Strategi "Diversion"
Dalam debat kandidat wakil presiden yang baru saja kita saksikan, ada sebuah momen yang menarik perhatian saya, yaitu penggunaan strategi "Diversion" oleh cawapres B.Â
Strategi ini, yang tidak lazim dalam debat politik, layak dibahas lebih lanjut karena implikasinya yang luas bagi pemahaman publik terhadap proses demokrasi.
"Diversion", atau pengalihan, adalah taktik debat di mana seorang debater mengalihkan topik dari substansi yang seharusnya dibahas ke topik lain yang mungkin kurang relevan atau bahkan menyesatkan.Â
Dalam konteks debat cawapres, cawapres B mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak umum diketahui oleh lawan debatnya, cawapres A dan C, serta para pemirsa.Â
Tujuan utama dari strategi ini tampaknya adalah untuk menghindari diskusi mendalam tentang isu-isu penting yang mungkin tidak ia kuasai sepenuhnya.
Pertanyaan muncul, mengapa strategi seperti ini digunakan? Salah satu alasan mungkin adalah keterbatasan pengetahuan atau pemahaman cawapres B tentang isu-isu yang dibahas.
Dengan mengalihkan perhatian ke topik yang kurang diketahui, cawapres B dapat menghindari penilaian langsung tentang kompetensinya.Â
Namun, taktik ini juga bisa dilihat sebagai upaya untuk membingungkan lawan dan pemirsa, menciptakan kesan bahwa ia menguasai topik yang sebenarnya jauh dari jangkauan diskusi utama.
Strategi "Diversion", walaupun mungkin efektif dalam jangka pendek, menimbulkan beberapa masalah serius. Pertama, ia mengurangi kualitas debat publik.Â
Debat harus menjadi forum di mana ide-ide dan kebijakan dibahas secara mendalam, bukan ajang permainan kata atau tipu muslihat retoris. Kedua, strategi ini bisa menyesatkan pemirsa.Â
Pemilih berhak mendapatkan informasi yang jelas dan akurat tentang posisi dan rencana masing-masing kandidat, bukan disajikan pertunjukan debat yang tidak substansial.
Lebih jauh, penggunaan "Diversion"oleh cawapres B mencerminkan sebuah fenomena yang lebih besar dalam politik modern: penekanan pada gaya daripada substansi.Â
Dalam era media sosial dan siklus berita 24 jam, kandidat sering kali lebih fokus pada cara mereka dipersepsikan daripada kualitas ide mereka. Ini adalah tren yang berbahaya, karena dapat menyebabkan pemilihan pemimpin yang berdasarkan pada kemampuan retorika daripada kemampuan untuk mengatasi masalah nyata.
Penting bagi pemilih untuk menyadari dan memahami strategi seperti "Diversion". Kita harus menuntut lebih dari para calon pemimpin kita: tidak hanya keahlian dalam berbicara, tetapi juga dalam berpikir dan bertindak.Â
Kita perlu memperhatikan bukan hanya apa yang mereka katakan, tetapi bagaimana dan mengapa mereka mengatakannya. Hanya dengan begitu kita dapat memastikan bahwa demokrasi kita dijalankan oleh orang-orang yang benar-benar mampu membawa perubahan nyata untuk masa depan.
Berbagai Strategi Debat yang Harus Diketahui
Ada banyak strategi debat yang dapat saya rangkum dari berbagai sumber, yaitu:
Refutation (Penyangkalan): Ini melibatkan mengidentifikasi kelemahan dalam argumen lawan dan secara langsung membantahnya dengan bukti atau logika. Strategi ini membutuhkan pemahaman yang baik tentang topik dan kemampuan untuk berpikir kritis.
Building a Constructive Case (Membangun Kasus Konstruktif): Ini berfokus pada pembentukan argumen yang kuat dan kohesif untuk posisi Anda sendiri. Ini melibatkan penelitian menyeluruh, penyusunan bukti yang kuat, dan menyampaikan argumen secara jelas dan logis.
Signposting (Penandaan): Ini adalah teknik untuk membuat struktur argumen Anda jelas bagi pendengar. Ini melibatkan menyatakan poin utama Anda secara eksplisit dan menjelaskan bagaimana setiap bagian dari argumen Anda berhubungan dengan keseluruhan.
Point of Information (POI): Dalam beberapa format debat, peserta dapat menawarkan POI untuk mengganggu lawan dan menyampaikan poin singkat atau pertanyaan. Ini bisa mengganggu alur lawan atau menyoroti kelemahan dalam argumennya.
Empathy and Pathos: Menggunakan empati atau pathos untuk terhubung dengan audiens pada tingkat emosional, sering kali dengan menceritakan cerita atau menggunakan contoh yang membangkitkan emosi.
Logos and Evidence: Menggunakan logika (logos) dan bukti untuk membangun kasus yang rasional dan berbasis fakta. Ini membutuhkan data, statistik, dan referensi dari sumber-sumber kredibel.
Ethos (Kredibilitas): Membangun kredibilitas Anda sendiri sebagai pembicara, baik melalui menunjukkan keahlian Anda atau menampilkan karakter yang dapat dipercaya dan etis.
