Mohon tunggu...
Wisnu Pitara
Wisnu Pitara Mohon Tunggu... Guru - Sekadar membaca saja

Sekadar berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Benarkah Hakim adalah Wakil Tuhan?

22 Juni 2024   19:58 Diperbarui: 22 Juni 2024   19:58 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Di dalam sistem peradilan kita di Indonesia, salah satu peran yang diberikan amanat agar terjadi keadilan bagi pihak yang bersengketa adalah hakim. Seorang hakim diberikan wewenang untuk mengetuk palu sebagai tanda bahwa suatu keputusan berkeadilan telah dibuat. Dari sini kita dapat menduga bahwa seorang hakim adalah orang yang mempunyai peran sangat penting dalam mengambil keputusan suatu perkara. Di dalam artikel ini kita mendiskusikan secara singkat topik mengenai hakim.

Asal Kata Hakim

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata "hakim" berarti pengadil; pengadilan; orang yang mengadili perkara; orang pandai-pandai, budiman, dan ahli; juri; atau orang bijak.

Kata "hakim" ini sebetulnya adalah kata asing, yaitu dari bahasa Arab, namun sudah diserap ke dalam Bahasa Indonesia. Asal katanya yaitu "hakama-yahkumu," yang artinya "memutuskan."

Sebetulnya kata "hakim" termasuk ke dalam jenis kata nomina (atau kata benda). Banyak kata benda di dalam Bahasa Indonesia dapat berubah menjadi kata kerja (verba) dengan menambahkan imbuhan (awalan dan akhiran), misalnya menghakimi, dihakimi. Meski demikian untuk kata "polisi" tidak lazim digunakan dengan "memolisi" atau "dipolisi." Ataupun untuk kata "jaksa" tidak lazim pula "menjaksai" atau "dijaksai."

Di negara-negara Arab istilah untuk orang yang bertugas membuat keputusan hukum disebut "Qadhi." Sedangkan kata "Hakim" digunakan untuk seseorang yang memutuskan atas perbuatan atau wasit, misalnya hakim garis.

Kekuasaan Kehakiman

Menurut ajaran Trias Politika (oleh Montesquieu), bahwa kekuasaan dipisahkan ke dalam 3 kategori, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Kekuasaan legislatif mempunyai kewenangan untuk membuat peraturan, kekuasaan eksekutif diberi kewenangan untuk melaksanakan peraturan, sedang kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan untuk memutuskan perselisihan peraturan atau hukum.

Bahwa Indonesia adalah negara hukum, dinyatakan di dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 3, di mana pelaksanaan kekuasaan yudikatif diselenggarakan oleh kelembagaan Mahkamah Agung (MA) yang dibantu oleh segenap badan-badan peradilan di tingkat bawahnya.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, diberlakukan dan sekaligus mencabut undang-undang sebelumnya, yaitu UU Nomor 4 Tahun 2004. Di dalam undang-undang baru dijelaskan, bahwa kekuasaan kehakiman mencakup di dalamnya peradilan-peradilan: tata usaha negara, militer, umum, agama, dan Mahkamah Agung, serta Mahkamah Konstitusi.

Badan-badan peradilan ini diberikan wewenang untuk melakukan pemeriksaan, mengadili, dan membuat putusan perkara pidana dan perdata untuk peradilan umum. Untuk perkara orang beragama Islam adalah peradilan agama, sedang peradilan militer untuk perkara pidana militer, sedangkan peradilan tata usaha negara untuk sengketa tata usaha negara. Sementara itu Mahkamah Konstitusi berwenang menguji undang-undang.

MA sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia diberikan berbagai kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Berikut ini beberapa kewenangan utama MA:

1. Melakukan kasasi:

  • Memeriksa dan memutus perkara tingkat kasasi atas putusan pengadilan: agama, militer tata usaha negara, dan niaga.
  • Menerima dan memutus permohonan kasasi dari putusan bea dan cukai.
  • Kewenangan mengadili dan memutus antara pengadilan-pengadilan di bawahnya.

2. Melakukan peninjauan kembali:

  • Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali terhadap putusan kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap dan putusan pengadilan agama.

3. Melakukan pengujian peraturan perundang-undangan:

  • Melakukan pengujian peraturan maupun perundang-undangan.

4. Memberikan nasihat dan pertimbangan hukum:

  • Dapat memberikan suatu nasihat dan aspek pertimbangan hukum bagi Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, maupun lembaga negara tinggi lain.

5. Menetapkan peraturan perundang-undangan:

  • Menetapkan peraturan perundang-undangan tentang tata cara peradilan, kepaniteraan, dan organisasi dan administrasi di Mahkamah Agung.

6. Melakukan pembinaan dan pengawasan:

  • Melakukan pembinaan maupun pengawasan atas pengadilan-pengadilan di tingkat bawahnya, badan peradilan lainnya, maupun hakim dan panitera di lingkungan badan peradilan.

7. Melakukan tugas dan fungsi lainnya:

  • Melakukan tugas dan fungsi lainnya yang diatur dalam undang-undang.

Selain kewenangan-kewenangan tersebut di atas, MA juga memiliki kewenangan untuk:

  • Memberikan izin kepada hakim sebagai menjadi saksi ahli, hakim yang rangkap jabatan pada perguruan tinggi.
  • Memberikan pertimbangan dan rekomendasi hukum kepada Presiden dalam rangka pemberian grasi dan rehabilitasi.

Hakim

Yang dimaksud Hakim adalah hakim yang bertugas di lingkungan peradilan MA maupun pada badan peradilan di tingkat bawahnya. Para hakim ini bertugas di dalam lingkungan peradilan-peradilan: tata usaha negara, umum, agama, militer, maupun pengadilan khusus. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pada Pasal 5 menyatakan bahwa hakim: 1) wajib berkemampuan dalam menggali, mengikuti, maupun memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan; 2) berintegritas maupun  berkepribadian tidak tercela, profesional, adil, jujur, dan berpengalaman di dalam bidang hukum; 3) selain itu hakim wajib menaati kode etik hakim dan pedoman perilaku yang baik lainnya bagi hakim.

Indonesia memiliki sistem peradilan yang sangat kompleks, sehingga jenis hakim pun juga beragam tergantung pada jenis peradilan yang menangani atas kasus-kasus tersebut.

Berikut jenis-jenis hakim di Indonesia sesuai dengan peradilannya:

  • Hakim Peradilan Umum (Peradilan Negeri dan Tinggi): Jenis hakim ini menangani kasus pidana maupun perdata umum yang melibatkan masyarakat sipil. Mereka ada bertugas pada Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Tingkat Banding.
  • Hakim Peradilan Agama: Para hakim ini menangani perkara-perkara terkait pernikahan, warisan, dan perkara lainnya yang diatur di dalam hukum Islam, khusus untuk masyarakat beragama Islam. Mereka bertugas di Pengadilan Agama  dan Pengadilan Tinggi Agama. Perlu dicatat, di daerah Aceh yang menerapkan syariat Islam, hakimnya disebut Hakim Mahkamah Syariah.
  • Hakim Peradilan Tata Usaha Negara (TUN): Hakim pada peradilan TUN berwenang menangani sengketa terkait keputusan administrasi negara antara warga negara dengan pemerintah. Tempat bertugas bagi mereka adalah pada Pengadilan TUN ataupun Pengadilan Tinggi TUN.
  • Hakim Peradilan Militer: Hakim militer menangani perkara pidana yang di dalamnya melibatkan TNI Indonesia. Mereka bertugas pada Pengadilan Militer (yaitu tingkat pertama) dan Mahkamah Militer Tinggi (yaitu tingkat banding).

Selain itu, ada juga hakim di tingkat tertinggi yaitu:

  • Hakim Agung: Hakim yang ertugas di Mahkamah Agung, lembaga tertinggi dalam sistem peradilan Indonesia. Mereka bertugas untuk mengadili perkara kasasi, peninjauan kembali, dan sengketa kewenangan lembaga peradilan.
  • Hakim Konstitusi: Hakim bertugas pada Mahkamah Konstitusi.

Selain jenis hakim di atas, jenis hakim lain adalah Hakim Ad Hoc.

Hakim Ad Hoc: Hakim ad hoc berpengalaman di bidang tertentu dan berkeahlian dalam suatu hal tertentu untuk memeriksa, mengadili, maupun memutuskan perkara khusus atau tertentu. Sifat dari hakim ad hoc adalah sementara, dan peraturan pengangkatan melalui undang-undang.

Hakim Karier dan Nonkarier

Istilah "hakim karier" dan "hakim nonkarier" digunakan khusus dalam konteks pengangkatan Hakim Agung di Indonesia. Mereka memiliki keahlian hukum yang signifikan namun mungkin saja tidak memiliki pengalaman peradilan langsung. Mereka dapat berupa sarjana hukum terkemuka, profesor, atau praktisi dengan karir hukum.

Berikut rincian keduanya:

  • Hakim Karier: Hakim Karier adalah hakim dengan status aktif sebagai hakim yang bertugas pada berbagai lingkungan badan peradilan yang berada di bawah MA.
  • Hakim Nonkarier: Hakim Nonkarier merupakan hakim yang berasal tidak dari badan peradilan yang ada, seperti dosen dari perguruan tinggi atau profesi lain.

