"Maaf, saya sungguh tidak mengerti apa yang Anda maksudkan," ucap Liana tersenyum kepada wanita itu. "Kamu sungguh tidak tahu mengapa kamu didatangkan ke sini?" tanya wanita itu yang membuat Liana semakin kebingungan.
Terpotong. Sebelum Liana menjawab pertanyaan itu, seorang gadis seusia Liana datang dengan membawa sebuah berita. "Ma, sepertinya sebentar lagi akan terjadi longsor. Kita harus segera pergi terlebih dahulu menyelamatkan diri, takutnya rumah kita akan terkena juga," ucap gadis itu tergesa-gesa dan panik.
Mereka berdua bergegas lari dan keluar rumah. Secara cepat wanita itu juga menarik tangan Liana dan mengajaknya untuk keluar. Masih dalam keadaan yang bingung, Liana mengikuti mereka berlari keluar rumah. Terlihat di jalanan itu orang-orang keluar dari rumahnya dan berlari untuk menyelamatkan diri. "Longsor belum terjadi, tetapi kenapa kalian sudah ketakutan seperti itu?" tanya Liana.
"Semuanya terjadi tanpa ada kendali dan kami hanya mengikuti setiap arahan dari pemerintah dan badan yang memprediksi tentang bencana ini," jawab gadis yang berlari di sebelah Liana saat ini. Tidak lama, mereka sampai pada posko antisipasi bencana. Sudah banyak sekali orang-orang yang berada di sana. Semuanya seperti ketakutan, padahal hanya terjadi longsor saja. Sesaat menatap segala raut orang-orang di dalam posko tersebut, Liana menatap kembali ke arah gadis di sebelahnya. Sebelum Liana berbicara, gadis itu terlebih dahulu menjulurkan tangannya kepada Liana.
"Aku Gia. Kamu pasti Liana." Gadis itu tersenyum. Liana terkejut, tidak percaya. Ia saja tidak mengenali gadis itu, kenapa tiba-tiba ia mengetahui namanya.
"Iya, namaku Liana. Kenapa kamu bisa tahu?" tanyanya penasaran.
"Sebab kamu datang untuk menyelamatkan kami," jawab gadis itu.
"Hah?..."
Sebuah tamparan halus terasa di pipi Liana saat ini. "Li, bangun. Sekolah! Nanti kamu telat." Panggilan itu berhasil membangunkan Liana yang tertidur sangat nyenyak. Ia membuka matanya yang masih terapit cukup rapat. Ia perlahan membuka penglihatan dan sorot matanya menatap ke arah mamanya yang sedang membuka tabir jendela kamarnya. Sudah jam 7 pagi, ia akan terlambat untuk berangkat ke sekolah. "Sudah mama bilang, jangan tidur terlalu larut, nanti kamu akan terlambat bangun untuk berangkat sekolah," ucap sang mama. Liana langsung terburu-buru untuk mandi dan bersiap berangkat ke sekolah.
Saat berada di kelas, Liana beberapa kali mendapat teguran dari sang guru dikarenakan sibuk melamun. Tidak banyak yang ia pikirkan, hanya saja masih penasaran dengan mimpinya tadi malam. Seperti nyata, tak ada ia rasakan itu adalah sebuah mimpi. Setelah beberapa kelas sudah selesai, ia berjalan menyusuri beberapa ruangan menuju ke perpustakaan. Pikirannya kosong, ia juga tak sadar sebelum sesaat temannya menepuk bahu sebelah kirinya.
"Jangan terlalu sering melamun, Li. Aku melihatmu sedari pagi sering melamun. Mengapa? Sedang ada masalah?" tanya Mia, temannya. Liana belum bisa menjawabnya, ia masih melanjutkan perjalannya menuju perpustakaan bersama teman perempuannya itu.