Prof.Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H juga menjelaskan dalam bukunya mengenai sistem kekeluargaan dan hukum adat waris. Setiap sistem keturunan yang terdapat dalam masyarakat Indonesia memiliki kekhususan dalam hukum warisnya yang satu sama lain berbeda-beda, yakni:
1. Sistem Patrilineal, yakni sistem kekeluargaan yang menarik dari garis keturunan pihak laki-laki. Sistem ini kedudukan dan pengaruh laki-laki dalam hukum waris sangat menonjol. Terdapat contoh yang menggunakan sistem ini yaitu pada masyarakat batak.
2. Sistem Matrilineal, yakni sistem kekeluargaan yang menarik dari garis keturunan pihak perempuan. Dalam sistem ini pihak laki-laki tidak bisa menjadi pewaris untuk anak-anaknya. Contoh sistem ini terdapat pada masyarakat minangkabau.
3. Sistem Parental atau bilateral, yakni sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan dari dua sisi, baik dari pihak ayah maupun ibu. Di dalam hukum waris sistem ini kedudukan sebagai anak laki-laki dan perempuan sama dan sejajar. Yang berarti baik dari anak laki-laki maupun perempuan menjadi ahli waris dari harta peninggalan orang tua mereka.
Di samping sistem kekeluargaan yang sangat berpengaruh terhadap pengaturan hukum waris adat terutama terhadap penetapan ahli waris bagian harta peninggalan yang diwariskan, hukum adat waris menggunakan tiga sistem kewarisan, yakni:
1. Sistem kewarisan individual yakni sistem kewarisan yang menentukan bahwa para ahli waris mewarisi secara perorangan, contohnya terdapat di daerah Jawa, Batak, Sulawesi, dan lain-lain.
2. Sistem kewarisan kolektif yakni sistem yang menentukan bahwa para ahli waris mewarisi harta peninggalan secara bersama-sama (kolektif), karena harta peninggalan yang diwarisi itu tidak dapat dibagi-bagi pemiliknya kepada masing-masing ahli waris. Misalnya di "harta pusaka" di Minangkabau dan "tanah dati" di semenanjung Hitu Ambon.
3. Sistem kewarisan mayorat yakni sistem kewarisan yang menentukan bahwa harta peninggalan pewaris hanya diwarisi oleh seorang anak. Sistem ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Mayorat laki-laki, apabila anak laki-laki tertua atau sulung atau keturunan laki-laki yang merupakan ahli waris tunggal dari si pewaris, contohnya di daerah Lampung.
b. Mayorat perempuan, apabila anak perempuan tertua berarti ahli waris tunggal dari pewaris, contohnya pada masyarakat Tanah Semendo di Sumatera Selatan.
Setelah saya membaca buku ini, pengetahuan saya bertambah, yang semulanya pengetahuan saya, waris hanya dilihat dari aspek hukum islam, ternyata terdapat aspek yang berbeda yakni aspek Adat dan BW.