Mohon tunggu...
syafruddin muhtamar
syafruddin muhtamar Mohon Tunggu... Dosen - Esai dan Puisi

Menulis dan Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mutiara Itu, Ibuku

22 Desember 2024   14:24 Diperbarui: 22 Desember 2024   14:24 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di atas sebuah tikar tua aku meletakkan jemuran. Tikar anyaman rotan halus warisan ibu. Warnanya mulai kusam kecoklatan, beberapa tasi jahitan bagian sisi-sisinya sudah berlepasan.

Pada suatu masa, di atas tikar itu aku pernah bersama ibuku melipat pakaian bapak dan baju-bajunya, ketika sore, sehari dalam liburan kuliah. Aku tidak pernah mengerjakan hal itu sebelumnya di rumah ini, bahkan belajar memasak sekalipun.

Tidak pernah ibu menyuruh pengerjakan pekerjaan rumah tangga, sejak usia sekolah hingga menjelang studi sarjanaku selesai. Dalam libur terakhir masa studi itulah, tiba-tiba saja  ibu memintaku untuk menemaninya melipat pakaian ayah dan pakaiannya yang telah kering.

Suatu hal yang tak pernah aku duga, ketika itu.

"Wah, kamu pintar melipat pakaian, rapih dan tersusun teliti," ibu terseyum bahagia melihat pekerjaanku. Namun wajahnya menunjukkan raut sebuah pikiran yang tidak dimengertinya.

Ibu memang tidak pernah mengajarku langsung menjadi seorang perempuan yang seharusnya. Perempuan yang handal mengerjakan urusan rumah tangga.

Sejak usia sekolah, aku sudah dititip di rumah nenek, di sebuah kota Kabupaten untuk bersekolah di SD hingga SMP. Jaraknya 20 km dari desa rumah tinggalku. Memasuki sekolah SMA, aku dititip lagi ke keluarga paman di ibu kota provinsi. Jarak tempuhnya sehari semalam, karena harus melintas lautan. Dan keterpisahan kami, lebih jauh lagi ketika aku diterima  kuliah di negeri jauh, dekat benua Eropa yang berbatasan Asia, melalui beasiswa pemerintah Turkie, di Istanbul.

Tidak tahan aku menahan airmata kesedihan, ketika usiaku masih sangat kecil, ibu dan bapak meninggalkan aku sendirian di rumah nenek, suatu malam selepas isyah, ketika mobil penumpang pesanannya telah tiba di depan pekarangan rumah, untuk menjemput mereka pulang.

Dua malam keduanya menemaniku untuk suatu perpisahan yang nyata. Tidak bersama-sama selama 6 tahun lamanya, setelah itu.

Malam terakhir di rumah nenek, kami tidur bertiga. Malam itu, teramat berat bagiku untuk berlalu dan rasanya tidak rela untuk tiba dipagi hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun