Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Gak Bahaya Tah Seorang CEO Bertingkah seperti Manajer?

30 Oktober 2023   16:23 Diperbarui: 31 Oktober 2023   02:53 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wijaya merasa bingung ketika, di tengah-tengah mengikuti sesi pelatihan yang telah berlangsung selama tiga jam, ia menerima pesan dari manajernya untuk segera kembali ke kantor. Posisinya dalam pelatihan tersebut digantikan oleh seorang staf lain. 

Manajer tersebut menjelaskan bahwa ini adalah instruksi dari Chief Executive Officer (CEO), yang juga menjabat sebagai komisaris utama dari sebuah perusahaan multinasional. Wijaya merasa heran, bertanya-tanya mengapa seorang CEO merangkap komisaris utama akan terlibat dalam "mikromanajemen" seperti ini.

Selama lima tahun terakhir, Wijaya telah menyadari bahwa perusahaannya, meskipun merupakan entitas multinasional, tidak menunjukkan kinerja yang mengesankan. 

Data yang disediakan telah menunjukkan penurunan penjualan dalam jangka waktu tersebut, menandakan bahwa perusahaan saat ini kehilangan pangsa pasar kepada pesaing-pesaingnya. 

Sepuluh tahun yang lalu, perusahaan mereka bahkan pernah mencapai prestasi luar biasa dengan masuk dalam daftar 10 besar perusahaan di negaranya. Namun, sekarang mereka hanya mampu menduduki peringkat 79, sedangkan beberapa pesaing lain telah mengalami peningkatan peringkat yang signifikan. 

Wijaya menyimpulkan, melalui pengamatannya yang tajam, bahwa salah satu penyebab penurunan ini adalah praktik mikromanajemen yang diterapkan oleh pimpinan perusahaan.

Kepemimpinan, Otoritas, dan Bahaya "Mengatur Semuanya"

Di dunia manajemen, ada ungkapan, "Tugas presiden adalah mengorkestrasi kebijakan, bukan menyusun formasi pemain sepak bola." Ungkapan sederhana ini sebenarnya mengandung pesan mendalam tentang bagaimana seorang pemimpin seharusnya bertindak dalam sebuah organisasi. 

Namun, apa yang terjadi ketika ungkapan ini diabaikan? Ketika para pemimpin mulai terlibat dalam aspek-aspek teknis dan operasional? Pertimbangan mendalam timbul dari pertanyaan-pertanyaan tersebut:

  • Mendefinisikan Kepemimpinan: Sebelum lebih jauh masuk, ada baiknya kita memahami apa yang dimaksud dengan kepemimpinan.
    Dalam konteks organisasi, seorang pemimpin adalah individu yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan strategis, merumuskan visi, misi, dan memberikan arahan kepada semua anggota organisasi.
    Pada titik ini, seorang pemimpin diharapkan memiliki kemampuan analitis, intuisi, dan kemampuan untuk memahami tantangan dan peluang jangka panjang.
  • Membedakan Antara Pemimpin dan Manajer: Kesalahan fatal yang sering terjadi adalah ketika seorang pemimpin mulai bertindak seperti seorang manajer.
    Seorang manajer, dengan semua keahliannya, berfokus pada operasional, aktivitas sehari-hari, dan pengawasan tim. Seorang pemimpin yang terlalu terlibat dalam masalah teknis akan kehilangan fokus pada "big pictures" organisasi.
  • Bahaya Mikromanajemen: Mikromanajemen, di mana seorang pemimpin terlalu terlibat dalam mengawasi tugas-tugas bawahannya, menciptakan beberapa masalah serius.
    Pertama, hal ini dapat menurunkan semangat karyawan. Ketika seorang pemimpin secara konsisten ikut campur dalam pekerjaan seorang karyawan, hal ini dapat menciptakan kesan bahwa karyawan tersebut tidak dipercayai atau dihargai.
    Kedua, hal ini menciptakan ketidakefisienan. Seorang pemimpin yang terlalu fokus pada detail-detail kecil akan mengabaikan isu-isu strategis yang lebih penting.
  • Keprihatinan tentang Penurunan Otoritas: Ironisnya, ketika seorang pemimpin mencoba menegakkan otoritas dengan mencampuri segala hal, otoritas tersebut justru bisa terkikis.
    Hal ini karena otoritas seorang pemimpin yang baik diakui bukan dari seberapa banyak mereka mencampuri, tetapi seberapa efektif mereka memimpin dan memberikan arahan.
  • Pendelegasian: Salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin adalah kemampuannya untuk mendelegrasikan tugas.
    Hal ini bukan berarti pemimpin mengabaikan tanggung jawab mereka, melainkan memberikan kepercayaan kepada tim mereka untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu sesuai dengan keahlian mereka.
    Delegasi memungkinkan seorang pemimpin untuk fokus pada hal-hal yang benar-benar penting, sementara tim mereka dapat memberikan kontribusi penuh berdasarkan keahlian mereka.
  • Membangun Organisasi yang Kuat: Sebuah organisasi yang kuat dibangun bukan dari seberapa banyak seorang pemimpin mengatur, tetapi seberapa baik mereka membangun tim mereka, memberdayakan mereka, dan memastikan bahwa setiap anggota memiliki peran yang jelas. Ini menciptakan lingkungan kerja yang positif, produktif, dan inovatif.

Mikromanajemen: Sudahkah Menjadi Tradisi dalam Dunia Bisnis?

