Selain ayah sebagai figur Imam dalam sebuah keluarga. Ibu merupakan soko-guru anak-anak dalam kehidupan. Ibu adalah teladan utama. Sehingga disebutnya ummi.Sebuah istilah yang seakar kata dengan kata Imam yang berarti pemimpin (yang ada di depan). Seakar pula dengan kata Ummat, yang berarti masyarakat yang terbentuk atas landasan nilai iman (lihat kamus Munid-Louis Ma’luf & Al Munawwir). Makna kata ummi, tempat tumpuan harapan, naungan. Ibu disebut ummi karena dia memang menjadi tumpuan harapan dan harapan naungan perlindungan anak-anaknya.
Ibu merupakan madrastul Ibtida’iyah (“sekolah dasar”) kehidupan anak-anaknya. Dari ibu awal mulanya anak-anak belajar berucap. Dari ibu anak belajar berkata-kata. Dari ibu anak awal mula belajar apapun. Karena sejak dalam kandungan pun sorang anak sudah terjalin komunikasi dengan ibunya.
Pantas jika nabi sempat bersabda,” Al Jannatu tahta min aqdami al-ummahat” (Sorga anak itu ada di bawah telapak ki ibu). Ungkapan nabi ini bahasa mubalagah (sastra) bahwa langkah seorang ibu bisa mengantarkan anaknya ke sorga. Artinya pendidikan yang diberikan ibu pada anak-anaknya, bisa mengantarkan anaknya menjadi anak yang saleh. Bila anak-anaknya menjadi saleh itu artinya jadi valon penghuni sorga.
Dengan demikian ibu merupakan “energi’ cinta bagi anak-anaknya. Kasih-sayang ibu tlah mendorong anak termotivasi untuk berprestasi. Dan sebaliknya terkadang karena kurangnya kasih sayang ibu, seorang anak bisa hidupnya terlantar dalam kehidupan.
Bagaimana dahsyatnya “energi” cinta seorang ibu bisa tergambar dalam kisah ringkas di bawah ini:
Suatu hari bocahbernama Thomas pulang dari sekolah dengan menangis. Karena hari itu konon ia disuruh pulang dan tidak boleh kembali lagi ke sekolah. Bukan karena dia nakal. Tetapi dia dianggap idiot (bodoh) dan tidak boleh mengikuti pelajaran lagi selamanya. Hati siapa yang tak runtuh bila menghadapi kondisi anaknya demikian.
Sang ibu dengan sabar dan penuh kasih sayang membelai anaknya. “Jangan menangis nak, kamu akan tetap belajar bersama ibu. Di sini”.
Setelah kejadian itu dengan sabar si ibu membimbing Thomas di rumahnya. Kelak mengira, si anak yang dianggap “idiot” itu justru yang setelah melampaui kegagalan demi kegagalan dia berhasil menemukan bola lampu pijar. Dialah Thomas Alpa Edison. Yang kini kita bisa menikmati terang lampu, karena maha karya penemuannya.
Begitulah kasih sayang seorang ibu.
Seperti ungkapan syair indah...
Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa
Kau hanya memberi tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia
...
Demikian salahsatu potongan syair lagu yang anak-anak dulu suka dendangkan ketika di kelas. Itu tempo dulu. Ketika kecil dan berada di sekolah tingkat dasar. Saat itu mungkin tidak mengerti apa makna syair tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H