Putusan Hakim

Putusan hakim adalah keputusan resmi yang dikeluarkan oleh seorang hakim atau panel hakim setelah mempertimbangkan bukti-bukti yang disajikan dalam suatu persidangan. Putusan hakim merupakan hasil akhir dari keseluruhan proses hukum yang dijalani di pengadilan. Hakim memutuskan apakah terdakwa bersalah atau tidak dalam kasus pidana. Untuk kasus perdata, pihak yang menang ataupun pihak kalah, ataupun dikabulkan atau tidak, baik keseluruhan ataupun sebagian dalam perkara pengujian materi undang-undang.

Berikut ini beberapa poin penting terkait dengan suatu putusan hakim:

  • Dasar Hukum: Putusan hakim harus mendasarkan kepada hukum yang berlaku. Hakim harus mencari dan menerapkan hukum yang relevan dan mempunyai relevansi dengan bukti yang disajikan dalam kasus tersebut.
  • Penyebutan Fakta: Putusan hakim menguraikan berbagai fakta yang ditemukan dalam kasus tersebut, baik fakta yang tidak menjadi perselisihan maupun yang menjadi kontroversial.
  • Penjelasan Pertimbangan: Dalam putusan hakim menjelaskan berbagai pertimbangan hukum yang digunakan untuk sampai kepada keputusan tersebut.
  • Pihak yang Menanggung Biaya: Terkadang putusan hakim juga memuat pihak mana yang diharuskan menanggung biaya perkara, seperti biaya pengacara atau biaya lainnya.
  • Putusan Final: Putusan hakim bersifat final dalam arti bahwa keputusan tersebut mengakhiri proses pengadilan untuk kasus tersebut.
  • Pelaksanaan Putusan: Putusan hakim harus dilaksanakan sesuai dengan apa yang diatur dalam putusan tersebut, misalnya dalam perkara pidana, ini dapat berarti menjalani hukuman yang dijatuhkan.
  • Kewenangan Hakim: Putusan hakim hanya berlaku untuk kasus yang diputuskan dan tidak berlaku untuk kasus lain kecuali hal-hal yang memang telah diputuskan di tempat lain.

Amar Putusan

"Amar putusan" merupakan bagian dari putusan hakim yang isinya adalah keputusan atau perintah yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perkara hukum. Amar putusan ini merupakan bagian terakhir dari sebuah putusan hakim, setelah uraian secara rinci tentang pertimbangan hukum dan berbagai fakta dasar dari keputusan tersebut.

Berikut ini beberapa hal yang perlu dipahami tentang amar putusan:

  • Isi Amar Putusan: Amar putusan mencakup perintah atau keputusan konkret yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak yang terlibat. Contoh amar putusan antara lain:
    • Dalam kasus pidana: amar putusan dapat berupa hukuman pidana seperti penjara, denda, atau hukuman lainnya.
    • Dalam kasus perdata: amar putusan dapat berupa suatu perintah untuk membayar sejumlah ganti rugi tertentu, pemulihan hak-hak tertentu, ataupun melakukan tindakan tertentu sesuai dengan keputusan hakim tersebut.
  • Kekuatan Eksekutorial: Amar putusan memiliki kekuatan hukum yang mengikat pihak-pihak yang terlibat dalam perkara. Hal ini berarti bahwa pihak yang diminta untuk melakukan sesuatu dalam amar putusan dan harus melaksanakannya.
  • Pelaksanaan Amar Putusan: Pihak yang diuntungkan atau pihak yang merasa memiliki kepentingan sesuai dalam amar putusan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan apabila pihak lawan tidak mematuhi amar putusan.
  • Kewenangan Hakim: Amar putusan adalah hasil dari kewenangan hakim yang telah mempertimbangkan semua bukti dan argumen sesuai dengan yang disajikan dalam persidangan.

Penutup

Hakim adalah seseorang yang diberikan kewenangan untuk memeriksa sampai dengan membuat keputusan atas sengketa hukum tertentu demi keadilan. Sesuai dengan keragaman perkara yang terjadi, telah digolongkan sedemikian rupa termasuk para hakim, yaitu pidana, perdata, agama, tata usaha negara, militer, konstitusi, maupun khusus (ad hoc).

Keseluruhan dari badan-badan peradilan di bawah koordinasi Mahkamah Agung yang diketuai oleh seorang Hakim Agung dan dibantu oleh seperangkat pembantu di dalam menjalankan tugas dan fungsi kehakiman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun