Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Sampah Visual dalam Politik, Ketika Wajah Menyeliputi Pesan

20 September 2023   22:15 Diperbarui: 18 Januari 2024   10:22 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu hari yang panas di awal tahun pemilu, kita melangkah keluar dari rumah kita dan melihat pemandangan yang akrab: gambar-gambar besar para politikus yang tersenyum manis, menempel di tiang listrik, pohon-pohon, dan bahkan dinding-dinding gedung. Iklan politik ini telah menjadi bagian dari lansekap perkotaan kita, sebuah tradisi yang terulang setiap beberapa tahun sekali. Namun, kita perlu mengajukan pertanyaan: apakah ini masih relevan dalam era digital yang semakin maju?

Sampah visual, demikianlah istilah yang saya gunakan untuk menggambarkan fenomena ini. Meskipun para politikus memiliki izin resmi untuk memasang spanduk dan poster kampanye mereka, kenyataannya adalah bahwa sampah visual ini telah menjadi bencana lingkungan yang mengotori kota dan daerah kita. 

Spanduk besar dengan wajah politikus yang tersenyum hanya menyampaikan satu pesan: "Saya ada di sini, pilih saya." Namun, pesan moral yang berharga atau pemahaman yang lebih dalam tentang visi politik mereka sepertinya hilang dalam gambar yang besar dan mencolok ini.

Dalam pandangan skeptis ini, mari kita telaah mengapa fenomena sampah visual ini begitu meresahkan, tidak hanya dari segi estetika, tetapi juga dari sudut pandang sosial, ekonomi, dan lingkungan.

1. Biaya dan Kewajiban Pemeliharaan

Para politikus yang memasang spanduk dan poster kampanye mereka mungkin mendapatkan izin, tetapi mereka seringkali melepaskan tanggung jawab atas perawatannya. 

Mereka tidak berupaya untuk menghapus atau merawatnya, karena alasan biaya. Hal ini menciptakan masalah ekologis, di mana materi promosi yang terbuat dari plastik atau bahan yang sulit terurai mencemari lingkungan.

Kita semua tahu bahwa menghilangkan spanduk besar yang telah rusak atau tergantikan oleh kampanye lain adalah tugas yang rumit dan mahal. 

Petugas dari pemerintah setempat harus menghabiskan waktu dan sumber daya yang berharga untuk membersihkan sampah visual ini. 

Ironisnya, sumber daya ini bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat bagi masyarakat, seperti pemeliharaan taman atau layanan publik lainnya.

2. Penggunaan Sumber Daya yang Tidak Efisien

Selain itu, kita harus mencatat bahwa penggunaan sumber daya untuk mencetak, menggantung, dan memelihara spanduk-spanduk ini tidak hanya boros, tetapi juga tidak ramah lingkungan. 

Dalam era di mana kita semakin peduli terhadap perubahan iklim dan pelestarian lingkungan, menghasilkan jumlah sampah yang tidak perlu seperti ini merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan.

3. Kurangnya Informasi yang Bermakna

Ketika kita melihat spanduk-spanduk kampanye ini, kita seringkali bertanya-tanya, "Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh politikus ini?" 

Poster-poster ini jarang menyampaikan pesan-pesan yang bermakna atau memperkenalkan visi konkret yang akan mereka wujudkan jika terpilih. Mereka hanyalah wajah tersenyum yang menghiasi jalan-jalan kita.

Ini mengingatkan kita pada pentingnya kampanye yang substansial dan berfokus pada isu-isu yang relevan bagi masyarakat.

Mengapa kita tidak lebih banyak mendengar tentang rencana mereka untuk mengatasi kemiskinan, mendukung pendidikan, atau melindungi lingkungan? Apakah kampanye ini hanya tentang wajah?

4. Pemanfaatan Media Sosial dan Era Digital

Dalam era digital yang semakin maju, ada pertanyaan yang lebih mendalam yang perlu kita pertimbangkan. Apakah spanduk dan poster kampanye ini masih diperlukan?

Media sosial dan internet telah memberikan sarana yang kuat untuk politikus berkomunikasi dengan pemilih mereka tanpa perlu merusak pemandangan kota.

Politikus dapat memanfaatkan platform-media seperti Facebook, Instagram, atau Twitter untuk berbicara langsung kepada pemilih mereka. 

Mereka dapat berbagi informasi yang lebih substansial, menjelaskan visi mereka, dan berinteraksi dengan pemilih secara langsung.

Dalam era digital ini, mengapa kita masih membuang sumber daya pada spanduk-spanduk besar yang hanya menciptakan sampah visual?

5. Janji-Janji Palsu dan Isu Moral

Sampah visual bukan hanya masalah estetika dan lingkungan. Ini juga mencerminkan masalah yang lebih dalam dalam politik modern: janji-janji palsu dan kurangnya pesan moral yang bermakna. 

Terlalu sering, politikus menggoda pemilih dengan janji-janji yang tidak realistis atau bahkan tidak dapat mereka tepati setelah terpilih.

Pada saat yang sama, kita kehilangan pesan moral yang kuat dalam politik. Kampanye yang fokus pada isu-isu penting seperti hak asasi manusia, keadilan sosial, dan perlindungan lingkungan semakin langka. 

Sebaliknya, kampanye lebih sering berfokus pada kepribadian dan citra publik politikus.

Sebagai pemilih, kita harus semakin skeptis terhadap janji-janji kosong ini dan menuntut lebih banyak substansi dari para politikus yang mencalonkan diri. 

Kita perlu mengingatkan mereka bahwa politik bukan hanya tentang wajah dan nama besar, tetapi tentang perubahan yang dapat mereka bawa kepada masyarakat.

6. Tantangan Penegakan Hukum

Terakhir, tetapi tidak kalah penting, adalah tantangan penegakan hukum terkait dengan sampah visual ini. Meskipun ada peraturan yang mengatur pemakaian spanduk dan poster kampanye, seringkali sulit untuk mengidentifikasi pelanggaran dan mengenakan sanksi yang sesuai.

Para politikus yang tidak bertanggung jawab dapat dengan mudah melepaskan tanggung jawab dan mengklaim bahwa mereka tidak tahu siapa yang memasang spanduk-spanduk tersebut. 

Hal ini menciptakan lingkungan di mana pelanggaran terus berlanjut tanpa sanksi yang tegas.

Dalam konteks ini, perlu ada peningkatan upaya penegakan hukum yang lebih baik untuk mengatasi masalah sampah visual ini. 

Pelanggaran harus diidentifikasi dengan jelas, dan sanksi yang sesuai harus diberlakukan agar politikus dan tim kampanye mereka lebih memperhatikan dampak lingkungan dan estetika perkotaan.

Mengakhiri Era Sampah Visual

Dalam mengakhiri opini ini, kita harus mengingat bahwa politik adalah tentang melayani masyarakat dan menciptakan perubahan yang positif. 

Sampah visual yang kita lihat setiap pemilihan hanya mengalihkan perhatian dari hal-hal yang seharusnya menjadi fokus utama: visi politik, moralitas, dan kemampuan untuk membawa perubahan yang baik bagi masyarakat.

Kita harus menjadi skeptis terhadap politikus yang lebih peduli pada penampilan mereka daripada pada pesan mereka. Kita harus menuntut lebih banyak dari mereka daripada hanya senyum dan janji-janji kosong. 

Kita harus meminta mereka untuk berbicara tentang isu-isu yang benar-benar penting bagi kita sebagai masyarakat.

Selain itu, dalam era digital yang semakin maju, kita harus mempertanyakan relevansi spanduk dan poster kampanye yang menghasilkan sampah visual ini. 

Media sosial dan internet telah memberikan alat yang kuat untuk berkomunikasi dengan pemilih tanpa merusak lingkungan dan estetika perkotaan.

Kita harus mendorong politikus untuk lebih kreatif dan berinovasi dalam kampanye mereka, menggunakan media digital untuk menyampaikan pesan yang lebih bermakna dan substansial. 

Kita harus mendukung langkah-langkah untuk mengurangi penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan menciptakan lingkungan politik yang lebih berfokus pada substansi daripada citra.

Dalam mengakhiri era sampah visual ini, kita harus memandang politik dengan skeptisisme yang sehat, menuntut lebih banyak dari mereka yang mencalonkan diri, dan memastikan bahwa pesan moral yang berharga dan perubahan yang positif adalah yang terpenting dalam setiap kampanye politik. 

Hanya dengan cara ini kita dapat membangun masyarakat yang lebih baik dan lebih berpendidikan, yang mendasarkan pilihannya pada informasi dan pemahaman yang mendalam, bukan hanya pada gambar besar yang tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun