Farida mengangguk, tapi dalam hati, dia merasa ada sesuatu yang lebih berat dari sekedar berpisah karena lulus kuliah. Sebuah perasaan yang belum sempat dia ungkapkan.
"Rida, kamu yakin nggak ada yang ingin kamu bilang?" tanya Gunawan, kali ini nada suaranya lebih serius.
Farida menghela nafas, menatap Gunawan dengan tatapan yang mendalam, "Ada sih, tapi..."
Sebelum Farida melanjutkan, tiba-tiba beberapa teman mereka datang menghampiri, membawa kamera dan riuh meminta mereka bergabung dalam foto. Farida tersenyum paksa, menyimpan kembali kata-kata yang hampir terucap.
***
Setelah sesi foto bersama teman-teman mereka, Gunawan menarik Farida ke kafetaria kampus yang sudah mereka anggap sebagai markas selama bertahun-tahun belajar. Meja favorit mereka di sudut kafetaria masih tersedia, dan mereka segera duduk, memesan dua gelas teh tarik---minuman wajib mereka setiap kali berkunjung.
"Sudah lama ya kita nggak ngobrol berdua kayak gini, Rida," kata Gunawan sambil menyedot teh tariknya.
"Iya, rasanya kayak ada yang hilang gitu kalau nggak ngobrol bareng kamu," Farida mengakui, tapi matanya tak berani menatap Gunawan langsung.
"Rida, kamu tuh kayaknya punya banyak banget pikiran. Kenapa sih kamu nggak pernah cerita sama aku? Aku kan teman kamu juga," tanya Gunawan, suaranya penuh kekhawatiran.
Farida mengaduk-aduk tehnya, berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Itu... aku takut, Gun. Takut kalau aku bilang, semuanya akan berubah. Aku nggak mau kehilangan kamu sebagai teman."