus, kenaikan gaji, atau apakah perusahaan sedang berada dalam posisi yang aman untuk mempertahankan lapangan kerja.
  • Contoh: Jika sebuah perusahaan menunjukkan tanda-tanda kesulitan keuangan melalui laporan neraca, karyawan mungkin menjadi khawatir tentang pemutusan hubungan kerja atau gaji yang belum dibayar.

Sumber Referensi:

  1. Warren, C.S., Reeve, J.M., & Duchac, J.E. (2018). Accounting, 27th Edition. Cengage Learning.
  2. Securities and Exchange Commission (SEC). (2023). Understanding Financial Statements: How to Read the Balance Sheet. https://www.sec.gov
  3. Bodie, Z., Kane, A., & Marcus, A.J. (2014). Investments, 10th Edition. McGraw-Hill.

Apa yang Harus Dilakukan Perusahaan Ketika Terjadi Permasalahan pada Aktiva Lancar, Investasi Jangka Panjang, Aktiva Tetap, dan Aktiva Tetap Tak Berwujud?

Setiap perusahaan pasti menghadapi tantangan dalam mengelola aktiva (aset) mereka, baik itu aktiva lancar, investasi jangka panjang, aktiva tetap, atau aktiva tetap tak berwujud. Permasalahan pada masing-masing jenis aktiva ini dapat berdampak pada kinerja keuangan dan operasi perusahaan. Berikut adalah penjelasan mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan perusahaan ketika menghadapi masalah pada setiap kategori aktiva ini:

1. Aktiva Lancar

  • Permasalahan: Aktiva lancar meliputi kas, piutang, dan persediaan yang mudah dicairkan dalam waktu dekat. Permasalahan pada aktiva lancar sering kali terjadi jika perusahaan mengalami kesulitan dalam mengelola kas atau piutang yang sulit tertagih.
  • Langkah yang Dapat Dilakukan:

    • Manajemen Kas yang Lebih Baik: Perusahaan perlu memperbaiki pengelolaan kas dengan membuat proyeksi arus kas yang lebih akurat dan mempercepat penerimaan kas melalui kebijakan penagihan yang lebih ketat.
    • Pengelolaan Piutang yang Lebih Efektif: Jika masalah terletak pada piutang yang macet, perusahaan dapat melakukan penagihan secara intensif atau bahkan menjual piutang tersebut kepada pihak ketiga (factoring) untuk memperoleh kas segera.
    • Pengelolaan Persediaan: Jika ada kelebihan persediaan yang tidak terpakai, perusahaan dapat mengurangi jumlah persediaan dengan diskon atau menjual produk yang kurang laku.
  • Contoh: Misalnya, perusahaan yang memiliki piutang yang menumpuk dan tidak dapat ditagih dengan mudah. Perusahaan bisa mengurangi jumlah piutang dengan menjualnya ke perusahaan factoring yang bisa segera memberikan pembayaran.

2. Investasi Jangka Panjang

  • Permasalahan: Investasi jangka panjang termasuk saham, obligasi, dan aset lainnya yang diharapkan memberikan imbal hasil dalam waktu lama. Masalah dapat timbul jika nilai investasi ini turun atau tidak memberikan keuntungan yang diharapkan.
  • Langkah yang Dapat Dilakukan:

    • Evaluasi Kinerja Investasi: Perusahaan harus memantau kinerja investasi mereka secara berkala. Jika investasi tersebut menunjukkan penurunan yang signifikan, mungkin sudah saatnya untuk menjual atau mengalihkan investasi ke instrumen yang lebih menguntungkan.
    • Diversifikasi Portofolio: Untuk mengurangi risiko, perusahaan bisa mendiversifikasikan portofolio investasinya ke berbagai sektor atau instrumen investasi.
  • Contoh: Jika perusahaan memiliki investasi saham di sektor yang terkena dampak resesi ekonomi, mereka bisa memutuskan untuk menjual saham tersebut dan mengalihkan dana ke investasi yang lebih aman, seperti obligasi pemerintah.

3. Aktiva Tetap

  • Permasalahan: Aktiva tetap meliputi properti, pabrik, dan peralatan yang digunakan dalam operasi perusahaan. Permasalahan pada aktiva tetap bisa berupa kerusakan atau keusangan aset yang mengurangi nilai atau kegunaan operasionalnya.
  • Langkah yang Dapat Dilakukan:

    • Pemeliharaan dan Perawatan: Agar aktiva tetap dapat bertahan dalam jangka panjang, perusahaan harus melakukan pemeliharaan rutin dan perbaikan pada aset tetap yang mengalami kerusakan atau penurunan nilai.
    • Investasi Ulang: Jika peralatan atau gedung sudah usang, perusahaan harus mempertimbangkan untuk mengganti atau memperbarui aktiva tetap dengan membeli peralatan baru yang lebih efisien.
  • Contoh: Jika mesin produksi perusahaan sering rusak dan membutuhkan biaya pemeliharaan yang tinggi, perusahaan bisa memutuskan untuk membeli mesin baru yang lebih efisien dan mengurangi biaya perawatan.

4. Aktiva Tetap Tak Berwujud

  • Permasalahan: Aktiva tetap tak berwujud seperti hak paten, merek dagang, dan goodwill dapat mengalami penurunan nilai jika perusahaan tidak menjaga reputasi merek atau hak kekayaan intelektual mereka.
  • Langkah yang Dapat Dilakukan:

    • Penilaian Ulang Nilai Aktiva: Perusahaan harus menilai kembali nilai aktiva tak berwujud, apakah ada indikasi penurunan nilai (impairment). Jika ada, perusahaan perlu melakukan penurunan nilai (write-off) pada laporan keuangan.
    • Peningkatan Reputasi Merek: Untuk meningkatkan nilai merek dan goodwill, perusahaan bisa meningkatkan kualitas produk atau layanan, serta melakukan pemasaran yang lebih agresif.
  • Contoh: Jika perusahaan memiliki merek dagang yang sudah mulai dikenal masyarakat, namun ada masalah reputasi yang dapat menurunkan nilai merek, perusahaan perlu melakukan kampanye pemasaran atau rebranding untuk memperbaiki citra merek tersebut.

Sumber Referensi:

  1. Warren, C.S., Reeve, J.M., & Duchac, J.E. (2018). Accounting, 27th Edition. Cengage Learning.
  2. Healy, P.M., & Palepu, K.G. (2012). Business Analysis & Valuation: Using Financial Statements, 5th Edition. South-Western Cengage Learning.
  3. Hendriksen, E.S., & Breda, M.F.V. (2001). Accounting Theory, 5th Edition. McGraw-Hill.
  4. Investopedia. (2023). How to Manage Short-Term and Long-Term Investments. Retrieved from https://www.investopedia.com.

Mengapa aktiva selalu diawal dengan kas?

Aktiva selalu diawali dengan kas dalam laporan keuangan karena kas merupakan aset yang paling likuid dan penting bagi perusahaan. Kas adalah uang tunai yang bisa langsung digunakan untuk operasional sehari-hari atau untuk memenuhi kewajiban keuangan. Selain itu, kas juga mencerminkan sejauh mana perusahaan memiliki sumber daya yang siap digunakan, yang sangat penting dalam pengambilan keputusan keuangan.

Penjelasan lebih lanjut:

  1. Kas sebagai Aset yang Paling Likuid: Kas adalah bentuk aset yang paling mudah dan cepat digunakan dibandingkan dengan aset lainnya seperti persediaan atau piutang. Dengan kas, perusahaan bisa membayar utang, membeli barang, atau berinvestasi.
  2. Pengelolaan Kas Penting untuk Kelangsungan Usaha: Sebagian besar transaksi yang terjadi dalam perusahaan, baik itu pembayaran gaji, pembelian barang, atau pembayaran utang, seringkali dilakukan menggunakan kas. Oleh karena itu, kas ditempatkan di posisi teratas dalam laporan neraca.

Contoh:

Misalnya, sebuah perusahaan baru saja menerima pembayaran dari pelanggan sebesar Rp 10.000.000. Pembayaran ini langsung dicatat dalam kas. Setelah itu, perusahaan menggunakan kas tersebut untuk membayar utang, membeli bahan baku, dan sebagainya. Kas ini akan tercatat sebagai bagian dari aktiva lancar dan merupakan yang pertama dicatat karena sifatnya yang mudah diakses dan digunakan.

Contoh Laporan Keuangan:

Misalnya, dalam sebuah laporan neraca (balance sheet) pada posisi Aktiva Lancar, biasanya yang pertama kali tercatat adalah Kas. Di bawah kas, bisa ada Piutang Usaha, Persediaan, dan seterusnya.

Referensi:

  1. Kasmir. (2018). Pengantar Akuntansi (Edisi 9). Jakarta: RajaGrafindo Persada.
  2. Indonesia Stock Exchange. (n.d.). Laporan Keuangan dan Neraca. Diakses dari https://www.idx.co.id.
  3. Pambudy, I., & Dwiastuti, R. (2020). "Pengaruh Likuiditas terhadap Profitabilitas Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia". Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 12(1), 57-67.

Semakin Harta pada Aktiva Semakin Baik: Penjelasan dan Contoh

Aktiva adalah segala jenis kekayaan atau harta yang dimiliki oleh perusahaan yang bisa digunakan untuk mendukung kegiatan operasionalnya. Biasanya, aktiva dibagi menjadi dua kategori utama: aktiva lancar (seperti kas, piutang, dan persediaan) dan aktiva tetap (seperti properti, pabrik, dan peralatan). Semakin banyak dan bernilai harta pada aktiva perusahaan, semakin baik bagi perusahaan tersebut, karena harta ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dan menciptakan nilai.

Berikut adalah penjelasan mengapa semakin banyak aktiva atau harta yang dimiliki perusahaan, semakin baik keadaan perusahaan tersebut:

1. Meningkatkan Likuiditas

  • Penjelasan: Aktiva lancar, seperti kas dan piutang, memberikan kemampuan bagi perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek, seperti utang kepada pemasok atau biaya operasional. Semakin banyak kas atau piutang yang bisa segera dicairkan, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk tetap menjalankan operasional tanpa terhambat masalah keuangan.
  • Contoh: Perusahaan dengan banyak kas di tangan dapat dengan cepat membayar gaji karyawan, membeli bahan baku untuk produksi, atau melunasi kewajiban utang jangka pendek tanpa harus mencari pinjaman.

2. Kemampuan untuk Investasi dan Pertumbuhan

  • Penjelasan: Semakin banyak aktiva tetap (seperti gedung, mesin, dan peralatan), semakin besar kapasitas perusahaan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan memperluas bisnis. Investasi dalam aktiva tetap memungkinkan perusahaan untuk beroperasi lebih efisien dan memperkenalkan produk atau layanan baru.
  • Contoh: Sebuah pabrik yang memiliki banyak mesin dan peralatan modern akan dapat memproduksi barang lebih cepat dan dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan pabrik yang memiliki peralatan lama. Dengan demikian, perusahaan dapat memanfaatkan kapasitas produksi yang lebih besar untuk memenuhi permintaan pasar.

3. Peningkatan Ekuitas Pemilik

  • Penjelasan: Ekuitas adalah selisih antara total aktiva dan total kewajiban perusahaan. Semakin besar aktiva yang dimiliki perusahaan, semakin besar pula ekuitas yang dimiliki pemilik atau pemegang saham. Ekuitas yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan lebih stabil secara finansial dan memiliki lebih banyak nilai bagi pemegang saham.
  • Contoh: Jika sebuah perusahaan memiliki banyak aset yang bernilai tinggi, seperti properti atau investasi jangka panjang yang menguntungkan, nilai ekuitasnya akan meningkat, yang berarti pemegang saham akan mendapatkan keuntungan lebih besar apabila perusahaan dijual atau dibubarkan.

4. Kemampuan Membayar Utang dan Menghindari Kebangkrutan

  • Penjelasan: Dengan memiliki banyak aktiva, perusahaan memiliki lebih banyak sumber daya untuk membayar utang. Jika perusahaan terutang, tetapi memiliki banyak aset yang bernilai, mereka dapat menggunakannya untuk menutupi utang tersebut, sehingga mengurangi risiko kebangkrutan.
  • Contoh: Misalnya, jika perusahaan menghadapi kesulitan keuangan dan terpaksa harus meminjam uang dari bank, mereka dapat menjaminkan aset tetap seperti gedung atau mesin. Jika perusahaan gagal membayar pinjaman, bank bisa menyita aset tersebut.

5. Menunjukkan Kinerja yang Baik kepada Investor

  • Penjelasan: Memiliki banyak aktiva yang bernilai menunjukkan bahwa perusahaan mengelola sumber daya mereka dengan baik dan memiliki kapasitas untuk berkembang. Ini dapat meningkatkan kepercayaan investor dan menarik lebih banyak investasi untuk pertumbuhan perusahaan.
  • Contoh: Jika perusahaan memiliki banyak aktiva yang bernilai tinggi, investor akan melihatnya sebagai tanda bahwa perusahaan tersebut mampu menghasilkan pendapatan yang stabil dan berpotensi untuk berkembang di masa depan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan harga saham.

Contoh Nyata:

Misalnya, Apple Inc., salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia, memiliki banyak aktiva lancar dan tetap yang bernilai tinggi. Aset lancarnya memungkinkan Apple untuk melakukan pembayaran secara cepat, sementara aktiva tetapnya, seperti fasilitas produksi dan peralatan, mendukung inovasi dan produksi produk baru. Selain itu, nilai ekuitas perusahaan yang besar memberikan perlindungan terhadap utang dan memberikan keuntungan lebih kepada pemegang saham.

Sumber Referensi:

  1. Warren, C.S., Reeve, J.M., & Duchac, J.E. (2018). Accounting, 27th Edition. Cengage Learning.
  2. Healy, P.M., & Palepu, K.G. (2012). Business Analysis & Valuation: Using Financial Statements, 5th Edition. South-Western Cengage Learning.
  3. Investopedia. (2023). Understanding Assets and Liabilities in Accounting. Retrieved from https://www.investopedia.com.
  4. Kieso, D.E., Weygandt, J.J., & Warfield, T.D. (2019). Intermediate Accounting, 16th Edition. Wiley.

Risiko dari Kewajiban Lancar, Kewajiban Jangka Panjang, Kewajiban Lain-lain, dan Utang yang Didistribusikan

Kewajiban dalam laporan keuangan adalah hutang atau utang yang harus dibayar oleh perusahaan kepada pihak lain. Kewajiban ini terbagi menjadi beberapa jenis, seperti kewajiban lancar, kewajiban jangka panjang, kewajiban lain-lain, dan utang yang didistribusikan. Masing-masing jenis kewajiban ini memiliki risiko yang berbeda-beda.

1. Risiko Kewajiban Lancar

Kewajiban lancar adalah utang yang harus dibayar dalam waktu kurang dari satu tahun. Kewajiban ini mencakup utang dagang (hutang kepada pemasok), utang pajak, gaji karyawan yang belum dibayar, dan lain-lain.

  • Risiko: Risiko utama dari kewajiban lancar adalah kesulitan dalam likuiditas. Jika perusahaan tidak memiliki kas yang cukup untuk membayar kewajiban ini, maka perusahaan bisa mengalami masalah keuangan serius, bahkan bisa gagal bayar atau terjerat dalam kesulitan likuiditas.
  • Contoh: Misalnya, sebuah perusahaan memiliki utang kepada pemasok sebesar Rp 500 juta yang jatuh tempo dalam waktu tiga bulan. Jika perusahaan tidak memiliki kas atau aset yang cukup untuk membayar, maka bisa terjadi keterlambatan pembayaran yang menyebabkan kerugian reputasi atau bahkan dihentikan pasokan barang dari pemasok.

