"Bapak pingsan di pinggir jalan. Jadi saya bawa ke mari. Oya, Bapak mau pulang sekarang? Dokter sudah memperbolehkan."
"Iya, saya mau pulang aja. Rumah saya nggak ada yang jagain. Takut diobok-obok orang jahat."
"Orang jahat? Maksud Bapak?"
"Saya mau pulang. Tapi saya nggak punya uang untuk bayar semua obat," ucap Pak Karto sedih.
Orang kaya itu menjelaskan kalau semua biaya telah ditanggungnya. Dengan rasa terima kasih, Pak Karto terus menyalami laki-laki yang pernah merendahkannya waktu itu.
***
Diam-diam orang kaya itu datang sebelum Pak Karto berangkat memulung dengan membawa dua bungkus nasi dan beberapa sembako. Rumah yang dindingnya sudah lapuk dan berlubang membuat hati laki-laki itu terenyuh. Ada rasa penyesalan yang dia lakukan karena telah sering mengusirnya ketika memulung.
Pak Karto heran dan merasa segan atas kedatangannya. Mempersilakan duduk dengan alas seadanya yang dia miliki. Dua bungkus nasi dan dua bungkus teh manis hangat mereka santap.
"Pak, maaf ngerepotin. Saya jadi nggak enak," kata Pak Karto di sela-sela menikmati hidangan terenak yang pernah dia makan.
"Saya nggak merasa direpotkan, Pak. Saya hanya ingin makan bareng sama Bapak di rumah ini. Sekalian kita ngobrol bebas di sini. Ya, itung-itung menebus kesalahan saya, Pak."
Mereka tertawa terbahak-bahak sampai lupa dengan permasalahan yang sudah-sudah. Indahnya saling mengerti meski diawali dengan rasa terhina. Sabar dan ikhlas akan datang dengan menghadirkan keberkahan.