Praktik Jual Beli Rokok Illegal Di Desa Pasanggar Pegantenan Pamekasan
Praktik jual beli rokok ilegal terjadi di Desa Pasanggar Pegantenan Pamekasan antara pemilik toko sebagai penjual dengan masyarakat selaku pembelinya. Di mana hal itu diawali dengan adanya penyediaan rokok tersebut di toko-toko yang ada di Desa Pasanggar Pegantenan Pamekasan untuk diperjual belikan oleh pemilik toko kepada masyarakat sebagai pembelinya.
Dengan adanya penyediaan tersebut, kemudian masyarakat setempat banyak yang minat untuk mengkonsumsinya denga membeli rokok yang masih tergolong rokok ilegal tersebut. Dalam melakukan transaksi jual beli tersebut, pembeli langsung mendatangi toko penjual yang ada di Desa Pasanggar Pegantenan Pamekasan, yang kemudian terjadilah transaksi jual beli tersebut.
Transaksi jual beli rokok ilegal yang terjadi di Desa Pasanggar Pegantenan Pamekasan tersebut dilakukan dengan ungkapan pembeli yang menyatakan ehendaknya untuk membeli rokok ilegal tersebut, di mana hal itu dilakuakn dengan disertai dengan pembayaran sejumlah uang sebesar harga rokok ilegal tersebut kepada penjual.
Berkenaan dengan harga rokok ilegal yang diperjual belikan di Desa Pasanggar Pegantenan Pamekasan memilik harga mayoritas Rp. 5.000 persatu bungkus dengan isi 20 batang. Di mana harga tersebut meruapakan harga rokok yang sangat murah dibandingkan dengan harga rokok lainnya yang bukan ilegal.
Dengan adanya pebayaran yang dilakukan oleh pembeli kepada penjual rokok ilegal tersebut, pemnjual langsung memberikan rokok ilegal tersebut kepada pembeli sebagai pemindahan hak dengan cara transaksi jual beli yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
Dari praktik jual beli rokok ilegal yang terjadi di Desa Pasanggar Pegantenan Pamekasan sebagaimana dipaparkan di atas, keilegalan rokok tersebut dapat dilihat denga tidak adanya pantum (bukti lunas bea cukai) yang biasanya ditempelkan di bungkus rokok yang tergolong ke dalam rokok yang tidak ilegal.
Di sisi lain dalam praktiknya, penjual dengan pembeli tidak mengetahui perusahaan yang memproduksi rokok tersebut. Di mana hal itu didukung dengan tidak dicantumkannya nama dan alamat rokok tersebut di bungkusnya sebagaimana terdapat pada bungkus rokok non ilegal, seperti PT. Gudang Garam.
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Jual Beli Rokok Ilegal Di Desa Pasanggar Pegantenan Pamekasan
Sudah dijelaskan dalam praktiknya, bahwa penjualan rokok ilegal itu terjadi karena diawali dengan adanya pemasaran rokok ilegal itu sendiri. Di mana hal itu dilakukan oleh sales-sales dari produsen yang memasarkan rokok tersebut. Namun di balik itu semua tentu ada hal yang menyebabkan hal itu tejadi, yang menyebabkan praktik tersebut masih berlanjut di Desa Pasanggar Kecamatan Pegantenan Kabupaten Pamekasan.
Dengan adanya pemasaran yang tidak terjangkau oleh aparat pemerintah yang memang berwenang dalam menanggulangi praktik penjualan barang ilegal, hal itu membuat penjualan rokok ilegal masih terjadi di Desa Pasanggar Kecamatan Pegantenan Kabupaten Pamekasan. Selain itu, letak geografis yang merupakan pedesaan menjadi salah satu sebab terjadinya praktik rokok ilegal itu sendiri, di mana hal tempat yang merupakan pedesaan jarang sekali bahkan tidak pernah dihinggapi oleh aparat penegak hukum seperti polisi, hakim dan lain sebagainya.
Tentu dengan tidak adanya tinjauan dari aparat hukum menjadi salah satu sebab maraknya penjualan rokok ilegal, yang dengan hal itu para sales akan mudah untuk melakukan pemasaran rokok ielegal tersebut dan penjual tidak memiliki rasa takut untuk menjual rokok ilegal di tokonya.
Penyebab lain atas terjadinya penjualan rokok ilegal di Desa Pasanggar Kecamatan Pegantenan Kabupaten Pamekasan juga dikarenakan ketidaktahuan masyarakat terhadap macam-macam rokok, yang pada dasarnya masyarakat hanya merokok saja tanpa memperhatikan legal atau tidaknya rokok yng sedang dikonsumsinya. Di mana hal itu didunkung dengan adanya fungsi yang sama antara rokok yang satu dengan yang lainnya.
Kemudian sebab selanjutnya yang menyebabkan terjadinya praktik jual beli rokok ilegal di Desa Pasanggar Kecamatan Pegantenan Kabupaten Pamekasan adalah harga rokok yang sangat murah, baik harga grosir maupun harga perpaknya serta isi yang sangat banyak dibandingkan dengan rokok lainnya. Sehingga dengan harga yang murah tersebut menyebabkan masyarakat berminat untuk mengkonsumsi rokok itu sendiri.
Di sisi lain, di balik kemurahan harga rokok ilegal juga didukung dengan keadaan masyarakat yang mayoritas perekonomiannya berada di tingkatan perekonomian menengah ke bawah. Sehingga dengan keadaan yang demikian dalam melakukan pembelian rokok mereka mencari yang murah, yang pada dasarnya merokok merupakan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
Pandangan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Rokok Ilegal di Desa Pasanggar Pegantenan Pamekasan
Jual beli merupakan transaksi pertukan antara barang tertentu milik seseorang dengan milik lainnya yang diperbolehkan dalam hukum Islam. Hal ini sebagaimana definisi yang dikemukakan oleh Sulaiman Rasyid dalam istilah bahwa jual beli adalah pemilikan harta dengan harta barang dengan barang dan agama menambahkan saling rela (suka sama suka ).
Transaksi jual beli itu sendiri merupakan transaksi yang diperbolehkan dalam Islam, hal ini sebagaimana Allah Taala telah jelaskan dalam Al-Quran surah An-Nisa' ayat 29, yakni:
.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu". (Q. S. An-Nisa' : 29).
Kata tijaratan (perniagaan) pada ayat tersebut memiliki makna sebagai sarana untuk mencari penghasilan yang baik dan halal. Di mana hal tersebut diajarkan oleh Allah Taala pada hamba-Nya agar digunakan sbagai sarana mencari karunianya dengancara yang halal.
Namun dalam melakukan transaksi jual beli harus memenuhi rukun dan syarat jual beli agar transaksi yang dilakukan benar-benar sah menurut pandangan hukum Islam. Jika melihat transaksi jual beli rokok ilegal yang terjadi di Desa Pasanggar Pegantenan Pamekasan, dapat dikatakan bahwa transksi yang dilakukan sudah memenuhi rukun dan syarat jual beli.
Sebagaimana dijelaskan dalam teorinya bahwa rukun jual beli diantaranya adalah adanya penjual, pembeli, benda yang diperjual belikan, nilai tukar berupa uang dan shighat antara penjual dan pembeli.
Begitu juga dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam hal jual beli, praktik jual beli rokok ilegal di Desa Pasanggar Pegantenan Pamekasan sudah memenuhi syarat-syarat yang di maksud. Di mana syarat-syarat jual beli diantaranya adalah orang yang berakad harus berakal, bendanya bermanfaat, nilai tukar jelas jumlahnya dan lain sebagainya.
Sehingga jika dilihat dari segi rukun dan syaratnya, dapat dikatakan bahwa jual beli rokok ilegal di Desa Pasanggar Pegantenan Pamekasan adalah hal yang diperbolehkan dalam hukum Islam. Akan tetapi perlu kita lihat apakah dalam praktik tersebut tidak ada dalil yang menetang kebolehannya, dikarenakan pada dasarnya jual beli itu diperbolehkan apabila tidak ada dalil yang mengharamkannya.
Hal tersebut sebagai tertera dalam kaidah umum fiqih muamalah yang sudah diketahui oleh berbagai golongan, yaitu:
"Hukum asal dalam hal muamalah adalah mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya".
Kaidah fiqih di atas menjelaskan akan kebolehan mutlak seluruh muamalah yang termasuk di dalamnya adalah praktik jual beli, yang mana hal ini selama praktik yang dilakukan tidak ada dalil yang melarang, maka hukumnya boleh untuk dilakukan dengan cara apapun.
Oleh karena itu, di balik keabsahan dari segi rukun dan syarat tidak dapat disimpulkan bahwa jual beli yang dilakukan adalah jual beli yang dapat dibenarkan menurut hukum Islam. Hal itu dikarenakan kita perlu menganalisis dari sisi lainnya untuk mencari kebenaran bahwa jual beli yang dimaksud tidak bertentangan dengan dalil-dalil hukum dalam hukum Islam itu sendiri.
Sebagaimana kita ketahui bahwa di Desa Pasanggar telah terjadi praktik penjualan rokok ilegal, di mana hal itu terjadi antara pemasok (perusahaan rokok) dan masyarakat pemilik toko dan diteruskan pada masyarakat selaku konsumen yang mengkonsumsinya.
Rokok ilegal itu sendiri merupakan rokok yang dilarang oleh pemeritah untuk disebarluaskan dengan cara apapun, dikarenakan melanggar perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia secara umum. Sebagaimana dikatakan oleh Menteri Kesehatan bahwa ada beberapa pelanggaran yang terdapat dalam penjualan rokok ilegal, hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp. M (K) dalam sambutannya pada acara Dialog Interaktif Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2015 bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di Jakarta, yang secara global tema HTTS tahun itu adalah "Stop ilicit trade in tobacco products" dan tema nasional yaitu Rokok Illegal Merugikan Bangsa dan Negara. Dalam ungkapannya dinyatakan bahwa:
"Rokok illegal berpotensi untuk meningkatkan jumlah perokok dan perokok pemula karena murahnya harga rokok dipasaran. Selain itu, rokok illegal juga tidak mematuhi peraturan pemerintah terkait pemasangan Peringatan Kesehatan Bergambar sehingga informasi bahaya merokok tidak tersampaikan kepada masyarakat. Jika peredaran rokok illegal dapat dicegah, pendapatan negara melalui cukai dapat meningkat sehingga dapat dimanfaatkan untuk peningkatan program kesehatan yang bersifat promotif dan preventif untuk mengatasi dampak akibat merokok.
Menurut WHO, jika peredaran rokok illegal dieliminasi maka pendapatan negara di seluruh dunia mencapai USD 30 Milyar/tahun dan sebanyak 164.000 kematian prematur dapat dicegah. Selain itu, rokok ilegal tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, termasuk kewajiban mencantumkan peringatan kesehatan bergambar yang maksudnya agar masyarakat paham akan dampak buruk rokok terhadap kesehatan. WHO (2015) menyebutkan jika perdagangan rokok ilegal dieliminasi, pemerintah di seluruh dunia akan mendapatkan sedikitnya 30 milyar USD per tahun dari cukai rokok dan mencegah 164.000 kematian dini per tahun (karena harga rokok rata-rata menjadi lebih tinggi)".
Kesalahan pertama adalah adanya praktik yang melanggar undang-undang yang berlaku di negara ini, yang seharusnya ditaati oleh setiap rakyaknya. Melanggar hukum pemerintah yang tujuannya tidak bertentangan dengan hukum Islam adalah perbuatan yang dilarang dalam hukum Islam, hal itu dikarenakan setiap rakyat diwajibkan untuk mentaati pemerintah sebagaimana wajibnya mentaati Allah dan Rasul-Nya. Hal itu sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran surah al-Nisa' ayat 59:
. . .
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (Q.S. Al-Nisa' : 59).
Ayat di atas merupakan perintah Allah Taala kepada para hamba-Nya untuk taat kepada Allah, Rasul-Nya dan ulil amri. Dalam sebuah tafsir, ulil amri diartikan sebagai ulama dan ada pula yang mengartikan pemimpin atau pemerintahan. Namun yang jelas bahwa makna dari ulil amri adalah setiap orang yang memegang suatu urusan baik itu pemimpin, pemerintahan maupun juga ulama, karena pada dasarnya banyak dalil yang menyeru kepada manusia untuk mengikuti setiap perintah yang baik.
Perintah tentang wajibnya mengikuti pemimpin dalam hal yang tidak bertentangan dengan syariat Islam juga diterangkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
: Â . ( ).
"Dari Abdillah bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Setiap muslim wajib tunduk dan patuh pada pemimpin, baik dalam hal ang ia sukai atau yang ia benci selama tidak diperintahkan dalam hal kemaksiatan. Maka jika diperintahkan dalam hal kemaksiatan, maka jangan tunduk dan patuh". (H.R. Bukhori).
Dari hadits di atas telah jelas bahwa mengikuti pemimpin atau pemerintah  hukumnya adalah wajib. Sedangkan ketentuan yang diatur oleh pemerintahan Indonesia dinyatakan dalam bentuk perundang-undangan yang wajib diikuti oleh setiap manusia yang berada di bawah pimpinannya. Oleh karena itu, wajib hukumnya mengikuti peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah dalam mengatur rakyatnya yang dalam hal ini berbentuk perundang-undangan.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa praktik jual beli rokok ilegal merupakan transaksi yang dilarang dalam hukum Islam, dikarenakan traksaksi tersebut bertentangan dengan adanya perintah Allah Taala untuk mengikuti pemerintah. Di mana dalam hal ini ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesi, tepatnya Pasal 5 ayaty (1) UU No. 39 Tahun 2007, yakni:
"Barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:
a.Untuk yang dibuat di Indonesia:
1)275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau
2)57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
b.Untuk yang diimpor:
1)275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau
2)57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran".
Selain itu, pelanggaran yang ada adalah terhadap Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Sehingga dengan adanya pelanggaran yang ada tersebut, maka dapat dikatakan bahwa praktik jual beli rokok ilegal di Desa Pasanggar Pegantenan Pamekasan merupakan salah satu bentuk tolong-menolong dalam perbuatan dosa, yakni dalam melakukan pelanggaran pada pemerintah yang seharusnya ditaati sebagaimana mentaati Allah dan Rasul-Nya.
Sedangkan dalam hukum Islam, tolong menlong dalam perbuatan dosa merupakan hal yang dilarang. Hal itu sebagaimana Allah Taala firmankan dalam al-Quran surah al-Maidah ayat 2:
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya". (Q.S. al-Maidah : 2).
Dalam ayat di atas secara jelas menerangkan dilarangnya melakukan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Oleh karena itu, praktik jual rokok ilegal merupakan perkara yang dilarang dalam hukum Islam.
Kemudian selanjutnya dalam praktik jual beli rokok ilegal terdapat ketidak jelasan datangnya rokok atau perusahaan yang memasokkan rokok tersebut tidak diketahui sehingga jika terdapat permasalahan di dalamnya sulit untuk dipecahkan. Dalam hukum Islam jual beli yang seperti ini termasuk dalam kategori jual beli jahalah yang dilarang untuk dilakukan.
Sebagaimana dalam teorinya dijelaskan bahwa jual beli jahalah adalah  jual beli ketidakjelasan yang mendatangkan perselisihan yang sulit untuk diselesaikan. Dimana ketidakjelasan ini ada empat macam, yaitu
*Ketidakjelasan dalam barang yang dijual, baik jenisnya, macamnya, atau kadarnya menurut pandangan pembeli.
*Ketidakjelasan harga.
*Ketidakjelasan masa (tempo) seperti dalam harga yang diangsur, atau dalam khiyar syarat. Dalam hal ini waktu harus jelas.
*Ketidakjelasan dalam langkah -- langkah penjaminan. Dalam hal ini penjamin tersebut harus jelas. Apabila tidak jelas maka akan jual beli menjadi batal.
Dari beberapa kriteria jual beli jahalah dia atas, jual beli rokok ilegal dapat dimasukkan dalam kategori ketidak jelasan langkah-langkah penjaminan. Terlebih lagi jika terjadi penyergapan yang dilakukan oleh pihak yang berwenang akan sulit untuk menuntut perusahaan yang memproduksinya karena tidak diketahui dengan sempurna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H