2. Risiko Kewajiban Jangka Panjang

Kewajiban jangka panjang adalah utang yang harus dibayar dalam waktu lebih dari satu tahun. Ini termasuk pinjaman bank jangka panjang atau obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan.

  • Risiko: Risiko dari kewajiban jangka panjang adalah beban bunga yang terus menerus dan kemungkinan kesulitan dalam memenuhi pembayaran pokok utang saat jatuh tempo. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan aliran kas yang cukup untuk memenuhi kewajiban ini, maka perusahaan bisa menghadapi kebangkrutan atau pengambilalihan aset.
  • Contoh: Sebuah perusahaan menerbitkan obligasi senilai Rp 10 miliar yang jatuh tempo dalam 5 tahun dengan bunga 8% per tahun. Perusahaan harus memastikan bahwa mereka dapat menghasilkan cukup pendapatan untuk membayar bunga dan pokok utang pada saat jatuh tempo, atau mereka akan menghadapi risiko kegagalan finansial.

3. Risiko Kewajiban Lain-lain

Kewajiban lain-lain mencakup berbagai kewajiban yang tidak terklasifikasi sebagai kewajiban lancar atau jangka panjang, seperti kewajiban untuk membayar klaim asuransi, utang sewa, atau kewajiban yang terkait dengan komitmen tertentu.

  • Risiko: Risiko dari kewajiban lain-lain adalah bahwa kewajiban ini sering kali kurang terduga atau lebih sulit untuk diperkirakan. Kewajiban ini bisa berubah tergantung pada kondisi yang tidak terduga, seperti peraturan baru atau tuntutan hukum.
  • Contoh: Sebuah perusahaan mungkin memiliki kewajiban untuk membayar klaim asuransi atau kompensasi karyawan jika terjadi kecelakaan kerja. Jika perusahaan tidak menyisihkan dana yang cukup untuk membayar kewajiban ini, maka mereka bisa menghadapi masalah keuangan yang besar.

4. Risiko Utang yang Didistribusikan

Utang yang didistribusikan adalah utang yang dibagi kepada pihak ketiga, misalnya melalui perjanjian dengan distributor atau mitra bisnis lainnya. Utang ini sering kali melibatkan kewajiban untuk membayar atau memberikan produk atau jasa kepada pihak lain.

  • Risiko: Risiko utang yang didistribusikan adalah adanya ketergantungan pada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban utang tersebut. Jika pihak ketiga mengalami kesulitan atau tidak dapat memenuhi kewajibannya, perusahaan bisa terjebak dalam situasi di mana mereka harus menanggung utang tersebut sendiri.
  • Contoh: Misalnya, sebuah perusahaan distribusi memiliki utang kepada pemasok barang yang jumlahnya besar. Jika pemasok mengalami masalah finansial atau bangkrut, maka perusahaan distribusi tersebut akan kesulitan untuk melunasi utangnya.

Kesimpulan

Masing-masing jenis kewajiban memiliki risiko yang berbeda-beda. Kewajiban lancar berisiko terkait dengan likuiditas, kewajiban jangka panjang berisiko terkait dengan aliran kas dan kemampuan membayar bunga dan pokok utang, kewajiban lain-lain bisa muncul secara tidak terduga, dan utang yang didistribusikan berisiko pada ketergantungan pihak ketiga. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk mengelola kewajiban ini dengan hati-hati dan memiliki perencanaan keuangan yang matang.

Referensi:

  1. Kasmir. (2018). Pengantar Akuntansi (Edisi 9). Jakarta: RajaGrafindo Persada.
  2. Suryanto, E. (2020). "Analisis Risiko Keuangan pada Perusahaan dengan Struktur Modal yang Berbeda". Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 13(2), 98-105.
  3. Indonesia Stock Exchange. (n.d.). Laporan Keuangan dan Neraca. Diakses dari https://www.idx.co.id.
  4. Tandelilin, E. (2017). Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi (Edisi 3). Yogyakarta: Kanisius.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun