Poligami sebenarnya suatu bentuk usaha laki-laki untuk meningkatkan kehidupan akibat kegelisahan, kehinaan dan keterlantaran untuk mendapatkan kebahagiaan. Poligami juga bentuk usaha untuk membimbing perempuan agar memperoleh kemuliaan baik dalam keluarga maupun kemuliaan akan keibuan, serta kesucian.
Akan tetapi dalam pandangan islam, poligami merupakan pernikahan yang dilakukan lebih dari satu kali, namun ada pembatasan jumlahnya yaitu hanya boleh menikah sampai dengan empat istri. Â
Didalam hukum Islam mengatur tentang poligami, terdapat dalam surat An Nisa ayat 3 yang artinya:
"Dan jika kamu akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak wanita yang yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinlah wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinlah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki yang demikian itulah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An Nisa ayat 3) Â (Sahara, 2013).
Hal-hal mengenai poligami juga tercantum dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Didalam  undang-undang tersebut juga membuat aturan tentang poligami yang terdapat dalam UU Perkawinan Pasal 3 Ayat 2 bahwa: "Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehenda oleh pihak yang bersangkutan ".
Adanya ketentuan ini menunjukkan ada kemungkinan bagi seorang suami untuk  berpoligami atas izin dari pengadilan. Undang-undang perkawinan dipersulit bagi suami yang ingin berpoligami bertujuan untuk memberikan pemahaman bahwa suami tidak berbuat semena-mena terhadap istrinya, bahkan seharusnya mampu mengangkat derajat seorang istri  (Sumarningsih, 2018).
Praktek poligami memang sudah diatur ketentuannya baik dalam undang-undang maupun dalam Islam. Akan tetapi banyak suami yang melakukan poligami tidak berdasarkan aturan yang ditetapkan. Mereka lebih memilih egonya demi mementingkan  keinginan dan mengabaikan tanggungjawab.
Manusia tidak akan mampu untuk berlaku adil terhadap istri-istrinya. Meskipun pelaku poligami berkata untuk berbuat adil namun realitanya perempuan seringkali menjadi korban ketidakadilan adanya poligami, bahkan tidak jarang menimbulkan kekerasan yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga.
Sejak munculnya fenomena poligami, bagi kaum perempuan hal ini menjadi suatu hal yang menakutkan. Pasalnya poligami lebih banyak memberikan kemudharatan daripada kemaslahatan. Kurangnya pemahaman masyarakat dalam memahami ketentuan poligami sering disalahgunakan dan dijadikan alasan untuk berpoligami. Masyarakat berpandangan bahwa poligami merupakan sunnah Rasulullah SAW.
Jadi, bagi mereka yang melakukan poligami tidak sedikit yang memberikan alasan jika mereka berpoligami, maka mereka sedang mengamalkan sunnah Rasulullah SAW. Padahal berpoligami hanya menempatkan kaum perempuan sebagai objek pemuas hasrat kaum laki-laki.
Meskipun poligami hukumnya adalah mubah, menurut pandangan K. H Miftah Faridl poligami akan menjadi haram hukumnya apabila tujuan yang dikehendaki menyimpang dari ketentuan asas pernikahan maupun syari'at islam seperti, menyakiti istri, merusak rumah tangga orang dengan cara merebut suami hingga terjadi tindakan kriminal, atau ingin mengincar harta  kekayaan  (Setiyaji, 2006).
Faktor penyebab munculnya poligami
Merebaknya fenomena poligami hingga saat ini tidak hanya dilakukan oleh kalangan orang-orang elit saja, melainkan bisa juga dilakukan oleh orang dari kalangan menengah. Siapapun memiliki kesempatan untuk memiliki istri lebih dari satu. Ada banyak faktor yang melandasi seorang laki-laki untuk melakukan praktik poligami, antara lain: