Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perbandingan Peran Perempuan di Politik Indonesia dan Dunia

5 September 2024   08:41 Diperbarui: 5 September 2024   08:41 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Dinamika Perkembangan Keterwakilan Perempuan di Indonesia

Isu keterwakilan perempuan dalam politik telah menjadi topik sentral di Indonesia, terutama menjelang Pilkada Serentak 2024. 

Meski adanya affirmative action yang telah diterapkan sejak 2004 melalui kuota 30% untuk keterwakilan perempuan di parlemen, implementasinya masih jauh dari sempurna. 

Data dari Provinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan peningkatan 100% pada Pemilu 2014 dibandingkan 2009 (Jovani, 2020). Namun, target kuota 30% masih belum terpenuhi di berbagai daerah lainnya.

Secara sistemik, undang-undang politik di Indonesia, seperti Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilu, telah memberikan akses bagi perempuan untuk ikut serta dalam kontestasi politik. 

Namun, dari perspektif analisis gender, kebijakan ini belum optimal dalam hal memberikan kontrol dan manfaat yang setara bagi perempuan (Erlina & Normadilla, 2020). 

Ketimpangan ini terlihat dalam kegagalan mencapai indikator kontrol dan manfaat yang seharusnya dicapai melalui legislasi yang lebih berpihak pada kesetaraan gender.

Namun, di balik optimisme akan kuota gender, tantangan yang lebih mendalam masih menghalangi kemajuan yang signifikan. 

Seperti yang diungkapkan dalam penelitian oleh Sihidi, Khanifah, dan Romadhan (2019), di Malang, perbedaan ideologi politik partai-partai besar seperti PDIP dan PKS mencerminkan pendekatan yang berbeda dalam memajukan perempuan di panggung politik. 

PDIP, meskipun inklusif dalam memilih kandidat berdasarkan kompetensi dan jaringan sosial, masih lemah dalam program pemberdayaan perempuan.

Sebaliknya, PKS, meski berakar pada budaya patriarkal, memiliki lebih banyak kader inti perempuan dan program pemberdayaan yang terintegrasi. 

Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan gender di tingkat partai memainkan peran penting dalam bagaimana perempuan dapat maju di dunia politik Indonesia.

Tantangan yang paling signifikan terletak pada penerapan budaya patriarki yang masih kuat, bahkan dalam konteks Islamis, yang sering diasumsikan menjadi penghalang utama. 

Namun, penelitian Prihatini (2019) menunjukkan bahwa baik partai Islamis maupun pluralis tidak memiliki perbedaan signifikan dalam mematuhi kuota gender 30%. 

Meski demikian, keduanya gagal dalam memberikan prioritas pada kandidat perempuan di posisi teratas daftar pemilih, terutama dalam sistem proporsional terbuka yang memerlukan modal besar.

Ketimpangan akses modal ini membuat perempuan lebih sulit bersaing di pemilu legislatif.

Perkembangan keterwakilan perempuan di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. 

Meski ada kemajuan dalam beberapa aspek, seperti peningkatan jumlah calon perempuan dan dukungan afirmatif dari partai-partai, kendala struktural seperti patriarki dan sistem politik berbasis uang masih menjadi hambatan utama bagi perempuan untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi di panggung politik.

Perbandingan Keterwakilan Gender dalam Politik di Indonesia dan Luar Negeri

Jika kita bandingkan dengan perkembangan di negara-negara lain, Indonesia masih tertinggal dalam hal efektivitas kebijakan keterwakilan gender dalam politik. 

Di negara-negara maju seperti Swedia, Norwegia, dan Finlandia, keterwakilan perempuan di parlemen sering kali mencapai lebih dari 40%. 

Hal ini didukung oleh sistem proporsional yang lebih terstruktur dan dukungan finansial serta politik yang lebih inklusif terhadap perempuan. 

Di Indonesia, meski undang-undang telah ada untuk mendorong keterwakilan perempuan, pelaksanaannya sering kali terganjal oleh faktor-faktor budaya dan struktural yang mengakar kuat.

Di negara-negara Skandinavia, afirmasi gender tidak hanya diwujudkan melalui kebijakan kuota, tetapi juga melalui upaya sistematis dalam membangun budaya politik yang ramah gender. 

