Standing Opinion
 Sebagaimana lazim dipahami, penulis merupakan pusat dari karya-karyanya. Penulis adalah subject capacity dari karya yang diciptakannya. Seberapa 'besar' muatan kapasitas individual, akan berbanding lurus dengan karyanya. Karena itu, karya (apapun), tidak terbatas seni dan sastra, merupakan identifikasi penciptanya.
Sebagaimana alam ini, sebagai sebuah karya agung, merupakan 'manifestasi' dari penciptanya. Karena itu, menurut hemat saya, setiap karya adalah sempurna menurut ukuran 'kapasitas pembuatnya'.
Problemnya adalah, individu lain (dalam statusnya sebagai pembaca atau penikmat/pengguna karya), juga adalah subject capacity. Â Jika, terjadi persinggungan antar-subject capacity (Pembaca dengan Penulis-melalui karyanya), maka sulit terhindar dari risiko penilaian.
Maka, posisi pembaca, menilai untuk mengambil manfaat: kesenangan atas hiburan atau hikmah, dari karya tersebut. Sang pembaca, jika tidak menemukan 'kesenangannya' melalui karya itu, dia tentu menilainya dengan 'menolak'. Jika hiburan dan/atau hikmah dari karya itu, cocok dengan kapasitasnya, dia akan menilai dengan 'menerimanya'.
Jadi, penilaian atas karya adalah subjektivitas, 'yang diobjektivikasi' dengan ragam argumen-argumen individual.
Bagi saya pribadi, sebuah karya (sepanjang itu karya kebudayaan) selalu mengandung dua elemen dasar: esensi dan substansi. Â Esensi berkenaan dengan motiv dasar / ide / moral / paradigma / world view, dan lain-lain, yang sejenis, yang diletakkan pencipta dalam karyanya: visi penulis atas karyanya.
Substansi, berkaitan dengan wujud karya itu sendiri, sebagai suatu sistem, yang menampilan  esensialitasnya. Maka, jika 'teori' ini dirujukkan pada karya seni dan sastra, maka eleman itu adalah keindahan esensial dan keindahan substansial.
Sebagaimana alam ini sebagai sebuah ciptaan, keindahan esensialnya adalah tujuan penciptaannya, dan keindahan substansialnya adalah wujud dari sistem alamiah itu sendiri.
Â
Pengalaman Pembacaan