Cross-examination (Pemeriksaan Silang): Ini adalah teknik yang digunakan untuk mempertanyakan lawan debat secara langsung. Tujuannya adalah untuk mengungkap kelemahan atau kontradiksi dalam argumen lawan atau untuk memperkuat poin Anda sendiri.
Concession (Pengakuan): Kadang-kadang, mengakui poin yang valid dari lawan bisa memperkuat kredibilitas Anda. Strategi ini menunjukkan bahwa Anda objektif dan memahami topik secara menyeluruh.
Hypotheticals (Hipotesis): Menggunakan situasi hipotetis untuk menggambarkan poin Anda atau untuk menantang argumen lawan. Ini harus digunakan dengan hati-hati agar tidak menyimpang dari fakta yang konkret.
Reductio ad Absurdum: Strategi ini melibatkan membawa argumen lawan ke kesimpulan yang logis tetapi absurd, dengan cara ini menunjukkan kelemahan atau ketidaklogisan dalam argumen mereka.
Analogy (Analogi): Menggunakan perbandingan atau analogi untuk menjelaskan konsep kompleks atau untuk menunjukkan bagaimana satu situasi mirip dengan yang lain.
Pre-emptive Argumentation (Argumen Pencegahan): Mengantisipasi dan merespons argumen yang mungkin dibuat oleh lawan sebelum mereka memilikinya. Ini menunjukkan persiapan yang baik dan membatasi efektivitas serangan lawan.
Summarization and Conclusion (Ringkasan dan Kesimpulan): Secara efektif merangkum poin utama argumen Anda dan menyampaikan kesimpulan yang kuat untuk meninggalkan kesan yang kuat pada audiens.
Framing (Pembentukan Bingkai): Menentukan cara suatu topik atau isu dibahas. Dengan mengendalikan 'bingkai' diskusi, Anda dapat memengaruhi cara audiens memandang suatu isu.
Appeal to Authority (Mengacu pada Otoritas): Mengutip para ahli atau sumber otoritatif untuk mendukung argumen Anda. Penting untuk memastikan bahwa sumber tersebut relevan dan dapat dipercaya.
Appeal to Tradition (Mengacu pada Tradisi): Berargumen bahwa sesuatu harus dilakukan karena telah lama menjadi tradisi atau norma. Meskipun ini bisa berpengaruh, penting untuk menilai apakah tradisi tersebut masih relevan.
Appeal to Emotion (Mengacu pada Emosi): Menggunakan emosi untuk membujuk atau meyakinkan audiens, seperti rasa takut, harapan, atau simpati.
Appeal to Common Belief (Mengacu pada Keyakinan Umum): Menggunakan argumen bahwa sesuatu harus benar karena banyak orang percaya demikian. Ini bisa efektif tetapi harus digunakan dengan hati-hati karena keyakinan populer tidak selalu benar.
Quoting Statistics and Studies (Mengutip Statistik dan Studi): Menggunakan data dan hasil penelitian untuk mendukung argumen Anda. Ini memberikan dasar faktual dan meningkatkan kekuatan argumen Anda.
Use of Rhetorical Questions (Penggunaan Pertanyaan Retoris): Mengajukan pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban tetapi dirancang untuk membuat audiens berpikir atau untuk menekankan poin.
Use of Irony and Sarcasm (Penggunaan Ironi dan Sarkasme): Terkadang digunakan untuk menunjukkan kelemahan argumen lawan atau mengekspresikan kritik dengan cara yang lebih tajam.
Use of Paradoxes (Penggunaan Paradoks): Memperkenalkan paradoks untuk memprovokasi pemikiran atau untuk menyoroti ketidaklogisan atau kontradiksi dalam argumen lawan.
Utilizing Metaphors and Similes (Menggunakan Metafora dan Simile): Ini membantu dalam membuat argumen Anda lebih menarik dan mudah dimengerti dengan membandingkan konsep dengan sesuatu yang sudah dikenal audiens.
Presenting a Dilemma (Menyajikan Dilema): Menempatkan lawan dalam posisi di mana mereka harus memilih antara dua pilihan yang tidak menguntungkan, menunjukkan kelemahan dalam posisi mereka.
Storytelling (Bercerita): Menggunakan cerita atau anekdot untuk menggambarkan poin atau untuk membuat argumen Anda lebih menarik dan relatable bagi audiens.
Establishing a False Dichotomy (Membuat Dikotomi Palsu): Menyajikan dua pilihan sebagai satu-satunya opsi yang ada, sering kali digunakan untuk memaksa audiens memilih sisi.
Logical Reasoning (Penalaran Logis): Menggunakan logika formal untuk membuat argumen yang koheren dan menyakinkan, sering melalui penggunaan silogisme dan deduksi.
Bandwagon Approach (Pendekatan Bandwagon): Mengklaim bahwa sesuatu harus benar atau baik karena banyak orang sudah mengikuti atau percaya padanya.
***
Pemilihan dan penerapan strategi ini bergantung pada konteks debat, topik yang dibahas, dan audiens yang dituju. Kemampuan untuk menggabungkan berbagai teknik ini dengan efektif dapat sangat meningkatkan kekuatan dan persuasifitas argumen debater.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H