Misalnya, sistem proporsional tertutup di negara-negara ini memungkinkan partai politik memiliki kontrol lebih besar untuk memastikan perempuan ditempatkan di posisi teratas daftar pemilih. 

Sebaliknya, sistem proporsional terbuka di Indonesia, seperti yang disebutkan dalam penelitian Prihatini (2019), justru menyulitkan perempuan karena sistem ini lebih memprioritaskan calon dengan akses modal yang besar. 

Prihatini juga menunjukkan bahwa perempuan cenderung terpinggirkan karena mereka kurang memiliki akses ke sumber daya keuangan dibandingkan laki-laki, sehingga membuat mereka sulit untuk membeli posisi strategis dalam daftar partai.

Selain itu, faktor lain yang menjadi tantangan di Indonesia adalah budaya patriarki yang mendalam, yang sering kali membatasi ruang gerak perempuan dalam politik. 

Penelitian Sari dan Rozikin (2022) menunjukkan bahwa meskipun undang-undang telah menetapkan kuota keterwakilan perempuan, partisipasi perempuan di DPR RI masih sangat rendah karena norma-norma sosial yang menempatkan perempuan dalam peran domestik. 

Sebagai perbandingan, di beberapa negara seperti Rwanda, perempuan justru mendapatkan dukungan kuat dari kebijakan nasional yang mewajibkan keterwakilan minimal 30% di parlemen, yang kemudian diikuti dengan perubahan signifikan dalam pandangan masyarakat terhadap perempuan pemimpin.

Selain itu, partisipasi perempuan dalam politik di Indonesia sering kali dibatasi oleh praktik politik uang dan dinasti politik. 

Menurut Wardani dan Subekti (2021), sekitar 44% kandidat perempuan yang terpilih dalam Pemilu 2019 berasal dari dinasti politik. 

Dinasti politik ini memberikan akses kepada sumber daya finansial dan jaringan politik yang lebih besar, yang sering kali sulit dijangkau oleh kandidat perempuan yang tidak memiliki hubungan politik. 

Di sisi lain, negara-negara seperti Jerman dan Prancis memiliki regulasi ketat untuk mengurangi pengaruh politik dinasti dan memperkuat inklusi perempuan dalam politik melalui pendidikan politik yang masif dan program pemberdayaan perempuan.

Dengan demikian, meskipun Indonesia telah mengambil langkah awal melalui affirmative action dan kuota gender, masih diperlukan perubahan yang lebih mendasar untuk memastikan partisipasi perempuan yang lebih setara dalam politik. 

Pembelajaran dari negara-negara lain menunjukkan bahwa kebijakan afirmatif harus diikuti dengan reformasi struktural dan sosial yang lebih komprehensif. 

Untuk memastikan kemajuan nyata, Indonesia perlu memperkuat program pemberdayaan perempuan dan mendobrak norma-norma patriarki yang masih kuat di masyarakat dan di dalam sistem politik itu sendiri.

Referensi

  • Jovani, A. (2020). Women's Representation in Politics: Case Study of Women Legislative Member in Regional of Representatives Nusa Tenggara Timur Period of 2014-2019. KnE Social Sciences, 4(10). https://doi.org/10.18502/kss.v4i10.7426  
  • Sihidi, I., Khanifah, L., & Romadhan, A. (2019). The Politics of Gender in Indonesia's Political Parties. In Proceedings of the Third International Conference on Sustainable Innovation 2019. Proceedings of the Third International Conference on Sustainable Innovation 2019 -- Humanity, Education and Social Sciences (IcoSIHESS 2019). Atlantis Press. https://doi.org/10.2991/icosihess-19.2019.62
  • Erlina, E., & Normadilla, N. (2020). Gender Analysis in Indonesia's Legislation Regarding Political Laws. Lentera Hukum. 7(3) , https://doi.org/10.19184/ejlh.v7i3.20117
  • Prihatini, E. S. (2019). Women who win in Indonesia: The impact of age, experience, and list position. Women's Studies International Forum. 72, 40--46. https://doi.org/10.1016/j.wsif.2018.10.003
  • Wardani, S. B. E., & Subekti, V. S. (2021). Political Dynasties and Women Candidates in Indonesia's 2019 Election. Journal of Current Southeast Asian Affairs. 40(1), 28--49. https://doi.org/10.1177/1868103421991144

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun