Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengukur Harga Diri: Kritik Sosial atas Nilai dan Status

3 Juni 2024   08:00 Diperbarui: 3 Juni 2024   08:40 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: Facebook.com/BraidsbyRice)

Karikatur yang menggambarkan seekor ikan (lihat gambar di atas) yang melompat dari tangki murah ke tangki yang lebih mahal dengan kata-kata "I'm worth it," membuka pintu ke diskusi filosofis tentang nilai diri dan harga. 

Dalam konteks filsafat, ini mengundang kita untuk merenungkan tentang esensi 'nilai' itu sendiri. 

Apakah nilai seseorang atau sesuatu benar-benar inheren, atau apakah itu ditentukan oleh persepsi dan konteks?

Dalam pemikiran eksistensialis, terutama yang digagas oleh Jean-Paul Sartre, konsep eksistensi mendahului esensi menjadi relevan di sini. 

Sartre berpendapat bahwa manusia pertama-tama ada, muncul di dunia, dan kemudian mendefinisikan diri mereka sendiri setelahnya. 

Dalam konteks karikatur ini, ikan kecil tersebut memilih untuk mendefinisikan nilai dirinya sendiri, tidak berdasarkan esensi biologisnya sebagai ikan, melainkan melalui aksi simbolis melompat ke tempat yang dianggap memiliki nilai lebih tinggi.

Ini menantang pandangan tradisional bahwa nilai ditentukan oleh faktor eksternal seperti pasar atau penghargaan masyarakat. 

Alih-alih, ikan tersebut menegaskan agensi personalnya dalam menentukan nilai dirinya sendiri. 

Ini menarik karena menggambarkan bagaimana makhluk dapat aktif dalam menentukan nilai mereka sendiri di mata yang lain---sebuah refleksi yang mendalam tentang harga diri dan pengakuan.

Namun, ini juga membuka wacana tentang ironi dan kesia-siaan dalam upaya tersebut. 

Dalam melompat ke tangki yang lebih mahal, ikan tersebut tidak secara fisik berubah atau mendapatkan peningkatan kualitas. 

Ini mengilustrasikan pemikiran absurdis, seperti yang ditekankan oleh Albert Camus, di mana tindakan-tindakan yang dilakukan dalam mencari makna atau nilai sering kali absurd karena ketidaksesuaian antara tujuan dan hasil yang bisa diraih.

Dari sisi filsafat, karikatur ini menjadi sarana introspeksi tentang bagaimana kita, sebagai individu atau sebagai masyarakat, menentukan nilai---baik itu diri sendiri maupun orang lain. 

Apakah kita mengukur berdasarkan harga yang dibayarkan di pasar, atau apakah kita mencari nilai yang lebih dalam yang melampaui nilai pasar?

***

Dari sudut pandang sosiologi, karikatur ini menawarkan wawasan tentang bagaimana status sosial dan konsep 'harga' dibentuk dan dipersepsikan dalam masyarakat. 

Fenomena ikan yang melompat dari satu tangki ke tangki yang lebih mahal dapat dianggap sebagai metafora untuk mobilitas sosial dan bagaimana individu berusaha mengubah posisi mereka dalam struktur sosial.

Dalam masyarakat konsumen modern, status sering kali dikaitkan dengan barang-barang yang kita miliki atau harga yang kita bayar untuk sesuatu. 

Ini tercermin dalam teori Pierre Bourdieu mengenai "modal" dalam berbagai bentuknya---ekonomi, sosial, budaya, dan simbolis. 

Ikan yang melompat ke tangki yang lebih mahal bisa dilihat sebagai usaha untuk menambah modal simbolis---usaha untuk dilihat sebagai 'lebih berharga' atau 'istimewa' melalui asosiasi dengan harga yang lebih tinggi, meskipun secara intrinsik tidak ada perubahan.

Hal ini mengarah pada diskusi tentang 'distinction' seperti yang dijelaskan oleh Bourdieu, di mana kelas-kelas sosial menggunakan preferensi dan konsumsi sebagai alat untuk membedakan diri mereka dari kelas lain. 

Dengan melompat ke tangki yang lebih mahal, ikan tersebut, secara simbolis, mencoba mengangkat status sosialnya, sebuah tindakan yang mencerminkan apa yang sering dilakukan manusia melalui pembelian barang-barang mewah atau investasi dalam 'gaya hidup' tertentu.

Namun, ada ironi sosial yang terkandung dalam aksi ikan tersebut. 

Meskipun ikan itu mungkin berpikir bahwa melompat ke tangki yang lebih mahal akan mengubah cara ia dipersepsikan, pada kenyataannya, ikan tersebut tetap sama. 

Ini membuka pandangan kritis terhadap sistem nilai dalam masyarakat yang sering kali menilai individu berdasarkan simbol-simbol eksternal daripada kualitas intrinsik. 

Ini mencerminkan kritik sosial terhadap 'fetishisme komoditas' yang diteorikan oleh Karl Marx, di mana nilai sebenarnya dari barang atau individu terdistorsi oleh persepsi pasar.

Dengan demikian, karikatur ini tidak hanya mengundang tawa tetapi juga pemikiran mendalam tentang dinamika sosial yang mendasari tindakan kita sebagai individu dalam masyarakat. 

Apakah kita benar-benar meningkatkan nilai diri kita dengan 'melompat' ke status yang lebih tinggi, atau apakah kita hanya menipu diri sendiri dengan simbol-simbol kosong yang pada akhirnya tidak mengubah esensi kita? 

Diskusi ini sangat relevan dalam menganalisis bagaimana nilai dan status ditentukan dan dipertahankan dalam struktur sosial kontemporer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun