Mohon tunggu...
Andi Alam
Andi Alam Mohon Tunggu... Sopir Taksi -

Pelukis Alam dan Pencari Inspirasi...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selamat Jalan Sebotol Susu Sapi

20 Januari 2014   22:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:38 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mendengarkan kisah-kisah perjuangan yang dituturkan oleh para kakek veteran dengan penuh semangat adalah salah satu alasan mengapa aku sangat suka berkunjung ke Panti Linar.Mata mereka yang dihiasi oleh bintik-bintik hitam dan keriput selalu tampak lebih bercahaya setiap kali mereka mengisahkan perjuangan mereka dahulu.Dan sorot mata itu-lah yang selalu membuatku terhipnotis dalam setiap cerita mereka.Membayangkan diriku hidup di zaman dimana para orang-orang berkulit putih itu masih menjajah Indonesia.Akankah aku menjadi wanita lemah yang hanya menuruti keinginan mereka?Atau, akankah aku menjadi seorang wanita yang memberontak bersama kaum wanita lainnya? Aku pasti akan merindukan kisah-kisah para kakek veteran yang baik hati itu…

Nafasku sesak.Rasanya seperti udara di sekitarku memadat dengan seketika saataku masuk ke dalam Panti Linar.Senyuman-senyuman hangat pun menyambutku yang masih diam terpaku di tempat.Para kakek dari Panti Linar sudah duduk dengan rapi, mengelilingi ruang tamu.Sebuah kegiatan yang sudah sering mereka lakukan, bersama-sama berkumpul di ruang tamu.Hanya saja, yang berbeda adalah kenyataan bahwa tidak ada satu-pun yang bermain catur, mengumbar lelucon iseng, ataupun membaca majalah.Mata kuyu mereka semua tertuju kepadaku, memancarkan kasih sayang. Dinding putih ruang tamu panti pun dihiasi dengan kertas bertuliskan,

“SELAMAT JALAN JOJO! SEMOGA SUKSES!”

Butuh usaha yang keras bagiku agar tidak menangis.Aku benar-benar tidak sanggup meninggalkan semua ini. Aku akan sangat merindukan semuanya. Merindukan bagaimana aroma teh memenuhi seluruh tempat, bagaimana tanah merah yang becek mengotori semua sepatuku, bagaimana cerita dari para kakek memenuhi setiap lubang imajinasiku, meresap kedalam pikiranku, hingga aku tidak dapat melupakan satu-pun kisah mereka yang fantastis itu. Aku akan merindukan negeri ini. Negeri yang membiusku dengan sejarahnya yang begitu menegangkan, begitu penuh akal tipu dan juga keajaiban…Sanggupkah aku bertahan sendirian tanpa kisah kakek yang menemani hari-hariku?

Aku pun langsung menghambur ke pelukan para kakek, memeluk mereka satu per satu dengan erat seraya mendengarkan pesan-pesan yang disampaikan mereka.Dan tentu saja, Kakek Nazam tidak ada di ruang tamu. Beliau pasti berada di kamarnya…

Kakek Nazam adalah veteran paling tua di Panti Linar.Beliau adalah orang yang paling berpengaruh di dalam hidupku.Cara beliau berpikir, melihat sebuah masalah, dan juga menyelesaikannya selalu membuatku kagum.Beliau selalu mengulurkan tangannya untuk memberiku pertolongan di saat aku membutuhkan.Beliau selalu menenangkanku dan juga membimbingku dengan kata-katanya. Beliau adalah apa yang kudefinisikan sebagai arti dari kata ‘bijaksana’. Namun, beliau dikucilkan oleh veteran lainnya di Panti Linar karena dianggap sebagai kroni Belanda.Pasalnya, beliau adalah mantan perawat yang bekerja di balai pengobatan yang beliau dirikan sendiri.Beliau mengobati semua orang yang datang kepadanya di masa itu.Dan definisi ‘semua’ itu, termasuk para tentara Belanda yang terluka saat peperangan ataupun terjangkit wabah penyakit.Bagaimana beliau tidak dibenci oleh veteran lainnya? Jika kakek-kakek veteran lainnya berkorban jiwa raga untuk menyingkirkan para penjajah, sementara kakek Nazam malah menyelamatkan nyawa para penjajah yang sudah sekarat.

Kita ada di sini bukan untuk saling bersaing.Kita ada di sini untuk saling melengkapi.

Begitu ucap kakek Nazam padaku setiap kali kutanyakan alasan mengapa beliau dapat memaafkan para penjajah dengan begitu mudahnya, dan bahkan menyelamatkan nyawa mereka.Aku yang bahkan tidak hidup di masa itu saja dapat merasakan kebencian yang membuat darahku mendidih setiap kali mendengar cerita dari kakek lainnya. Semua siksaan dan paksaan yang dilakukan oleh mereka rasanya tidak akan pernah dapat kumaafkan. Begitu keji, tidak berkeprimanusiaan, dan menjijikkan.Aku masih tidak habis pikir, bagaimana bisa ada ‘manusia’ yang hanya berwujud manusia.Tapi hatinya, dihuni oleh setan.Hati binatang buas.Bukan manusia.

Maka, setelah selesai berbincang-bincang dengan kakek penghuni Panti Linar lainnya, aku pun bergegas menuju ke kamar kakek Nazam.Waktuku disini sudah semakin menipis, aku harus bergegas ke bandara dalam beberapa menit lagi.Rasanya baru saja aku menginjakkan kaki kecilku disini saat aku dibawa oleh kedua orangtuaku. Dan sekarang, aku sudah akan meninggalkannya saja….

Kubuka pintu kamar kakek Nazam dengan tergesa-gesa.Kosong.

Kemana beliau? Mengapa ia tidak ada di kamarnya? Apa beliau tidak mau mengucapkan salam perpisahan kepadaku? Ah…. Dadaku kembali terasa sesak.Bukan karena debu kamar kakek Nazam yang tebalnya dua senti, melainkan karena beliau yang malah menghilang di hari kepergianku.Aku pun masuk ke dalam kamar, berharap kakek Nazam ada di dalam kamar mandi ataupun di balik pintu kamar, yang mana kuyakin itu mustahil.Nihil.Beliau benar-benar menghilang.Kurasa, beliau pasti pergi ke kebun teh. Beliau juga suka berjalan-jalan di kebun teh, sama sepertiku.Kupandangi sekeliling kamar kakek Nazam sekali lagi. Berharap beliauakan muncul begitu saja seperti hantu. Jauh di dalam relung hatiku, aku tahu bahwa aku berharap akan melihat kakek Nazam untuk terakhir kalinya. Berharap bahwa kakek Nazam akan menasihatiku dengan kata-kata bijaknya yang seringkali memberiku jawaban atas permasalahan yang kuhadapi. Aku sangat membutuhkan beliau sekarang.Membutuhkannya untuk menunjukkan padaku mana jalan yang harus kutempuh.Apa yang harus kupilih, sebelum semuanya terlambat dan akan kusesali di kemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun