"Saya nggak tahu pak, Lha wong rumahnya sudah di jual untuk membiayai kasus Agus."
"Maksud ibu?" tanya Kiai Sadeli keheranan.
"Rumahnya sudah kosong pak, soalnya sudah dijual."
"Dijual untuk apa bu?"
"Rumahnya di jual untuk nyuap jaksa di persidangan pak, jaksa Agus minta 80 juta dengan hukuman dibawah satu tahun. Karena orang tua Agus mengejar kelulusan kuliah Agus, jadi rumahnya dijual pak biar Agus bisa lekas keluar dari penjara dan lulus kuliah."
Jawab ibu tua itu.
Mendengar penjelasan dari ibu tua itu, Kiai Sadeli terkejut bukan main, seakan ada batu besar dari langit yang jatuh menimpanya. Beliau hanya terdiam dan berkata di dalam hatinya. "Ya Allah... Bukankah mereka juga hamba Mu?"
Padahal menurut pendapat beberapa ahli hukum yang sudah dikunjungi oleh Kiai Sadeli, mereka berpendapat bahwa kasus Agus adalah suatu kasus ringan, dengan hukuman 1 tahun penjara, dan bisa menjadi  3 bulan dengan pembelaan dari jaksa, tentunya pembelaan ini dengan uang. Tapi apakah harus sebanyak ini? ataukah ketidaktahuan orang tua Agus tentang hukum justru menjadi kesempatan jaksa untuk mendapatkan banyak uang ?
Siang itu, Kiai Sadeli beserta keluarganya tak mendapati alamat baru keluarga Agus, dengan perasaan sedih, Kiai Sadeli dan keluarganya kembali ke pesantren untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Di tengah perjalanan pulang, Kiai Sadeli teringatkan sebuah wejangan dari gurunya dahulu, bahwa salah satu cobaan terberat seorang Kiai bukan bagaimana kau beribadah kepada tuhanmu, bukan bagaimana kau membela kebenaran agamamu, namun cobaan terberat bagi seorang Kiai adalah membiarkan dunia berlansung apa adanya. Karena wollohu a'lam bisshowab (tuhan lebih mengetahui segala yang samar). Mengingat wejangan itu, Kiai Sadeli menghela nafas dalam- dalam, beliau kuatkan hatinya untuk menerima takdir tuhan yang menimpa salah satu santrinya itu.
Malam itu, Kiai Sadeli beserta para santrinya berkumpul untuk melaksanakan sholat hajat berjama'ah  ditambah sebuah satu sujudan. Dan sakralnya, sebelum satu sujud itu dilaksanakan, Kiai Sadeli tiba-tiba berdiri dan berkata kepada para santri:
"Sujud kita ini, kita peruntukkan kepada para jaksa negeri ini, semoga Tuhan memberi mereka hidayah, sehingga mereka bisa sadar dan mengerti terhadap tanggung jawab besar mereka."