Salah satu temuan utama adalah adanya "rigiditas informasi"Â di antara perusahaan, di mana perusahaan sering kali tidak memanfaatkan semua informasi yang tersedia dalam memproyeksikan dampak harga karbon terhadap bisnis mereka.Â
Dalam beberapa bulan pertama setelah kebijakan harga karbon diterapkan, banyak perusahaan yang membuat kesalahan perkiraan, di mana mereka meremehkan dampak kenaikan harga energi terhadap biaya produksi mereka.Â
Ini menyebabkan kesalahan prediksi positif yang kemudian disesuaikan ketika perusahaan menyadari dampak sebenarnya dari kebijakan tersebut.
Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan harga karbon menghasilkan peningkatan pertumbuhan harga yang diharapkan dan direalisasikan oleh perusahaan.Â
Pada kuartal-kuartal awal setelah kebijakan karbon diterapkan, terjadi kenaikan yang signifikan pada harapan harga, terutama pada sektor yang intensif energi.Â
Namun, dalam jangka menengah hingga panjang, pertumbuhan harga yang direalisasikan ternyata lebih rendah daripada harapan awal perusahaan, yang menyebabkan kesalahan prediksi negatif.Â
Ini mengindikasikan bahwa sementara harapan inflasi terus meningkat, dampak sebenarnya terhadap harga riil lebih terbatas dan tidak bertahan lama.
Dalam konteks ini, penelitian ini menyoroti pentingnya karakteristik perusahaan dalam mempengaruhi respons mereka terhadap kebijakan harga karbon.Â
Perusahaan yang memiliki intensitas energi rendah cenderung membuat kesalahan perkiraan yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang memiliki intensitas energi tinggi.Â
Hal ini karena perusahaan yang menggunakan energi lebih sedikit kurang rentan terhadap fluktuasi harga energi, sehingga mereka kurang memperhatikan perubahan kebijakan karbon dalam memproyeksikan harga produk mereka.
Lebih lanjut, penelitian ini menemukan bahwa perusahaan dengan margin keuntungan yang lebih rendah memiliki kemampuan yang lebih terbatas untuk meneruskan kenaikan biaya energi ke harga akhir produk mereka.Â