Mohon tunggu...
syafruddin muhtamar
syafruddin muhtamar Mohon Tunggu... Dosen - Esai dan Puisi

Menulis dan Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peristiwa Kebudayaan, Merindu Tradisi: Katarsis Januari

21 Januari 2024   16:41 Diperbarui: 21 Januari 2024   16:46 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.researchgate.net/

Kehadiran negara, juga menjadi sebagai salah satu 'faktor penyebab' mengkerdilnya sistem kehidupan tradisional, dimasa lampau. Karena 'negera' merupakan bagian dari kebudayaan modern. Maka kebijakan dalam pengeolaan kebudayaan lokal, tidak dilakukan berdasarkan kehendak 'tuan' dari wilayah kebudayaan lokal itu. Sehingga, strategi 'membangun kebudayaan' bersifat anorganik. Hanyalah, sebuah upaya me-modernisasi kehidupan Tradisioal. Paling jauh, tradisi menjadi bahan 'komoditi' bagi semangat industrialisasi dari modernisme.

Kebudayaan lokal yang Tradisi itu, tetap saja mendekam dalam labirinnya yang sunyi senyap. Nampak bertahan, hanya karena ada peristiwa kebudayaan yang diproduksi, untuk menampilkannya. Tradisi tidak lagi menjadi way of life, bagi penganutnya, karena kebijakan negara, mendorong nilai mayoritas (modernisme), yang bukan Tradisionalisme.

Problem utamanya: 'manusia kebudayaan' sudah lama tercelup dalam profanisme, sehingga 'berat' kembali pada akar primordialnya, sakralisme. Pada esensinya, 'manusia kebudayaan' fitrahnya bersifat Sakral, namun terselubung selaput nilai profan (materialisme/form). Sehingga gerakan pemajuan kebudayaan, patut 'dicurigai' hanya mampu sampai pada batas terluar dari Tradisi, yakni bentuk-bentuk.

Karenanya, strategi kebijakan yang bersifat organik, mungkin dapat menjadi pilihan. Dengan: memandang kebudayaan lokal dalam esensinya sebagai Tradisi (traditio=ikatan surgawi), lawan dari 'ikatan duniawi' (modernisme).

Mendorong 'manusia kebudayaan' untuk mencintai nilai-nilai Sakral dari Tradisionalisme, melalui otorisasi praktik nilai-nilai Tradisional dalam ranah kehidupan modern: dalam beragam segmen kebudayaan.

Dan, tidak terbatas pada bidang kesenian dan kesusastraan, pemikiran/intelektualitas, tetapi juga dalam berbagai level 'status sosial' modern. Terutama dalam bidang kepemimpinan formal politik pemerintahan, korporasi, dan kehidupan sosial kewarganegaraan, dalam berbagai predikasi.

Tradisi tampil, tidak terbatas dalam bentuk otentiknya sebagai bentuk Tradisional, tetapi meluas dalam kerangka bentuk pragmatis kehidupan modern.

Strategi kebijakan organik menghidupkan kebudayaan lokal adalah proses Tradisionalisasi kehidupan modern, melalui kebijakan yang berorientasi pada 'tuan Tradisi', untuk mencapai titik equilibrium peradaban manusia Nusantara. Dimana kebudayaan modern, mengalami transformasi esensial, melalui suatu 'risiko berat' perubahan paradigma: dari human-centrum, ke teo-centrum.

#Sumber Esai: https://www.nusantarainsight.com/opinion, 21/01/2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun