Mohon tunggu...
Andi Alam
Andi Alam Mohon Tunggu... Sopir Taksi -

Pelukis Alam dan Pencari Inspirasi...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selamat Jalan Sebotol Susu Sapi

20 Januari 2014   22:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:38 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku baru saja hendak keluar kamar, saat mataku tidak sengaja menangkap bayangan sebuah kotak di atas ranjang kakek Nazam.Kotak itu berwarna merah, dan diatasnya bertuliskan namaku.Kumiringkan kepalaku, menimbang-nimbang.Apakah kotak itu benar-benar ditujukan beliau kepadaku?Jika benar, mengapa beliau tidak memberikannya langsung dan malah meletakannya disini?Apa beliau tidak memikirkan kemungkinan aku tidak masuk ke kamarnya untuk mencarinya? Aku pun terkekeh pelan, geli sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di dalam kepalaku. Bagaimanapun itu, aku yakin kakek Nazam tahu bahwa aku akan masuk ke kamarnya. Beliau selalu dapat membaca gerak gerik dan pikiranku dengan tepat.Aku tidak sempat membuka atau bahkan mengintip isi dari kotak itu karena Nadin meneriakiku dengan suara cemprengnya dari luar rumah.Ia sudah memasukkan koper-koper yang sudah kupersiapkan dari kemarin ke dalam bagasi mobil.

Dan disinilah diriku sekarang, duduk di dalam mobil yang akan mengantarkanku ke gerbang menuju dunia baru. Jantungku berdetak dengan begitu cepat.Rasa cemas menjalari sekujur tubuhku seketika.Tanganku berkeringat walaupun di dalam mobil tidaklah panas.Kucubit pipi tembamku untuk menyadarkanku.Ayolah Jo! ini kan demi dirimu juga!Batinku.

“Nad… “ucapku lirih setelah beberapa menit penuh keheningan di dalam mobil.

“Ya??”

“Apa aku telah membuat keputusan yang tepat..? Untuk belajar di luar negeri…”

“Kamu kenapa sih? Tentu saja tepat! Kapan lagi kamu akan mendapatkan kesempatan untuk belajar di luar negeri dengan gratis?”

Mulutku terasa pahit.Ini salahku juga yang iseng-iseng mendaftarkan diriku ke sebuah program beasiswa studi ke luar negeri.Dan tidak kusangka, tiba-tiba saja aku sudah melewati semua tes penyaringan dan terpilih sebagai salah satu penerima beasiswa studi di Inggris. Kuhela nafasku kuat-kuat, berusaha untuk menguatkan diriku. Kulihat pemandangan kebun teh yang terlihat dari jalan raya Puncak.Tempat yang akan selalu kurindukan. Tempat dimana beribu kenangan indahku tersimpan. Aku tidak akan pernah merasa bosan memandangnya, berapa kali pun aku memandang perkebunan teh itu. Pemandangan yang tidak dapat digantikan oleh London Eye, Danau Victoria, ataupun Big Ben di Inggris.Perutku yang sudah penuh diisi sarapan langsung bergemuruh ketika melihat gemblong Pak Said yang dijajakan di pinggir jalan.Gemblong Pak Said adalah gemblong terenak yang pernah kumakan seumur hidupku. Mungkin aku akan merindukan gemblongnya saat sudah tiba di Inggris. Tidak akan ada gemblong Inggris yang dapat menandingi gemblong buatan Pak Said. Walau aku yakin bahwa aku tidak akan menemui satupun penjual gemblong di Inggris nanti.

Aku tersentak saat mengingat kotak pemberian kakek Nazam.Buru-buru kukeluarkan kotak itu dari dalam tas-ku.Menarik pita putih pengikatnya dengan hati-hati, dan kemudian memindahkan penutup kotak itu ke atas kursi mobil.Di dalamnya terdapat secarik kertas yang bertuliskan tulisan tangan kakek Nazam.Tulisan tangan bersambung miring dengan tekanan kuat di tiap awal kata yang merupakan ciri khas dari tulisan beliau.Mataku pun mulai mencoba untuk fokus agar dapat membaca kertas tersebut yang sedikit sulit dibaca akibat mobil yang terus bergerak.

Sebotol Susu Sapi

Alkisah, ada seorang peternak yang memutuskan untuk memerah sapinya untuk kemudian diolah susunya dan dijual. Setelah mempersiapkan segalanya, ia pun memerah susunya dan mendidihkannya di dalam sebuah kuali besar. Setelah selesai diolah, ia kemudian menuangkan susu ke dalam sebuah botol kaca besar yang ia beli di pasar sebelumnya. Diangkatnya botol susu itu tinggi-tinggi untuk melihatnya dengan bangga. Itu adalah susu yang merupakan hasil kerja kerasnya sendiri. Ia yang memelihara sapinya, memberi makan, membersihkan kandang, dan bahkan memandikannya hingga dewasa. Ia berpikir bahwa sekarang-lah saatnya ia akan menikmati jerih payahnya dengan menjual susu yang dihasilkan oleh sapinya. Karena terlalu lama memegang botol berisi susu mendidih itu, tangannya pun kepanasan dan melepuh. Ia pun dengan kesal, berhati-hati meletakkan botol susu itu di atas meja dan pergi mengambil sebuah baskom plastik. Ia kemudian menuangkan susu itu ke dalam baskom tersebut. Karena terlalu tinggi mengangkat botolnya, beberapa tetes susu pun tercecer keluar dari baskom. Ia mendecak kesal saat menyadari telah menyia-nyiakan beberapa tetes susu. Lalu ia mengangkat baskom tersebut dengan kedua tangannya dan mulai berjalan. Karena jalannya yang begitu cepat, baskom pun bergetar dengan hebat dan mengakibatkan banyak susu yang tumpah. Ia memekik kaget dan segera pergi berlari mengambil kantung plastik. Dengan hati-hati ia tuang sisa susu di dalam baskom ke dalam kantung plastik tersebut. Tidak ada satu tetes pun susu yang tercecer keluar. Ia tersenyum puas. Tak lama setelah itu, tiba-tiba kantung plastik itu pecah akibat tidak dapat menahan susu yang panas. Dan hilanglah semua susu yang ia miliki. Pria itu kemudian menangis, seraya berpikir, “Seandainya aku tetap membiarkan susu itu di dalam botol kaca-nya….” Namun, seperti yang kita ketahui, semuanya sudah terlambat.

Aku terenyak. Seutas senyuman terukir di wajahku tanpa kusadari.Kubaca lagi cerita itu dari awal. Berusaha meyakinkan diriku akan pesan yang ingin disampaikan kakek Nazam lewat ceritanya itu. Setelah berulang kali membaca, aku pun yakin sepenuhnya. Bulir-bulir air mata menggenang di pelupuk mataku.Rasanya seperti sebuah beban yang berat telah terlepas dari pundakku. Aku tahu apa yang harus kulakukan. Apa yang terbaik untukku. Jalan yang benar untukku…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun