Saya menyadari ternyata jalan hidup saya agak (?) aneh dan unik. Saya juga mengakui bahwa saya telah kalah melawan kerasnya hidup di ibu kota. Nasib yang saya perjuangkan agar menjadi seorang yang sukses ternyata tidak kesampaian. Memang takdir telah menentukan bahwa saya harus hidup dalam kemiskinan. Walaupun begitu sang takdir masih bermurah hati terhadap saya. Saya diberikan sedikit kebahagiaan dalam kemiskinan tersebut, suasana hati yang bahagia dalam menjalani kehidupan se hari2. Yang saya maksud dengan suasana hati yang bahagia disini adalah perasaan tentram, tenang dan damai disertai rasa bebas dan gembira dalam menjalani kehidupan.
Manfaat yang saya peroleh selama menjalani kehidupan seperti (?) pertapa ini adalah, hidup menjadi praktis dan sederhana, badan selalu sehat, tidak mempunyai beban pikiran, hampir tidak pernah sakit sampai sekarang, jauh dari dokter, apotik dan rumah sakit. Sifat gampang tersinggung, mudah marah dan gelisah sepertinya hilang, sembunyi entah dimana. Setiap hari, waktu rasanya berjalan cepat sekali, siang berganti malam, tidur kemudian pagi datang menjelang. Hambatan terberat adalah saat mengalami 'aging' (penuaan) beberapa tahun yang lalu, dimana stamina tidak sekuat dulu lagi, memerlukan penyesuaian yang cukup lama.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/11/img-0873-56bc4b018f7a61d307c64374.jpg?v=400&t=o?t=o&v=555)
Saya merasa cukup bahagia dengan kehidupan saya sekarang ini (walaupun masih ada dosa dan goda) dan akan terus saya jalani sampai suatu saat nanti. Semoga tidak banyak perubahan yang berarti, karena saya tidak tahu apa yang akan terjadi dimasa depan. Kalau boleh berharap, semoga kehidupan saya kedepan lancar dan tidak banyak rintangan, dijauhkan dari segala macam godaan.
Demikianlah kisah seorang anak manusia, yang gagal sebagai pekerja, tapi bahagia sebagai pertapa.
Â
Salam.
Sumber foto :swandito