Memasuki Jembatan Biru yang memiliki lebar sekitar 2 meter itu, langsung diterpa angin rawa yang sejuk.
Bau tanah rawa yang sedikit amis tercium sangat tajam. Kalau misal kita tidak bisa membau bauan itu, mungkin kita sedang terserang Covid-19 yang membuat panca indra pembauan tidak berfungsi hehehe...
Menengok ke sebelah timur dapat dilihat kampung Cikal dan Jembatan Tuntang yang tidak pernah berhenti hilir mudik kendaraan ke arah Solo atau Semarang.
Tanaman padi di tanah gambut tumbuh menghijau. Karamba-karamba didirikan di pinggir rawa.
Nelayan dengan menggunakan perahu bermesin kecil, beberapa hilir mudik melewati bawah Jembatan Biru dari timur ke barat dan sebaliknya.
Menengok ke sebelah barat dapat dilihat air Rawa Pening yang menghampar. Beberapa tumpukan tanaman eceng gondok di tengah rawa.
Nampaknya hasil dari pekerjaan pengumpulan enceng gondok atau bengok ini sebagai bagian pekerjaan pembersihan eceng gondok dari Rawa Pening ini.
Gugusan Gunung Merbabu, Gunung Andong, Gunung Telomoyo yang berupa siluet biru kehitaman seolah menatap air Rawa Pening yang tenang.
Para pemancing ikan yang menggunakan branjang angkat di atas perahu yang sedang berlabuh, bersiul dengan lagunya Didi Kempot yang berjudul "Layang Kangen".
Saya hafal lagu itu, "Layangmu wis tak tampa wingi kuwi, wis tak waca apa kareping atimu..."
Ah, betapa indahnya hidup jika setiap orang mengerjakan pekerjaannya dengan hati gembira.