Karmila tersenyum. Ia tersenyum dengan matanya. Senyuman itu telah mengikis habis semua beban penderitaan yang telah menghisap kering pori-pori kulitnya dan bisa menembus bagian paling rapuh hati orang yang melihatnya. Ia menoleh, kami pun membuka obrolan.
"Udah berapa anakmu, Mila?"
"Aku punya anak dua...dua-duuanya perempuan!"
"Dua?"
"Iya. Kedua anak perempuan ku itu sekarang kerja di luar negeri. Di Malaysia. Jadi TKW."
Aku menganguk. Sudah cukup lama juga kami tak bertemu sejak sama-sama berangkat dari kampung dulu.
"Jadii....anak-anak perempuanmu kau berikan pada cukong-cukong busuk itu?"
Karmila mengangguk.
Lalu diam.
*******
Dia pun berkata dengan serius, "Hutang suamiku menumpuk. Aku disuruh menandatangani surat dan aku juga di janjikan sebuah rumah. Barangkali itu keputusan terbaik buat anak-anakku....andai mereka tinggal dengan ku, toh, mereka cuma jadi anak kampung biasa!"