Membingungkan, kenapa bisa amplop itu berisi sebuah surat yang isinya seolah-olah terjadi. Bukan seolah-olah, tetapi benar sudah terjadi. Dari mana penulis surat itu tahu tentang kucing dan mamanya yang pulang hari ini?
Liana menatap nanar mamanya, "Mama yang membuat surat di amplop ini?" tanyanya. "Mama saja baru sampai ke rumah, Liana. Untuk apa juga mama mengirimkan surat, lebih baik mama langsung menyampaikannya kepadamu kalau ingin memberi pesan," jawab sang mama. Cukup membuat pertanyaan di benak Liana. Tetapi ia tidak memperdulikannya. Sudahlah, mungkin itu keisengan orang dan kebetulan saja benar terjadi.
**
Hanya pedar lampu jalan dan rembulan yang membuat terang tepat di kawasan rumah Liana. Tidak banyak suara deru motor, sebab rumahnya cukup jauh dari pemukiman. Hanya ada sekitar lima rumah di daerah itu. Sunyi dan cukup dingin, terdengar beberapa kicauan burung yang sepertinya mencari tempat untuk tinggal sebentar atau bahkan selamanya. Sesekali embusan angin melewati ventilasi kamar Liana dan masuk ke dalam telinganya perlahan. Gadis itu masih fokus membaca sebuah buku sejarah di depannya. Sebenarnya ia tak cukup suka membaca sejarah, tetapi itu sudah menjadi kebijakan sekolahnya setelah pergantian kurikulum. Cukup membosankan, tetapi kehidupan baginya harus tetap dijalani walaupun seperti itu.
Beberapa lama setelah menatap buku, gadis itu turun menuju dapur untuk mengambil air minum. Baru saja ia menjulurkan gelas ke arah dispenser, seekor kucing tadi siang datang lagi menghampirinya. Sama dengan saat pertama bertemu, kucing itu lagi-lagi menjilati kakinya. Sebab ia cukup kesepian juga, ia membawa kucing itu masuk ke kamarnya. "Aku akan memanggilmu Choco, seperti yang dikatakan dalam surat tadi," ucapnya.
Ia kembali teringat, bisa-bisanya dalam sekejap ia mempercayai isi surat tadi. Tapi ya sudahlah, Liana tak memusingkannya. Ia lanjut mengelus sang kucing yang berada di sampingnya sampai ia terlelap untuk beberapa saat.
***
Liana berjalan menyusuri sebuah jalan setapak yang cukup gelap. Seperti tidak ada penerangan di sana kecuali pedar rembulan. Lebih buruk dari kondisi di daerah rumahnya. Ia sesekali menatap pohon dan rumah-rumah di sekitar perjalanannya itu. Tidak lama kemudian di pertengahan jalan ia menemukan Choco, Liana langsung segera mengikuti kemana arah kucing itu pergi. Sepertinya ia mau menunjukkan suatu tempat pikir Liana.
Cukup jauh berjalan, tetapi tidak ada rasa lelah yang dirasakan Liana. Sampai sang kucing berhenti di suatu tempat. Tak sadar, ternyata perjalanan yang ia lakukan sampai matahari terbit. Di depannya saat ini terlihat sebuah gunung gundul, bukan lagi hijau. Tetapi seperti tempat yang sangat sering terjadi longsor. Di kaki gunung itu tepat ada beberapa rumah-rumah yang sepertinya masih dihuni. Belum sampai, ternyata Choco masih berjalan menuju ke salah satu rumah di ujung jalan itu. Tepat, kucing itu berhenti. Seseorang keluar dari rumah tersebut. Seorang wanita berusia sekitar 30 tahun yang menatap nanar Liana. Ia tersenyum, lalu mengajak Liana untuk masuk ke dalam rumahnya.
Ia cukup kebingungan. Siapa perempuan itu? Kenapa ia tersenyum kepadaku? Pertanyaan itu mengitari kepala Liana. Ia berjalan dan memedarkan pandangannya menatap setiap sudut ruangan di rumah wanita itu. Melihat beberapa foto-foto dan duduk di sebuah sofa pada ruang tamu. "Kami sudah lama menunggu kedatanganmu. Apa yang harus kami lakukan? Bagaimana kami hidup di saat sekarang?"
Perkataan dan pertanyaan wanita itu membuat terkejut sekaligus bingung Liana. Apa maksud dari perkataan wanita ini?