Dalam sejarah panjang manajemen, pemimpin dan eksekutif bisnis selalu menghadapi dilema: seberapa jauh mereka harus terlibat dalam tugas-tugas operasional tim mereka? 

Mikromanajemen telah menjadi istilah populer yang digunakan untuk menggambarkan perilaku seorang manajer yang terlalu terlibat dalam pekerjaan bawahannya. 

Sementara beberapa mungkin berpendapat bahwa ini adalah bentuk perhatian terhadap detail, banyak pakar manajemen yang percaya bahwa mikromanajemen dapat menjadi toksik bagi perkembangan organisasi.

Pertama, kita harus memahami apa yang mendorong perilaku ini. 

Menurut Stephen R. Covey, penulis buku terlaris "The 7 Habits of Highly Effective People," salah satu kebiasaan individu yang efektif adalah "Begin with the End in Mind." Dalam konteks manajemen, hal ini dapat diartikan sebagai memiliki visi yang jelas tentang hasil yang diinginkan dari suatu tugas atau proyek. 

Namun, ketika visi ini disalurkan dengan cara yang salah, seperti melalui mikromanajemen, hasil yang diinginkan mungkin tidak akan pernah tercapai.

Sebagai pengamat praktik manajemen yang tidak efisien ("mismanagement", lebih dari 15 tahun), saya percaya bahwa mikromanajemen sering kali berasal dari ketidakpercayaan atau ketakutan akan ketidaksempurnaan. 

Namun, Peter F. Drucker, salah satu tokoh manajemen paling berpengaruh di abad ke-20, pernah berkata, "Manajemen adalah tentang manusia." Ini mengingatkan kita bahwa di balik setiap tugas dan proyek terdapat manusia dengan kemampuan, kreativitas, dan potensi yang harus dimanfaatkan.

Mikromanajemen, pada dasarnya, menekan potensi ini. 

Dengan mencampuri setiap detail pekerjaan, seorang pemimpin mungkin tanpa sadar meredam kreativitas dan inisiatif bawahannya. 

Menurut Ken Blanchard dan Spencer Johnson, penulis buku "The One Minute Manager," pemimpin yang efektif adalah mereka yang dapat menetapkan tujuan yang jelas, memberikan panduan ketika diperlukan, dan kemudian memberikan kepercayaan kepada tim mereka untuk mencapainya. Dengan mikromanajemen, semua aspek ini dapat terhambat.

Dari segi produktivitas, mikromanajemen dapat menjadi tidak produktif. Dalam bukunya "Drive: The Surprising Truth About What Motivates Us," Daniel H. Pink menunjukkan bahwa salah satu motivasi terbesar bagi karyawan adalah otonomi -- kemampuan untuk memiliki kendali atas pekerjaan mereka sendiri. Mikromanajemen menghancurkan otonomi ini, dan dengan demikian, dapat menghancurkan motivasi.

Harapan saya, dan harapan banyak profesional lainnya, adalah agar manajer dan pemimpin di seluruh dunia dapat memahami dan mengakui dampak negatif dari mikromanajemen. 

Di era saat ini, di mana inovasi dan adaptasi cepat menjadi kunci kesuksesan, organisasi tidak dapat lagi membiarkan kreativitas individu terhambat oleh praktik manajemen yang ketinggalan zaman.

Dalam analisis ini, saya tidak mengusulkan agar pemimpin sepenuhnya melepaskan kendali. Sebaliknya, saya menganjurkan pendekatan manajemen yang lebih seimbang. 

Seperti yang dikatakan oleh Warren Bennis, seorang ahli kepemimpinan terkemuka, "Pemimpin terbaik adalah mereka yang paling tertarik untuk mengelilingi diri dengan asisten dan rekan yang lebih cerdas dari mereka." 

Dengan pendekatan yang lebih kolaboratif, di mana manajer diberikan kepercayaan dan bawahan diberdayakan untuk mengambil inisiatif, organisasi dapat mencapai kinerja yang optimal.

Menghormati Batasan dan Menghargai Keahlian

Sangat penting bagi para pemimpin untuk memahami pentingnya memberikan kepercayaan dan memberikan kekuasaan kepada bawahan mereka, sekaligus memberikan arahan dan bimbingan yang sangat diperlukan. 

Terlalu terlibat dalam seluk-beluk operasional berpotensi menghambat kemajuan dan kemajuan anggota tim, sehingga berdampak buruk pada produktivitas.

Keprihatinan kita terhadap pemimpin yang "mengurusi segala hal" bukanlah tanpa alasan. Dalam dunia yang semakin kompleks, pemimpin yang sukses adalah mereka yang menghormati batasan mereka sendiri, menghargai keahlian tim mereka, dan fokus pada visi jangka panjang organisasi. 

Tanpa pemahaman mendalam tentang pentingnya peran strategis dan delegasi, pemimpin berisiko menjerumuskan organisasi ke dalam ketidakpastian dan stagnasi.

Oleh karena itu, mari kita kembalikan esensi pemimpin, bukan sebagai pengendali segala, tetapi sebagai arsitek masa depan yang cerdas dan visioner.

Dalam dunia bisnis yang semakin kompleks dan dinamis, harapan saya adalah pemimpin akan melihat mikromanajemen sebagai apa adanya: sebuah halangan terhadap pertumbuhan, inovasi, dan produktivitas. 

Semoga, dengan kesadaran ini, kita dapat membangun budaya kerja yang lebih mendukung, kolaboratif, dan produktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun