Indonesia, sebagai negara berkembang dengan aspirasi besar, telah mengalokasikan secara signifikan sejumlah anggaran negara untuk riset dan inovasi. Namun, keprihatinan muncul terkait efikasi pengeluaran ini dalam menghasilkan manfaat nyata bagi masyarakat dan industri dalam negeri.Â
Berbagai laporan dan berita menyoroti masalah-masalah kritis dalam pengelolaan dan penggunaan dana riset, yang patut direfleksikan untuk masa depan pembangunan berkelanjutan Indonesia.
Berita mengenai pendanaan riset di Indonesia untuk periode 2022-2023 menyoroti beberapa isu penting. Pada tahun 2022, alokasi keuangan untuk riset ilmiah di Indonesia mencapai total US$8,2 miliar, namun jumlah ini hanya memiliki rasio 0,24% dari Produk Domestik Bruto, sehingga merupakan rasio yang paling kecil jika dibandingkan dengan negara-negara lain [1][2].
Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ditjen Diktiristek) mengalami transformasi dalam pembiayaan riset untuk pendidikan tinggi dengan mengadopsi dua skema pendanaan: Competitive Fund dan Matching Fund [3].
Meskipun alokasi dana meningkat, entitas pemerintah dan lembaga riset di Indonesia terus memandang riset sebagai belanja daripada investasi yang bermanfaat. Hal ini menghambat kemajuan dan penerapan hasil riset di industri dan masyarakat [2].
Persepsi ini telah menyebabkan keterlambatan dalam riset dan pengembangan di Indonesia. Tanpa mengakui riset sebagai investasi, Indonesia kesulitan bersaing dalam inovasi dan teknologi dengan negara-negara lain yang memiliki alokasi anggaran riset yang lebih besar. Akibatnya, tidak banyak hasil riset yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat dan industri.
Pemerintah telah menerapkan langkah-langkah untuk mengatasi keadaan ini. Melalui perbaikan regulasi seperti Peraturan Menteri Keuangan No. 106 tahun 2016 dan Undang-Undang No. 13 tahun 2016 tentang paten, pemerintah bertujuan untuk menciptakan insentif bagi peneliti untuk fokus pada output riset dan mendapatkan royalti dari hasil riset mereka [2]. Namun, perubahan-perubahan ini mungkin tidak cukup untuk meningkatkan produktivitas riset ilmiah dan menciptakan dampak yang nyata pada masyarakat dan sektor bisnis.
Dalam mengatasi masalah ini, sangat penting bagi pemerintah untuk terus meningkatkan pendanaan riset, mendorong sinergi antara lembaga riset dan industri, dan menciptakan lingkungan yang mendukung kemajuan inovasi dan perkembangan teknologi.Â
Hal ini akan membantu mengubah persepsi riset sebagai investasi penting bagi masa depan negara di kalangan masyarakat dan pemangku kepentingan.
Opini ini mengajak para pemangku kepentingan untuk merenungkan dan bekerja bersama dalam membangun strategi dan mekanisme yang lebih baik dalam pengelolaan dan alokasi dana riset. Inovasi dan riset adalah kunci untuk pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan.Â
Oleh karena itu, investasi yang signifikan dalam riset dan inovasi harus diikuti dengan manajemen dan implementasi yang tepat agar mampu menghasilkan manfaat nyata bagi masyarakat dan industri dalam negeri.
Melalui refleksi dan perbaikan sistematis, Indonesia dapat mengoptimalkan potensi riset dan inovasi sebagai motor penggerak pertumbuhan dan kemajuan nasional.Â
Ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan introspeksi dan mereformasi sistem pendanaan riset di Indonesia, memastikan bahwa setiap rupiah yang diinvestasikan dalam riset dan inovasi berkontribusi secara signifikan terhadap kesejahteraan dan kemajuan bangsa.
Fabrikasi Riset: Antara Kontribusi Ilmiah dan Kehilangan Jejak Nyata
Keprihatinan mendalam terhadap dunia riset, khususnya di universitas dan lembaga riset pemerintah, kini semakin mengemuka. Fokus yang timpang---yang cenderung mengejar keberhasilan di laboratorium semata, tanpa mempertimbangkan relevansi dan aplikasi praktis di masyarakat---telah memperlihatkan keretakan sistemik dalam landasan riset kita.Â
Sejatinya, riset harus berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan murni dan penerapan nyata yang mendatangkan manfaat bagi kemaslahatan umum. Namun, apa yang kita saksikan saat ini?
Banyak riset yang dilahirkan dengan anggaran besar dan harapan tinggi, namun pada akhirnya terjebak dalam lemari besi laboratorium atau, dalam kasus terbaik, hanya menghiasi halaman-halaman jurnal ilmiah.Â
Kesuksesan diukur berdasarkan jumlah publikasi, indeks sitasi, atau paten yang didapatkan---namun ironisnya, banyak dari paten tersebut yang mangkrak dan tidak pernah diimplementasikan.
Lantas, apa gunanya sebuah paten jika tidak memberikan sumbangsih praktis kepada masyarakat? Bukankah sejatinya ilmu pengetahuan harus diterapkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia?
Saya percaya bahwa di balik setiap riset yang dilakukan, ada niat baik untuk berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Namun, ketika "Contribution to Knowledge" menjadi tujuan utama dan "Contribution to People" diabaikan, kita telah kehilangan arah.Â
Semangat inovasi terkubur oleh tuntutan publikasi, dan relevansi riset tergadaikan demi pujian akademik.
Berbicara tentang model bisnis dalam riset, ini adalah aspek yang sering diabaikan. Sebuah riset harus mempertimbangkan seluruh aspek, dari pelibatan pengguna, analisis biaya produksi, distribusi, hingga penerapan di lapangan.Â
Lembaga riset dan universitas harus memahami bahwa inovasi tanpa implementasi hanyalah ide kosong. Apa gunanya sebuah teknologi canggih jika tidak dapat diterapkan untuk meningkatkan produktivitas? Atau, apa artinya penemuan baru jika hanya menjadi bahan diskusi di seminar tanpa memberikan dampak nyata?
Ketika membayangkan kebijakan "one university one product", kita bisa melihat potensi luar biasa yang bisa dihasilkan jika setiap universitas mampu menghasilkan satu produk atau layanan yang benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat.Â
Namun, realitas yang ada jauh dari harapan tersebut. Sebagian besar universitas dan lembaga riset masih terperangkap dalam silo-silo mereka sendiri, tanpa adanya interaksi yang intens dengan industri dan masyarakat.
Dari segi kerja sama dengan industri, ini adalah salah satu aspek kritis yang perlu ditingkatkan. Pada dasarnya, industri dan universitas memiliki tujuan yang sama, yaitu menciptakan inovasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia.
Namun, ketidaksesuaian antara kebutuhan industri dan fokus riset, ditambah dengan isu-isu hak kekayaan intelektual, sering menjadi batu sandungan. Padahal, dengan kolaborasi yang erat, kedua belah pihak dapat saling melengkapi dan mencapai hasil yang optimal.
Menutup opini ini, mari kita mengajak semua pihak, baik akademisi, pemerintah, industri, maupun masyarakat, untuk bersama-sama melakukan introspeksi. Apakah kita ingin terus menerus memproduksi ilmu yang hanya berhenti di laboratorium? Atau, apakah kita ingin menciptakan perubahan nyata melalui riset yang relevan dan berdampak?
Riset bukanlah tentang mencari pujian atau meningkatkan reputasi semata. Riset adalah tentang menciptakan solusi bagi masalah yang dihadapi masyarakat.Â
Jika kita terus mengabaikan aspek praktis dari riset, kita bukan hanya kehilangan peluang emas untuk maju, tetapi juga mengkhianati harapan dan kepercayaan masyarakat yang telah mendanai dan mendukung riset kita.
Marilah kita kembali ke jalan yang benar, memadukan ilmu dengan hati nurani, dan mewujudkan riset yang benar-benar berarti bagi bangsa dan masyarakat. Sebuah riset yang bukan sekadar "fabrikasi", namun menjadi solusi nyata bagi tantangan yang kita hadapi bersama.
***
[2] https://litbang.kemendagri.go.id/website/anggaran-riset-dan-riset-indonesia-masih-sangat-minim
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H