Dalam sepuluh tahun terakhir asuransi syariah makin terus berkembang, meskipun tidak secara masif seperti lembaga keuangan konvensional lainnya. Namun eksistensinya di tengah masyarakat sangat jelas terasa, alhasil beberapa perusahaan asuransi konvensional pun kini turut mengeluarkan produk yang serupa. Hal ini membuktikan bahwa konsep asuransi syariah merupakan suatu produk keuangan yang dibutuhkan masyarakat di pasaran.
Salah satu faktor yang menarik perhatian masyarakat mengenai asuransi syariah adalah konsep yang ditawarkannya, karena masyarakat makin disadarkan mengenai unsur gharar, riba dan maysir yang kerap terjadi dalam praktek asuransi konvensional. Hal inilah yang mendorong orang akhirnya berpikir untuk menggunakan produk asuransi syariah.
Apa itu Asuransi Syariah?
Berdasarkan fatwa DSN MUI 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, pengertian asuransi syariah adalah usaha untuk saling membantu dan berbagi di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu menggunakan akad yang sesuai dengan syariah
Perusahaan Asuransi Syariah sebagai Operator/Pengelola melakukan pengelolaan dana "tabbaru" dari para peserta untuk saling tolong menolong di antara mereka (sharing risk). Pada peraktiknya, dana tabbaru yang dikontribusikan oleh para peserta asuransi syariah hanya digunakan untuk 4 (empat) hal yaitu; Ujrah, santunan asuransi (klaim risiko), Membayar Reasuransi, dan Surplus Underwriting.
Maka, prinsip asuransi syariah adalah tolong menolong (takaful/ta'awun) di mana setiap peserta berkontribusi untuk menolong peserta lain dalam kebajikan serta memberikan rasa aman ketika terjadi risiko di antara peserta. Oleh karenanya, proteksi syariah dapat memperkuat rasa kepedulian, persaudaraan, dan gotong royong bagi para peserta dalam konsep sharing risk.
Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional (Non Syariah)
Perbedaan paling utama antara asuransi syariah dan asuransi konvensional (Non Sayriah) adalah dari konsep pengelolaannya. Proteksi Syariah memiliki konsep pengelolaan Sharing Risk sedangkan Asuransi Konvensional (Non Syariah) Transfer Risk.
Konsep pengelolaan asuransi konvensional berupa Transfer Risk adalah perlindungan dalam bentuk pengalihan risiko ekonomis atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan ke perusahaan asuransi sebagai penanggung risiko. Atau dengan kata lain Peserta dengan membeli atau bergabung sebagai peserta asuransi konvensional akan ditanggung risiko ekonomisnya oleh perusahaan asuransi.
Sedangkan Sharing Risk yang merupakan pengelolaan asuransi syariah adalah konsep di mana para peserta memiliki tujuan yang sama yakni tolong menolong, yakni melalui investasi aset atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu menggunakan akad yang sesuai dengan syariah yang diwakilkan pengelolaannya ke Perusahaan Asuransi Syariah dengan imbalan Ujrah.
Di samping perbedaan mendasar tersebut, ada beberapa perbedaan praktis antara proteksi syariah dan konvesional yang perlu diketahui:
- Kontrak/Perjanjian/ Akad
Kontrak/Akad pada asuransi syariah adalah akad hibah (jenis akad tabbarru') sebagai bentuk ta'awwun (tolong menolong/saling menanggung risiko di antara peserta) sesuai dengan syariat Islam. Sedangkan kontrak pada asuransi konvensional yaitu kontrak pertanggungang oleh perusahaan asuransi kepada peserta asuransi sebagai tertanggung.
- Kepemilikan Dana
Proteksi Syariah menerapkan kepemilikan dana bersama (dana kolektif para peserta). Jika ada peserta yang mengalami musibah maka peserta lain akan membantu (memberikan santunan) melalui kumpulan dana tabarru'. Ini adalah bagian dari prinsip sharing of risk. Sharing of risk ini tidak berlaku pada asuransi konvensional, di mana perusahaan asuransi yang mengelola dan menentukan dana perlindungan nasabah yang berasal dari pembayaran premi per bulan.
- Surplus Underwriting
Surplus Underwriting adalah selisih lebih (positif) dari pengelolaan risiko underwriting dana Tabarru yang telah dikurangi oleh pembayaran santunan, reasuransi, dan cadangan teknis, yang dikalkulasi dalam satu periode tertentu.
Proteksi Syariah membagikan Surplus Underwriting ke para peserta sesuai dengan regulasi yang ada dan fitur produk yang telah disepakati sebelumnya. Sedangkan untuk produk konvensional tidak mengenal surplus underwriting atau dengan kata lain keuntungan underwriting asuransi konvensional menjadi pihak perusaahan asuransi dan tidak ada pembagian kepada peserta asuransi.
- Memiliki Dewan Pengawas Syariah
Berbeda dengan konvensional, untuk memastikan prinsip syariah maka, perusahaan asuransi syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang melakukan fungsi pengawasan terhadap pemenuhan prinsip syariah pada kegiatan usaha lembaga keuangan syariah, termasuk proteksi syariah
- Tidak Melakukan Transaksi yang Dilarang Dalam Keuangan SyariahÂ
Transaksi pada Asuransi Syariah harus terhindar dari unsur Maysir (Untung-untungan), Gharar (ketidakjelasan), Riba & Risywah (suap).
- Halal
Investasi berbentuk Tabarru' dilakukan sesuai syariat Islam, sehingga portofolio investasi hanya akan melibatkan instrumen yang halal saja.
Oleh sebab itu penulis menyimpulkan bahwa manfaat dari penggunaan Asuransi Syariah adalah: Pertama, kita dapat memproteksi diri tanpa adanya transaksi yang melibatkan unsur Riba, Gharar, dan Maysir.
Kedua, dengan Asuransi Syariah kita dapat berbuat baik misalnya, dengan cara menyisihkan dana untuk menolong orang lain karna di asuransi Syariah Prinsip yang di gunakan adalah tolong menolong.
Ketiga, dengan penggunaan Asuransi Syariah kita dapat memajukan dan meningkatkan penggunaan produk Asuransi Syariah di negara kita ini.
(Syafiq Dzikrul Hammam)
Referensi
Fatwa DSN MUI NO 21/DSN-MUI/X/2001
Kenali dan Pahami Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional
Lebih Dekat Dengan Asuransi Syariah di Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H