Memiliki keturunan dan menjaga titipan adalah harapan bagi setiap manusia. Karena pernikahan bukanlah sebuah ajang untuk memuaskan hawa nafsu laki-laki saja, ataupun menjadikan perempuan sebagai objek seksual melainkan untuk memperoleh keridhaannya dan sebagai penyempurna agamanya.
Namun harapan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh sebagian perempuan. Pernikahan justru menjadi ladang bagi dirinya untuk berteman dengan kekerasan. Siapa sangka pernikahannya telah mengantarkan kepada ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
Telah banyak fakta yang mengungkapkan bahwa perempuan lebih rentan mengalami kekerasan yaitu banyaknya kasus-kasus kekerasan yang dilaporkan akibat poligami. Ketidakmampuan perempuan untuk lebih terbuka terhadap kekerasan yang dialaminya, sehingga memberikan kesempatan kepada kaum laki-laki untuk berbuat dan menempatkan perempuan sebagai objek kekerasan.
Hal ini telah menguak fakta bahwa perempuan cenderung menjadi objek atas kekerasan yang dilakukan laki-laki akibat poligami. Perempuan korban poligami telah banyak mengalami kerugian dan ketidakadilan sebagaimana hak-hak yang seharusnya  diperoleh. Berbagai bentuk kekerasan akibat poligami seperti, kekerasan fisik, kekerasan psikis, ekonomi maupun kekerasan seksual.
Poligami menjadi asas yang mengorbankan hak-hak perempuan untuk memperoleh kasih sayang seutuhnya. Karena kasih sayangnya terhadap istri maupun anaknya telah terbagi kepada orang lain. Bentuk kekerasan lain yang ditimbulkan adanya poligami yaitu diskriminasi.
Laki-laki yang telah memiliki istri lebih dari satu, akan memungkinkan perlakuan yang berbeda terhadap istri-istrinya. Keadilan seringkali menjadi masalah utama yang tidak bisa dilakukan oleh laki-laki.
Tidak ada perempuan manapun yang ikhlas untuk berbagi suami dan kasih sayangnya kepada orang lain. Akan tetapi perempuan seringkali terpaksa untuk dipoligami karena ketidakberdayaannya untuk menolak takdir. Meskipun tindakan poligami membuat penderitaan secara lahir dan batin yang luar biasa, seorang perempuan rela untuk mengorbankan kebahagiannya dan tidak lagi menjadi manusia yang seutuhnya (Munti, 2005).
Dapat dilihat dari fakta penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam terdapat sekitar 24 juta penduduk perempuan yang mengaku pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangganya. Kekerasan itu sebagian berasal dari kekerasan di ranah domestik, berupa kekerasan ekonomi, penganiayaan, kekerasan seksual, pelecehan, perselingkuhan dan poligami turut mewarnai kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.Â
Apabila perempuan berani membuka bahwa dirinya mengalami kekerasan, maka dipastikan kasus yang ada di Indonesia khususnya akan bertumpuk-tumpuk jumlahnya  (Irianto, 2006)
PENUTUP
Kesimpulan
Kekerasan dalam rumah tangga hampir tidak bisa dihindari oleh sebagian orang. Adanya peluang karena perempuan dianggap lemah seringkali laki-laki berbuat diluar batas kewajaran. Para pelaku poligami menjadi salah satu yang menyumbang kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga.